Peringkat Gadget? Memangnya ini kompetisi Gadget?
Bukan kompetisi juga, tapi rekor.
:D
Saya lagi iseng saja ingin bercerita ini, mungkin karena ada pengaruh dari sebuah rekor baru saja "dipecahkan". Tentunya rekor itu tetap berlaku secara pribadi, bukan rekor umum dalam tanda kutip.
Pengalaman ini mungkin bisa sejajar dengan cerita tentang kamera di sini. Di sana saya katakan apa saja kamera yang dipunyai sejak awal. Kemudian secara disengaja semuanya itu kamera kelas murmer, alias murah meriah. Sepertinya itu juga berlaku dengan gadget yang akan saya bahas, antara (iseng) penting dan tidak. Xp
Pembelian perdana saya untuk kategori gadget sudah termasuk cukup tinggi, karena langsung menembus angka dua jutaan di tahun 2004. Kala itu harga segitu masih sangat mahal, mungkin setara dengan angka empat atau lima lebih di masa sekarang (2020). Jenis gadget yang saya angkut adalah Sony Ericsson T610.
Pada kesempatan berikutnya saya menjadi SE Mania, karena gadget penerusnya banyak yang berasal dari keluarga Sony Ericsson, dengan berbagai tipe yang membanjiri pasar. Lambat laun spesifikasi yang ditawarkan juga lebih tinggi, serta dengan harga jual yang lebih murah. Pada periode itu gadget yang umum adalah Handphone Batang (Numeric) dengan layar lebar. Tapi untuk harga angkanya masih di bawah pembelian perdana, belum pernah ada yang melebih angka (2,1 jt) milik SE T610.
Posisi peringkat Gadget yang saya beli paling mahal akhirnya berubah, ketika jenis baru gadget QWERTY mulai dominan. Ada sebuah merk mulai naik daun, siapa lagi kalau bukan Blackberry, sebuah nama yang bahkan sempat dilekatkan ke masyarakat kita, bahwa Indonesia mendapat julukan Republik Blackberry, dengan fitur andalan Chat BBM.
Blackberry Gemini saya angkut di angka (2,7 jt) di tahun 2009, sebuah rekor baru yang bertahan cukup (sangat) lama. Secara kebetulan untuk keluarga Blackberry hanya tipe Gemini ini saja yang saya punya, sedangkan tipe lainnya tidak ada yang saya angkut lagi. Mungkin karena harga jual yang tinggi, serta spesifikasi yang tidak banyak berubah. :P
Periode Blackberry yang sedang berjaya seiring dengan eksisnya Android generasi awal, sebagai cikal bakal sistem operasi gadget masa depan kala itu. Jenis model gadget yang masih dominan adalah QWERTY, atau ada pengembangan lebih lanjut, perpaduan QWERTY + Touchscreen layar sentuh.
Jika pada generasi gadget batang Numeric saya tidak pernah beralih dari keluarga Sony Ericsson, maka untuk generasi QWERTY dan setelahnya saya justru mulai cari alternatif lain. Selain Blackberry ada Huawei yang jadi jendela komunikasi saya ke luar, ada juga merk baru "one season wonder" bernama Cyrus.
Mungkin saja kala itu saya hanya ingin bertahan dengan teknologi QWERTY, karena belum ingin pindah ke teknologi Full Touchscreen yang mulai banyak bermunculan. Sampai akhirnya karena musim yang berubah, gadget jenis QWERTY mulai punah, karena pemain besar mulai fokus dengan teknologi Full Touchscreen. Jadilah saya mulai beralih pegangan, untuk mulai membiasakan diri dengan sistem geser-geser sentuh, bukan lagi sekadar pencet-pencet belaka. Xp
Asus Zenfone C diangkut dengan harga satu jutaan saja di tahun 2015, masih jauh di bawah rekor milik Blackberry Gemini. Sebuah tipe gadget yang dikeluarkan dari pemain baru (tapi lama) di teknologi ini, sebagai produk perdana untuk lini kategori smartphone.
Untuk jenis gadget Full Touchscreen, mungkin Asus Zenfone C inilah yang paling awet, karena bisa lama bertahan, selama dua tahun (saja). Termasuk waktu yang sangat panjang di tengah jarak peralihan tipe-tipe gadget yang semakin pendek. Dari awalnya setiap berapa tahun sekali ada yang baru, sampai setahun sekali, bahkan dalam setahun bisa saja teknologi mengalami dua kali lompatan. Kalau mengejar teknologi memang tidak ada habisnya.
Setelah menjalankan tugas selama dua tahun, penerusnya masih dari keluarga Asus, meski tumbang di tengah jalan setelah bertugas enam bulan. Alasan penggantiannya karena ingin menggunakan sinyal 4G (agak telat pakai). Untungnya masih dalam masa garansi resmi, serta diharuskan menginap untuk ganti mesin. Tapi keduanya masih sama, masih di level harga satu jutaan lebih saja. :D
Karena belum punya pegangan gadget cadangan yang setara, setelah meninggalkan Asus Zenfone GO di "rumah sakit" untuk perawatan, akhirnya saya langsung angkut gadget tipe baru. Level pembelian mulai naik, karena mengangkut Asus Zenfone Max 4 dengan harga dua jutaan lebih, tapi masih di bawah rekor milik Blackberry Gemini.
Selanjutnya beberapa tipe dari merk lain juga sengaja saya coba, mulai dari Lenovo sampai Samsung (yang tipe entry-level). Pada kala itu gadget cadangan juga mulai "naik kelas", karena punya spesifikasi yang cukup tinggi, tapi batasannya masih di bawah gadget utama. Yang kemudian mulai jadi pertimbangan lain adalah kapasitas battery yang besar, karena saya tipe yang malas untuk charger handphone "setiap hari." :D
Setelah setahun bertugas, Asus Zenfone Max 4 ini akhirnya tumbang, karena adanya insiden kemasukan air sewaktu jalan ke Puncak. Sempat dibawa pula ke tukang servis, tapi ternyata nyawanya tidak bisa diselamatkan. Meski sudah punya gadget cadangan yang spesifikasinya (sudah) setara, nyatanya tangan masih gatal untuk menggunakan sistem dual gadget. B)
Asus Zenfone Max Pro M1 akhirnya menjadi penerus berikutnya di tahun 2019 awal. Dengan peredaran yang sudah agak lama, imbasnya harga sudah berangsur turun, jadi sudah turun pangkat menjadi kepala satu batas atas. Sebuah gadget dengan spesifikasi canggih, tapi setelah diingat harganya masih cukup "murah", belum memecahkan rekor pembelian pribadi, milik Blackberry Gemini sepuluh tahun lalu.
Mengingat salah satu pertimbangan adalah kapasitas battery yang besar, maka saya sudah jadi Asus Mania (lagi) secara tidak langsung. Alasannya merk itu tidak pelit, punya spesifikasi yang tinggi dengan harga lebih rendah dari merk lain. Berbagai tipe lain dari keluarga Asus sudah saya coba, dengan harga yang rata-ratanya tidak lebih dari dua juta, masih kepala satu menuju batas atas (tambah sedikit udah jadi dua juta). :P
Sejak saat itu gadget dengan battery kapasitas 3000mAh sudah tidak menarik lagi, karena minimal maunya yang sudah kepala empat, 4000-5000mAh. Kemudian setelahnya tingkat kecepatan prosesor juga mulai dilirik, karena layaknya komputer, bagaimana sebuah gadget smartphone cukup lincah digeser-geser, dari satu layar ke layar lain, alias udah gak mau kompromi sama yang namanya lemot dan delay. :D
"Hah? Lu charger Hp itu dua atau tiga hari sekali? Lu pake buat apa aja tuh Hp???"
"Yah pake buat sehari-hari aja. Kalo entertainment gue bukan di Hp, mending di Komputer langsung."
:D
Menjadi Asus Mania ternyata tidak bertahan lama, karena variasi produk mereka tidak banyak seperti merk lain. Plus kabar terbaru mereka malah ingin fokus di gadget kelas atas, sebuah kategori yang tidak akan saya lirik. Jadilah merk dari pemain besar lain mulai mengintai, karena mereka justru punya kebijakan sebaliknya, mulai masuk di kategori menengah. Menyediakan gadget spesifikasi lumayan tinggi dengan harga gak mahal-mahal amat.
Waktunya bersamaan pula dengan keinginan mengganti sistem dual gadget, karena ingin pakai satu smartphone (saja) yang memancarkan dua sinyal, tapi tetap irit layaknya hanya mengaktifkan satu SIM Card. Satu nomor utama dan satunya nomor untuk internet, sebagian pengguna menggunakan sistem demikian (termasuk saya). Masih "gak banget" buat nge-charge Hp setiap hari, bawa-bawa powerbank atau nge-charger di mana saja. :p
Jika sebelum ini Asus Zenfone Max Pro M1 jadi jenderal, dengan Samsung Galaxy A20 sebagai wakilnya. Keadaan mulai perlu penyegaran (lagi). Si jenderal siap dikasih santai, saat kedatangan pemain baru. Sementara si wakil siap bertugas di tangan yang lain.
Setelah sepuluh tahun lebih bertahan, akhirnya rekor milik Blackberry Gemini di angka (2,7 juta) pecah sekarang. Samsung Galaxy M30s diangkut untuk menjawab tantangan terbaru, punya tenaga battery 6000mAh, tertinggi di kategori gadget mainstream. Padahal bedanya juga tidak banyak, hanya beda dua ratus ribuan aja di angka (2,9 juta), plus ditebus dengan cicilan nol persen pula. Xp
Gadget dengan harga hampir tiga juta memang sudah tidak mewah lagi sekarang, bahkan banyak pula yang lebih tinggi dari itu. Kalau dibandingkan angka tiga juta sepuluh tahun lalu dan sekarang tentu beda, peningkatan daya beli ikut berubah, tiga juta sekarang tidak akan semahal sepuluh tahun lalu.
Lagipula bukan soal seberapa tingginya sebuah angka, tapi bagaimana angka itu punya nilai, serta punya posisi dalam sesuatu hal. Dalam hal ini adalah rekor dalam pembelian pribadi. B)
Untuk harga sudah pecah rekor.
Bagaimana dengan lama pemakaian?
Idealnya diadu dengan kategori smartphone yang sama.
Apakah bisa melampaui dua tahunnya Asus Zenfone C? Sebagai pemain utama.
Menarik ditunggu.
:P