Saya baru ingat sepertinya belum membuat dongeng tentang perjalanan yang satu ini. Acara diselenggarakan salah satu bidang, dari fakultas tempat saya kuliah. Anggotanya punya kegemaran tentang dunia seni Fotografi bernama I-Focus. Kebetulan acaranya sendiri sebagai program hunting yang pertama kali, untuk keluar kota menuju Pangandaran di akhir Mei 2011 yang lalu.
Ketika hendak berencana kesana, nampaknya sudah ada perdebatan karena mengetahui saya akan ke pantai selatan, lokasi yang sudah terkenal dengan legenda mitosnya. Saya juga mencari celah mengenai kemungkinannya. Saya temukan dari aspek ilmiahnya bahwa ombak pantai selatan memang ganas, karena berbatasan langsung dengan samudera luas dan lautan dalam.
Saya juga pernah mendengar cerita, andai seseorang mahir berenang di kolam renang, maka hal itu belum jadi jaminan akan lancar berenang di laut, terlebih yang memiliki ombak besar. Hal itu diceritakan sendiri oleh orang yang pernah punya pengalaman, beliau tenggelam sesaat di laut, sebelum diselamatkan warga setempat, karena awalnya percaya diri sudah jago berenang di kolam renang. :P
Pada akhirnya saya tetap pergi, karena mungkin inilah kesempatan pertama saya, untuk mengunjungi kawasan tersebut. Menjadi jarak terjauh pula yang pernah ditempuh. Bersama beberapa teman kampus yang mengajak, meski hitungannya saya sudah lulus.
Pagi hari kami sudah berkumpul, karena akan berangkat di jam pagi. Kemungkinan kita tidak akan mengambil resiko dengan memadatkan waktu, karena kita akan melewati waktu normal 8 jam pada siang hari baik pergi dan pulang. Setelah melihat kondisi bus, nampaknya salah satu teman saya berpendapat bahwa ini akan ditempuh lebih dari perkiraan waktu, karena sepertinya bisa yang digunakan sudah tergolong berusia.
Pada saat pergi mengambil tempat di belakang, bersama salah satu teman, sementara kelompok kecil saya semua pada duduk di barisan depan. Dari sini saya banyak melihat muka-muka baru, karena belum pernah bertemu sebelumnya, hingga mengetahui sedikit perilaku canda riang mereka. Perjalanan itu kebanyakan diikuti oleh anak angkatan 2009, sementara angkatan 2007 hanya kelompok kecil saya, serta beberapa nama yang bertanggung jawab atas acara yang ada.
Kami sampai pada petang hari yang sudah gelap, kemudian setelah pembagian kamar dan makan malam, nampaknya para ketua hendak memberlakukan jam malam. Mungkin saja mereka memegang tanggung jawab atas ketertiban kami. Tapi nampaknya kelompok kecil saya seperti tidak tahan untuk diam, karena di malam hari kami keluyuran di sekitar jalan-jalan, serta mencari mini market untuk membeli sesuatu. Kelompok kecil kami itu ada tujuh orang termasuk saya, keluar dengan sepeda panjang sewaan yang cukup unik.
Pagi subuh kami ada jadwal akan hunting matahari terbit di Pantai Timur, lokasinya masih terletak di satu kompleks, penginapan kami sendiri berlokasi menghadap ke Pantai Barat. Hari yang masih gelap kami sampai, saya jumpai pula sekumpulan anak sekolahan yang mungkin ditemani gurunya, berjalan berbaris dan duduk secara tertib untuk menikmati "sunrise" di sana.
Ketika matahari mulai menunjukkan sedikit warnanya, mulailah kami semua mengambil gambar, serta mencari posisi terbaik. Ada juga untuk melombakan foto terbaik selama di sana. Kami menuju sisi lain pantai yang tidak terlalu ramai, ada satu menara berdiri di dekatnya. Sampai hari sudah semakin terang, maka kami kembali ke penginapan untuk makan pagi dan acara bebas.
Pada siang hari adalah acara bebas, hingga kelompok kecil kami penasaran dan ingin mengunjungi salah satu wisata "Green Canyon" yang bernama asli Cukang Taneuh. Di sana menuju kawasan hulu dari aliran sungai yang mengalir, dengan ciri khas tebing berwarna hijau. Niat itu sudah tercetus tatkala satu hari sebelumnya mencari info, bertanya tentang harga angkutan umum ke sana, atau berapa biaya untuk menyewa angkot kepada pemilik rental sepeda yang kami sewa.
Ketika kami beritahu kepada ketua yang menjadi Mentor per kelompok, maka Mentor kami langsung konsultasi kepada pihak panitia, bahwa kami ingin ke sana. Ternyata ada celah untuk menggunakan bus, jika yang ikut memenuhi "kuota" peserta.
"Tuh lihat, kita ditunjuk-tunjuk, kabur ah" ujar salah satu teman dengan tertawa, merasa malu dan sungkan, ketika melihat panitia menanyakan seluruh peserta, berawal dari ajakan dan niat rencana kami ke sana. Hingga pada akhirnya banyak juga yang ingin ikut, jelang siang kami langsung bergegas jalan.
Kami sampai di sana, kemudian salah satu teman langsung dengan cepat membeli tiket untuk mengejar waktu. Rencananya kami akan berenang, tidak hanya naik perahu sampai ujung, untuk kemudian kembali lagi. Jika ingin berenang maka kita harus negosiasi dengan pemilik perahu, untuk menunggu kita dan pastinya agak lebih lama. Mengetahui rencana tersebut, salah satu teman lain agak pesimis, beranggapan waktu tidak akan terburu.
"Sepertinya yang berenang yang muda-muda saja. Lihat saja yang sudah senior itu, mereka tidak membawa baju ganti, mungkin langsung kembali lagi tidak lama-lama" timpal saya, melihat para pengunjung yang pergi dan kembali dari dermaga kapal. Berusaha optimis dan yakin bahwa waktunya cukup, kemungkinan akan menghabiskan waktu tidak sampai dua jam.
Kelompok kecil kami terbagi dalam dua perahu, kemudian mengajak teman peserta lain, agar ongkos patungan kapalnya lebih maksimal, karena di sini kita mengeluarkan biaya sendiri untuk tiketnya. Sepanjang perjalanan menyusuri aliran sungai, kami negosiasi dengan pemilik kapal dan dicapai kesepakatan sekian untuk menunggu. Kebetulan di perahu saya "kenek" kapalnya sangat baik, karena saat berenang beliau menjadi guide kami satu-satunya.
Nampaknya pemilik kapal di perahu lain menentukan harga yang lebih tinggi, hingga akhirnya diseragamkan dengan kesepakatan yang berlaku di perahu kami. Teman saya itu rupanya cukup mahir bernegosiasi, sepertinya dia sudah menyiapkan informasi sebelum keberangkatan.
Awalnya saya tidak ada niat berenang, karena memang tidak bisa berenang. Tapi melihat kondisi sekitar disediakan pelampung, akhirnya baru mulai berniat menceburkan diri. Kemudian sempat foto narsis sesaat, dengan latar belakang tebing Green Canyon tersebut. Hingga akhirnya meminta tolong guide kami, untuk menaruh dompet dan handphone yang sudah terlanjur saya bawa, karena beberapa perahu sudah terhimpit di ujung, sudah lupa mana yang perahu kami. :P
Saya hanya berniat sampai tebing bebatuan pertama, namun lanjut kedua, terus lanjut hingga bebatuan ketiga. Dari
tebing bebatuan kedua dan ketiga ini tidak ada tali penyangga, hingga saya "di-derek" oleh guide kami untuk sampai
ke sana. Awalnya saya memutuskan sampai di sana sja, hingga kelompok kecil kami melanjutkan hingga ke ujung tebing.
Diam menunggu sepertinya merasa bosan, ditambah teman2 peserta lainnya yang ikut juga sampai belakangan. Hingga memutuskan lanjut saja, kemudian mulai membaur dengan banyak pengunjung lainnya.
Dari bebatuan ketiga ini sudah mulai memasuki
celah tebing yang agak sempit, karena sudah tidak ada kolam besar lagi, berjalan berhati-hati di celah tebing. Kalau harus melompat ke tebing lain yang alirannya lebar, maka saya meminta tolong teman lain, agar langsung menangkap ketika menceburkan di arus sungai tersebut.
"Wah saya sudah dicari, saya balik duluan deh" ujar saya kepada teman peserta lain, karena dipanggil oleh guide kelompok kecil kami. Beliau mencari dua orang yang terpisah, salah satunya saya. Bahkan baru tahu saya juga datang bersama teman peserta lain, karena awalnya hanya tahu kelompok kecil kami saja.
Bergabung kembali dengan kelompok kami pada awalnya, memanjat tebing dengan berpijak pada dinding yang punya sedikit celah. Hingga sampai di atas tebing yang sedikit luas, bergantian satu-satu kami terjun ke kolam ketiga yang agak luas, yang diawal saya bilang tidak ada lagi tali penyangga. Kolam ini cenderung dalam hingga cukup aman melompat dari ketinggian. Bagi teman yang beruntung mendapat kesempatan dua kali, untuk kembali memanjat tebing, karena sudah terjun lebih dahulu dan minta jatah tambahan dengan berusaha sendiri.
Hingga akhirnya giliran saya untuk melompat dari tebing tersebut, rasanya seperti pengalaman yang langka, ternyata saya cukup berani juga. Setelah semuanya selesai, maka kami kembali ke titik awal tebing bebatuan, titik yang memisahkan aliran sungai yang bisa dijangkau oleh perahu. Di sini kamu sempat foto keluarga dengan membawa spanduk acara kami.
Kami semua masuk ke dalam perahu, hingga mulai kembali ke dermaga. Banyak yang langsung berganti pakaian kering, untuk saya sendiri sudah tanggung, kaos basah sudah mulai agak mengering kembali, hingga memutuskan bersih2 di penginapan saja sekalian. P
Bagi teman yang tidak ikut, mereka akhirnya mengunjungi salah satu tempat wisata, tidak jauh dari penginapan. Namanya itu kawasan cagar alam, yang sebetulnya masuk dalam acara kami juga, tapi mungkin jadi ada sedikit perubahan, ketika kami memutuskan melenceng sejenak untuk bisa mencuri waktu ke "Green Canyon."
Mitos mengenai pantai selatan memang sangat dipercaya, ketika sampai hanya sedikit yang berani bermain2 di Pantai Barat, letaknya persis di depan penginapan kami.
Sebelum melanjutkan acara sore, setelah bersih2 dan makan siang, akhirnya saya sekelompok kecil bermain di pantai. Merasakan deru ombak dan cuci kaki dengan airnya, ada satu teman saya yang dari awalnya tidak mau main di pantai entah mengapa, mungkin masih terpengaruh nasehat tentang mitos tersebut.
Sorenya kami melanjutkan acara ke pantai Batu Hiu, di sini kembali kami hunting mengambil gambar. Kalau diperhatikan karakternya mirip seperti Tanah Lot di Bali, ada taman dengan daratan yang lebih tinggi dari pantai, meski di sisi lainnya terdapat pantai landai.
Salah satu ciri khas mengapa disebut Batu Hiu, karena terdapat batu karang yang sudah agak ke tengah laut, berdiri kokoh menyerupai ikan hiu. Di pintu masuk juga terdapat arsitektur bangunan, berupa ikan hiu yang sedang membuka rahangnya.
Setelah selesai maka kami kembali dan makan malam, serta ada acara BBQ hasil patungan seluruh peserta jelang tengah malam. Sebelumnya kami sekelompok kecil kembali "bandel" untuk keluar jalan-jalan, ingin mencicipi seafood khas Pangandaran, lokasinya itu terletak di Pantai Timur. Kami kembali menyewa sepeda unik untuk menuju ke sana. Menurut teman saya tidak terlalu fresh hidangannya, karena mungkin sudah terlalu lama disimpan dalam lemari pendingin.
Esok paginya setelah sarapan, maka kami bersiap kembali Jakarta, saat pulang maka saya duduk bersama kelompok kecil saya di barisan depan. Nampaknya saya beruntung memilih tempat tersebut, karena kejadian yang sempat diduga namun di luar dugaan tiba-tiba terjadi. Sebelum pulang seluruh peserta pada kumpul foto keluarga besar, di halaman penginapan dan di tepi pantai barat.
Ketika awal saya sempat bilang, bahwa ada satu teman yang melihat kondisi bis, tetapi tidak yakin dan waktu tempuhnya memang tidak sesuai perkiraan. Menurut saya bis nya memang tergolong berusia tua, mungkin memasuki masa akhir pakai. Tapi nampaknya wajar karena dengan biaya 200rb rupiah saja, kita sudah dapat menikmati perjalanan tiga hari dua malam, dengan jatah makan lengkap.
Berawal dari suatu tanjakan yang sangat tajam, bis yang kami tumpangi tiba2 kehilangan tenaga, sehingga sebagian kami harus turun berjalan kaki. Tidak lama kemudian ternyata "AC" dari bus mengalami gangguan, kondektur bus berniat membetulkan tetapi nampaknya panitia menganjurkan untuk tetap jalan, karena hendak sampai di Jakarta tidak sampai tengah malam.
Bus "AC" masa kini idealnya memang tidak memiliki ventilasi udara, karena kaca yang ada punya desain tertutup, hingga sampai di jalan tol dan kami seperti sauna gratis. Satu2nya ventilasi udara hanya di kaca bagian depan dekat supir, serta dua lorong udara di bagian atas bis. Sirkulasi udara menjadi sangat tidak baik, karena saya yang duduk dibarisan depan merasakannya, bagaimana dengan bagian belakang? Kemungkinanlebih parah.
Ketika bis berhenti di salah satu tempat peristirahatan, ketika keluar bis kami seperti mendapat angin segar yang adem :D
Kami sampai di Jakarta masih malam ramai, sekitar pukul 8 malam dan kembali ke rumah masing2. Pengalaman yang cukup seru, meski tidak selamanya berjalan sesuai rencana, alias mengalami hal yang tidak kita inginkan. Tapi dari kita dapat mengambil pelajaran, karena hal buruk apapun itu merupakan kesempatan kita, untuk mengambil kebaikan darinya :D