Rabu, 07 Desember 2022

Makanan Instan


Kala mendengar kata makanan instan, apa yang terlintas pertama kali? Pastinya jenis makanan yang sudah lumrah ada di sekeliling kita, terlebih di zaman sekarang yang serba modern. Jika sudah bisa membayangkan, itu karena makanan ini sudah jadi keseharian kita, bukan lagi sebuah jenis barang baru.

Dari artinya saja sudah jelas tentang makanan instan, sesuatu yang kita makan dan bisa didapat dengan cepat. Tentang durasi lama penyajian dan memasak itu sebetulnya sama saja, perlu waktu dalam menyiapkan makanan itu agar bisa disantap mulut kita. Perbedaannya mungkin hanya soal kapan memasaknya, apakah baru dimasak, atau sudah dimasak dan tinggal diambil untuk dinikmati.

Misalnya saat kita membeli makanan di luar, mendatangi kedai makanan cepat saji. Biasanya mereka sudah memasak hidangan utama lebih dulu, karena sajian itu yang jadi andalan dan banyak dipesan konsumen. Jadi hanya tinggal mengambil saja, untuk dibungkus atau makan di tempat, sesuai dengan pesanan yang datang. 

Umumnya tersedia di kedai makanan cepat saji modern, seperti contoh foto di atas kalimat ini. Atau bisa juga yang tradisional dengan khas daerah tertentu, menyajikan aneka lauk pauk yang lebih banyak pilihan. Bahkan ada yang berkonsep prasmanan, hingga konsumen dapat mengambil secara langsung.

Kemudian makanan cepat saji juga bisa berarti disiapkan dengan segera, antara lima sampai sepuluh menit sudah siap. Biasanya kedai makanan seperti ini akan menunggu konsumen ingin memesan apa, kemudian bagian dapur akan langsung memasak makanan tersebut. Secara ideal bisa diproses cepat, tapi tidak menutup kemungkinan sebaliknya memakan waktu lama, andai situasi sedang ramai, hingga dapur mendapat "antrian" pesanan, tentang sajian apa saja yang harus dimasak.

Andai memasak mandiri di rumah, sebetulnya juga cepat, tapi perlu waktu lebih lama, khususnya di persiapan bahan baku makanan tersebut, setuju? Berbeda dengan penjual kedai  makanan, karena di sana bahan baku selalu tersedia, untuk langsung diolah menjadi aneka sajian hidangan mereka. Setiap harinya akan dimasak karena selalu ada konsumen yang datang. Agak lain cerita dengan masak mandiri di rumah, karena hanya untuk sekadar makan harian saja, sesuai kebutuhan anggota keluarga.

Kemudian ada istilah junk food, biasanya dilekatkan pada kedai cepat saji yang modern.  Padahal junk food itu bukan soal cepat atau lambat, tapi diukur dari jumlah kalori yang lebih tinggi dibanding nutrisi, bahkan ada yang bilang tidak ada nutrisinya sama sekali. Konon salah satunya ada di jenis makanan yang digoreng, serta mengandung minyak yang lebih banyak. Berbeda dengan jenis makanan yang dipanggang, direbus atau dikukus, karena kalori yang terkandung itu cukup rendah.

Jadinya semua hidangan makanan, baik yang masak sendiri dan beli di luar itu serupa. Mereka intinya menyajikan makanan tertentu, sesuai dengan selera konsumen dengan rasa yang enak dan sedap. Pastinya tujuan ini jadi yang utama, terutama mereka yang berbisnis menjual makanan. Berusaha menghidangkan makanan yang membuat selera lidah konsumen muncul, hingga mereka kembali lagi ke sana.

Nah itu semua tadi jika berbicara makanan instan dari kecepatan memasak. Kemudian ada pula jenis makanan instan lain, utamanya pada keadaan makanan yang sudah siap masak, apaan tuh? Jawabannya ada pada makanan instan jenis mie, yang perlu dimasak dulu dengan direbus, sudah termasuk bumbu yang beraneka rasa, hingga jadi favorit masyarakat.

Untuk aneka mi instan ini jadi bahasan khusus di tulisan ini. Sejak dulu kegemaran tentang jenis makanan ini tidak hilang, meski selalui dibarengi dengan pro dan kontra, mengenai sehat tidaknya mengonsumsi makanan ini. Mulai dari bahan pengawet, serta penggunaan zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Kemudian pengolahan bahan baku mie dengan digoreng terlebih dahulu, atau kandungan garam (natrium) yang tinggi di bagian bumbu.

Konon pada awal penemuannya, makanan ini adalah termasuk jenis produk mewah, karena belum banyak tersedia, sehingga harganya melambung tinggi. Hingga akhirnya semakin banyak digemari, kemudian diproduksi secara massal dengan harga yang semakin terjangkau. Berlaku di banyak wilayah dan negara, tidak ketinggalan pula negara kita Indonesia, sebagai salah satu produsen yang punya label andalan untuk kategori mie instan.

Saya ingat pada awalnya tersedia beberapa label atau merk utama mie instan, salah ketiganya adalah Supermi, Indomie dan Sarimi. Pada awalnya setiap label punya rasa unik masing-masing dan bersaing, karena memang produsen pembuatnya berbeda. Jadi memang ada pilihan beragam dari rasa-rasa yang tersedia, bukan hanya satu label yang punya berbagai pilihan rasa tersedia di pasar. 

Hingga akhirnya ketiganya disatukan di bawah satu bendera, setelah satu pihak membeli label lainnya, berujung pada segmentasi kelas konsumen, dari bawah sampai tinggi.

Kemudian muncul juga label lain, salah satunya Michiyo, punya rasa mie goreng Jawa dan mie goreng Manalagi, keduanya cukup nikmat rasanya, tapi sayang tidak bertahan lama. Label lainnya adalah ABC, kala itu punya beberapa kelas, dari selera asal yang standart, selera warisan yang agak premium, hingga selera pedas dan yang terakhir ini masih bertahan sampai sekarang.

Untuk Indomie sendiri, salah satu rasa unggulannya adalah Mie Goreng. Pada awalnya hanya berupa bumbu, minyak dan bubuk cabe saja. Hingga akhirnya sebuah inovasi dilakukan, dengan tambahan bawang goreng dan saus cabe. Sebuah susunan rasa yang tetap bertahan hingga sekarang. Konon untuk bumbu versi bubuk cabe masih beredar, tapi ditujukan pada daerah lain selain di pulau Jawa.

Salah satu yang saya ingat sebagai terobosan rasa mi instan, ketika ada label baru bernama Mie & Me, dengan meluncurkan inovasi rasa yang tidak biasa. Beberapa rasanya adalah rasa Pizza dan Spaghetti, selain itu ada juga rasa Burger dan lain-lain. Sebagai pencetus inovasi, memang rasa yang ditawarkan ini terbatas, tapi menawarkan rasa yang baru dan tidak biasa. Bumbunya kala itu saya ingat juga cukup sederhana, bubuk yang berwarna kemerahan, hingga saat diaduk mie akan berwarna merah muda, seperti spaghetti dengan campuran sausnya.

Kemudian pemain besar juga ikut terjun di segmentasi baru ini, Indomie meluncurkan produk bernama Chatz Mie, tentunya dengan penawaran rasa dan bumbu yang lebih komplit. Selain dua unggulan rasa Pizza dan Spaghetti, ternyata rasa Chicken Lemon juga tidak kalah menggoyang lidah berulang-ulang. Peredarannya sayang tidak dilanjutkan, hanya eksis selama beberapa periode saja, tapi meninggalkan kesan yang tidak terlupa dalam ingatan lidah. :P

Lambat laun persaingan aneka rasa mi instan ini sudah tidak banyak, karena memang untuk label terkenal justru berada di satu grup yang sama. Hingga akhirnya muncul label baru, menggebrak dengan inovasi kriuk kriuknya, karena bawang goreng ada lebih banyak di dalam kantong bumbu. Bahkan hingga sekarang tetap eksis dan bersaing dengan grup besar lainnya.
 
Kemudian untuk mie instan "lokal" ini justru dapat pesaing yang tidak biasa, apaan tuh? Label lain yang berasal dari luar negeri. Hingga istilah mie instan impor dikenal, khususnya dari Korea sana dengan label yang semakin menancap, salah satunya Samyang. Kemudian tentu ada juga label-label lain, serta berasal dari negara yang berbeda pula.

Untuk rasa memang menawarkan sesuatu yang baru, termasuk dengan level pedas yang jadi unggulan. Tapi pada akhirnya rasa dari mie instan lokal itu tetap tidak tergantikan, sederhana dan punya cita rasa yang khusus. Bahkan konon mie instan lokal bisa jadi favorit di daerah atau negara lain.

Jenis mie instan ini akhirnya melakukan inovasi (lagi), ketika mengganti aneka rasa bumbunya dengan sajian daging utuh. Hal itu dilakukan oleh label Bakmi Mewah, karena menawarkan bumbu dalam potongan daging asli yang dikemas tertutup. Sebuah kelas produk yang akhirnya diikuti oleh pemain besar, ketika Indomie meluncurkan versi mereka dalam edisi Real Meat, kemudian Mie Sedaap meluncurkan edisi Tasty.

Tapi yang perlu dipahami, mie instan yang menggunakan bumbu daging asli, tentu berbeda dengan mie ayam biasa, karena memang cara penyajiannya tidak sama. Paling utama itu dari bahan baku, karena mie instan menggunakan jenis mie kering yang garing seperti kerupuk, untuk kemudian direbus dan menjadi "matang" dan siap disajikan.

Untuk adonan dasar mie, umumnya serupa berupa tepung terigu, telur, gandum dan lain-lain sebagai bahan pokok. Perbedaan mencoloknya ada proses lanjutan untuk jenis mie kering, karena setelah adonan dibentuk, olahan selanjutnya akan digoreng sampai batas kematangan tertentu. Hingga bentuknya sudah garing seperti kerupuk, serta dikategorikan sebagai mie kering. Tentunya ada berbagai campuran zat dalam adonan mie, hingga lebih tahan lama setelah dikemas, sampai batas waktu kadarluasa.

Sementara pada bahan baku mie biasa, adonan itu dapat langsung bisa dimasak, tentunya lebih cepat matang dalam hitungan detik, tergantung panasnya suhu air yang digunakan. Kemudian tahan berapa lama? Karena tanpa pakai bahan pengawet dan zat lain, mie biasa yang disebut mie basah tidak bertahan lama seperti mie instan (mie kering). Kemudian punya ciri khas, bentuk fisiknya lentur dan mudah pecah. Saran paling mudah adalah disimpan di lemari pendingin, hingga bisa "menghentikan" sejenak usia dari bahan baku mie tersebut.

Oleh sebab itu andai kita memesan mie ayam, kemudian kondisi kedai tersebut tidak ramai dan langsung dimasak, pasti akan lebih cepat disajikan ke konsumen. Dengan kecepatan memasak yang singkat, kategori makanan instan juga berlaku untuk jenis kuliner ini, setuju?

Kemudian ketika keduanya dibandingkan, konon untuk mie ayam biasa akan langsung dapat dicerna (dipecah) tubuh lebih cepat. Sedangkan untuk mie instan memakan waktu lebih lama, pada jam-jam awal dikatakan kondisi mie masih utuh di lambung, hanya sekedar dibolak-balik saja cukup lama, kenapa bisa demikian? Jawabannya kemungkinan tubuh "membersihkan" makanan tersebut lebih dulu, agar zat-zat pengawet yang terkandung dilepas, baru kemudian dicerna normal pasca tubuh "bekerja ekstra" menetralisir kandungan dalam mie instan.

Coba saja diuji, kedua jenis mie tersebut, antara mie kering dan mie biasa didiamkan saja di ruang terbuka. Pasti yang lebih dulu "busuk" adalah yang mie biasa, karena proses oksidasinya lebih cepat. Hal itu juga berlaku di dalam saluran penceraan, saat tubuh kita perlu waktu untuk mengolah apa yang kita makan, bisa cepat atau lambat.

Selain dari aneka mie instan yang sudah banyak beredar, ternyata ada jenis makanan instan olahan lain yang juga tidak kalah. Namanya itu jenis frozen food yang kini banyak beredar, dimulai olahan nugget, otak-otak dan lain-lain, bahkan ada juga nasi dan sejenisnya. Pada tahapannya hanya tinggal satu langkah dengan menggoreng agar matang. Atau dipanaskan andai makanan itu sudah matang, karena langsung dikemas dan disimpan di suhu rendah (didinginkan).

Bahkan untuk mie ayam biasa, kini juga mulai diawetkan secara terbatas, dalam bentuk frozen food. Caranya dengan langsung dikemas setelah pembuatan, serta langsung masuk suhu dingin, layaknya disimpan dalam kulkas atau lemari pendingin. Tapi pastinya batas waktunya tetap singkat, tidak bertahan lama seperti mie kering. Seperti contoh produk di bawah ini, ternyata hanya bertahan 10 hari, sedangkan di suhu ruangan hanya sehari.

Jadi makanan apa yang kita pilih? Bebas saja, pastinya perlu memerhatikan nilai nutrisi yang baik. Hingga kita mengenal gizi yang terkandung di dalam makanan. Khusus untuk mie instan yang diangkat tadi, dari saran penyajian perlu ada tambahan daging atau telur (protein), serta sayuran (vitamin) agar dapat gizi seimbang.

Untuk mie ayam sendiri, sebetulnya gizi seimbang itu sudah diterapkan, meski kadarnya agak berlainan satu sama lain. Ada mie sebagai karbohidrat, kemudian ayam sebagai protein, serta pelengkap sayuran sebagai vitamin. Saran dari ahli gizi justru kadarnya harus diubah, bahwa sayur harus lebih banyak (bukan paling sedikit) ketimbang mie dan ayamnya. Xp

Makanan instan itu tidak sehat? Tidak juga, karena artinya lebih kepada makanan yang bisa disajikan dengan cepat. Urusan bahan baku yang terkandung di dalamnya sudah beda cerita, tergantung dari apa yang disajikan, apakah sudah mengandung gizi seimbang atau tidak? Itu yang justru lebih penting.

"Hendaklah makananmu jadi obatmu"
- Hipocrates -