Minggu, 10 Januari 2021

Penumpang Pribadi


Penumpang Pribadi? Maksudnya apaan tuh?
Maksudnya buat lawan kata dari Penumpang Umum.
:D

Siapa di sini yang (pernah) menggunakan angkutan umum? Pastinya sebagian dari kita pernah dalam tanda kutip. Kenapa bisa begitu? Karena kemungkinan ada juga kalangan yang sama sekali belum pernah, untuk menggunakan fasilitas angkutan umum yang tersedia.

Bermula dari fasilitas angkutan terintegrasi yang ada di ibu kota. Bis Transjakarta sudah mulai eksis sejak tahun 2004, ketika rute pertama diluncurkan. Sistemnya dengan mengorbankan satu jalur dari jalan raya utama, untuk khusus dilewati bis tersebut. Konon jalur khusus ini yang pertama di Asia Tenggara dan Selatan. 

Awalnya menuai pro dan kontra, bahkan jadi pergunjingan ketika pemilihan kepala daerah periode tahun 2007, antara melanjutkan proyek tersebut atau tidak dari lawan politiknya. Beruntung yang menang itu pihak yang ingin melanjutkan proyek tersebut, karena kala itu sedang menjadi wakil pencetus ide tersebut, hingga cakupan rute jadi semakin meluas. 

Pengembangan itu tentunya diiringi dengan kemacetan, khususnya saat fasilitas tersebut sedang dibangun. Hingga akhirnya kita bisa menikmati fasilitas transportasi yang lebih maju dan aman, setara dengan transportasi publik negeri tetangga yang sering dibanggakan.

Ibu kota berhasil menyelenggarakan fasilitas umum tersebut, semakin lama seluruh wilayah juga dijangkau, bahkan hingga ke kota tetangga Jabodetabek. Membuat warga untuk mempunyai pilihan lain untuk menjadi pengguna, bukan lagi bernasib seperti dulu tidak punya pilihan. Pastinya yang sangat terasa itu lebih aman, ketimbang zaman dulu yang rawan pemalakan.
(Tugas Kuliah - 2009)

Ternyata kemajuan itu tidak langsung membuat saya tertarik mencoba. Bahkan bis trans sejenis malah saya jajal dulu sewaktu jalan di Jogja pada tahun 2011. Mungkin karena di sana saya memang butuh transportasi umum, untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Berbeda dengan di dalam ibu kota, karena sudah terbiasa menggunakan kendaraan pribadi.

Fasilitas sejenis yang berbeda jalur juga serupa, seperti Kereta Rel Listrik yang pada zaman dulu dikatakan amburadul, atau zaman kegelapan. Untuk jenis KRL dalam kota ceritanya hampir mirip, sampai tulisan ini dibuat, saya belum pernah naik moda transportasi tersebut. Xp

Alhasil saya malah sudah menjajal duluan KRL di luar negeri, lebih tepatnya kota Kuala Lumpur di tahun 2011. Perbedaannya pada kala itu sistem perkeretaapian kita juga sedang berbenah, hingga banyak pengguna yang membandingkan keadaan sekarang dengan dulu, tidak ada lagi penumpang "sok keren" yang duduk di atap. Xp

Pada akhirnya kesempatan menjajal bis Transjakarta datang di tahun 2015. Tujuan awalnya ingin ke arah Lebak Bulus, karena ingin naik bis AKAP Garut dari sana. Dengan kata lain ada sebuah kebutuhan, hingga saya (akhirnya) menggunakan jenis transportasi tersebut. 

Dari info yang beredar kala itu, sistem pembayaran sudah diberlakukan dengan elektronik penuh, alias tidak ada lagi tiket "one trip" yang bisa dibayar tunai. Sesampainya di halte Kebon Jeruk, ternyata penjaga loket mengarahkan untuk membeli kartu e-money dan sejenisnya. Kala itu belum banyak yang pakai sistem pembayaran demikian, jadi masih enggan untuk beli kartu perdananya. 

Saya nyaris batal naik bis Transjakarta karena ketidaktahuan, siap balik arah dan batal naik, hingga akhirnya ada penumpang lain yang ingin masuk halte. Secara cepat meminta tolong beliau untuk masuk pinjam kartunya, kemudian mengganti biayanya dengan uang tunai. Sebuah pergerakan singkat yang cukup cermat kalau dipikir-pikir. Xp

Bahkan hingga kepulangan tiga hari kemudian, cara yang sama ingin saya lakukan kembali, tapi pada hari itu biaya naik bis Transjakarta sedang gratis sehari penuh. Info itu didapat dari penumpang yang ingin saya minta tolong, diberitahu bahwa masuknya gratis di hari itu. Hanya di kesempatan itulah saya menggunakan bis Transjakarta pergi dan pulang, pertama kalinya dan (masih) satu-satunya. Xp

Untuk fasilitas transportasi umum sendiri, kini sudah semakin berkembang dan banyak pilihan. Terlebih pada saat munculnya aplikasi online, menawarkan alternatif angkutan kendaraan roda dua atau empat, untuk bersaing dengan ojek dan taksi. Jadinya bukan penumpang umum layaknya bis atau kereta, tapi masuk kategori penumpang khusus, karena hanya satu pihak penumpang saja yang dilayani.

Kartu elektronik sendiri lambat laun mulai banyak digunakan, termasuk saya salah satunya. Menjadi wajib untuk pengguna jalan bebas hambatan, kemudian untuk pembayaran parkir di beberapa tempat. Hal itulah yang mendorong semakin tingginya pengguna kartu tersebut, diedarkan oleh beberapa bank yang berbeda sebagai penyedia jasa. E-Money dan Flazz menjadi pemimpin yang paling banyak, disusul Tapcash & Brizzi dan merk lainnya.

Umumnya kartu elektronik itu tersedia di bank yang bersangkutan, bahkan dulu pernah promo besar-besaran untuk meningkatkan antusias pengguna baru. Kemudian ada juga bekerja sama dengan gerai mini market yang banyak tersebar, hingga menjadi ladang bisnis lain untuk jasa cetak kartu, menggunakan desain gambar bebas yang sesuai keinginan.

Desain tersendiri juga dimiliki penyedia jasa transportasi ibu kota. Sebuah penyelenggara yang menggunakan label Jak Lingko sebagai identitasnya. Pada edisi terbaru cukup menarik, bisa juga berlaku sebagai KTP Jabodetabek dalam tanda kutip, hingga saya mulai tertarik untuk sekadar punya. Membeli secara online terlebih dahulu, hingga dapat info, bahwa kartu tersebut bisa dibeli langsung di mesin.

Ternyata fasilitas mesin ini masih agak terbatas, karena baru tersedia di stasiun transportasi KRL, sementara untuk bis Transjakarta baru di halte besar saja yang ada. Ke depan mungkin akan tersedia di semua halte, hingga kemajuan akan kita capai dengan sendirinya, hingga menyusul keadaan di negeri tetangga yang (masih) unggul dalam fasilitas transportasi.
@Commuterline

Pada akhirnya belum lama ini saya "mampir" lagi ke halte bis Transjakarta, untuk sekadar membeli kartu perdana elektronik versi desain Jak Lingko. Lokasi yang dipilih adalah halte Harmoni, jadinya saya parkir dulu di komplek Duta Merlin. Membeli di mesin dan keluar lagi dari halte tanpa masuk ke dalamnya, hanya transaksi di depan pintu masuknya saja. Xp
@PT_Transjakarta

Salah satu yang bikin bingung, uang kembalian yang masuk dalam aplikasi Whatsapp, jadi bagaimana cara menariknya? Mencari info dan belum ada yang bisa menjelaskan dengan detail, hingga akhirnya menambahkan kontak yang tersedia. Ternyata aplikasi Whatsapp Jak Lingko itu mirip dengan menu SIM Card yang tersedia dari operator.


Mungkin nantinya penyediaan mesin akan lebih banyak, hadir di semua halte layaknya stasiun. Bahkan untuk pembayaran juga bisa lebih canggih, misalnya ada kembalian keluar, meski hanya uang logam, seperti kondisi di negeri tetangga. Pastinya yang pernah ke sana dan mencoba bisa membandingkan, bahwa kita juga sedang maju ke arah sana, setuju? :D

Menggunakan fasilitas umum, termasuk transportasi artinya kita menjadi penumpang umum. Jadi agak berbeda sedikit dengan penumpang khusus, karena hanya kita saja yang dilayani, tapi tetap saja intinya kita menggunakan jasa pihak lain.

Jadi apa lawan kata dari Penumpang Umum? 
Bukan Penumpang Khusus, tapi Penumpang Pribadi.
Sebelas dua belas dengan istilah kendaraan umum dan kendaraan pribadi. 
:D


Jakarta (2012) - SKJ 1992