Senin, 12 September 2011

3P (Pornografi – Pornoaksi – Prostitusi)




Detik ini saya semakin menyadari bahwa zaman sekarang, rasa-rasanya tidak perlu sungkan untuk membicarakann ketiga kata di judul. Pornografi, pornoaksi, dan prostitusi. Berbeda dengan masa lalu di mana akses informasi sangat terbatas, serta untuk mengkonsumsi media-nya saja sangat sulit.

Saya mengingat benar pada saat kita memasuki penghujung abad dua puluh, sebelum tahun dua ribuan yang terkenal dengan sebutan millennium. Pada saat itu saya sedang mengenyam pendidikan formal menengah pertama, teknologi sedang bergerak maju tetapi masih terbatas. Contohnya seperti telepon genggam, yang hanya dapat dimiliki segelintir orang dengan ukuran yang besar. Contoh lain adalah untuk nonton film, masyarakat kita telah dapat menikmati imbas dari teknologi, yaitu VideoCD yang murah meriah. (Baca = VCD bajakan) :)
illustrasi vcd porno - tribunnews.com

Dengan keinginan yang tinggi dari masyarakat pada saat itu, maka penulis mengetahui benar tentang maraknya peredaran film yang mengandung unsur pornografi, berbentuk di dalam kepingan VCD yang dijual bebas. Para penjajak film menjual secara sembunyi. Dengan kisaran 7rb-15rb, maka masyarakat dapat memiliki kaset porno. Ketika itu teknologi komputer belum terlalu maju seperti saat sekarang, karena teknologi masih berkembang, serta memiliki nilai jual yang tinggi.

Seiring berjalannya waktu maka teknologi kepingan CD bertransformasi kepada suatu kepingan yang bernama DVD, berlangsung pada awal tahun dua ribuan. (Baca = sudah di abad 21). Dengan kualitas yang semakin baik dan biaya lebih terjangkau. Hingga pada masa ini konsumsi film pornografi dapat dikatakan mencapai masa keemasannya. Dengan biaya tidak  lebih dari 10rb, maka masyarakat dapat membawa pulang kaset porno dengan kualitas bagus.

Sementara perkembangan teknologi internet akhirnya mulai maju, berbarengan dengan tingginya konsumsi pornografi akses situs porno. Cirinya-cirinya dalam bentuk foto dan video. Di tambah semakin mudahnya masyarakat menggunakan internet, walaupun melalui warnet-warnet.

illustrasi konsumsi pornografi dari komputer (beritabatavia.com)

Dengan memasuki masa keemasan konsumsi pornografi, melalui kaset dan internet, maka semakin berkembang juga efek yang dirasakan, salah satunya adalah kegiatan pornoaksi. Konsumsi pornografi yang sebagian besar dilakukan oleh orang muda, tentunya memiliki tingkat pemikiran yang labil, nekat, berani dsb. Sehingga mulai menjamurlah kegiatan-kegiatan pornografi yang didokumentasikan, baik melalui teknologi perekam video dan foto, secara sengaja atau tidak.

matanews.com

Menjelang akhir dekade ini pada khususnya, maka saya melihat pornoaksi juga makin berimbas, meski katanya efek tersebut sesungguhnya sudah lama ada. Kegiatan pornoaksi itu dapat diperjual-belikan dengan subur. Hal tersebut lazim disebut sebagai kegiatan prostitusi. Berlangsung secara terang-terangan, kalaupun dilakukan secara terselubung, maka hal tersebut sudah menjadi rahasia umum bagi kita mendengar hal ini, khususnya di kota besar seperti Jakarta.


Semakin luasnya kegiatan prostitusi ikut memengaruhi sebagian kalangan, untuk menjajakannya melalui berbagai inovasi. Di mulai dari lokalisasi yang memang diperuntukan sebagai kegiatan tersebut, ataupun panti pijat yang menawarkan layanan plus-plus (Baca = seks). Atau berbagai inovasi lainnya yang dapat menunjang terjadinya transaksi jual-beli layanan pornoaksi tersebut.

Pada akhirnya saya menyadari, bahwa perkembangan 3P tersebut tidak dapat ditahan atau ditutup-tutupi. Semakin derasnya teknologi dan arus informasi yang ada, maka masyarakat dapat dengan muda mencari informasi tersebut di dunia maya tanpa batas. 

Apakah dengan demikian teknologi menjadi sasaran atas suburnya 3P tersebut? Saya rasa tidak demikian, karena bagaimanapun kembali kepada pemikiran manusia-nya sendiri, apakah hal itu baik atau tidak. Pemikiran manusia dapat dibangun melalui pengetahuan dan pendekatan, baik secara nasihat moral, spiritual, dsb di dalam memandang 3P.

Opini dari penulis adalah sifat manusia yang ingin tahu tentu tidak dapat diabaikan, hingga pengetahuan tentang seks memang dirasa perlu.

“Kesengajaan dalam mengatur perilaku seseorang, belum tentu berhasil mengatur pikiran orang itu, karena mengubah pikiran (Pandangan) jauh lebih sulit dari pada sekedar mengubah perilaku…”