Apa yang terlintas di kepala jika mendengar kata leha-leha? Pastinya kegiatan bersantai, hingga mendatangkan kenyamanan dalam tanda kutip, alias berlawanan dengan kata sibuk dan sejenisnya. Untuk itulah lebih tepat disebut waktu sendiri, rehat sejenak dari rutinitas, dengan tidak melakukan apa-apa.
Leha-leha yang paling sering tentu di rumah masing-masing, karena di sini lah tempat kita pulang dari segala macam kegiatan di luar. Istilah yang terkenal adalah home sweet home, karena mau bagaimanapun bentuknya, pastinya rumah dari setiap orang adalah tempat yang paling nyaman, untuk tinggal dan beristirahat.
Rumah sendiri sudah pasti artinya adalah sebuah tempat tinggal. Bisa dalam arti yang sebenarnya, berupa tempat tinggal yang kita tempati, andai memang kita tinggal di sana. Maknanya bisa jadi agak meluas, jika dilekatkan kepada orang-orang yang merantau, atau tinggal di sebuah tempat untuk ditinggali. Biasanya terkenal dengan sebutan kos-kosan, apartment dan sejenisnya.
Itu untuk tempat yang memang kita tinggal di sana, istilahnya menetap dalam jangka waktu yang panjang. Bagaimana dengan yang jangka pendek? Atau sebagai tempat tinggal sementara saja? Jawabannya tentu ada juga tersedia, biasanya sudah termasuk dalam kategori akomodasi bagi seseorang, tatkala tinggal di suatu tempat selama beberapa lama.
Biasanya akomodasi itu berlaku andai kita mengunjungi sebuah tempat, dengan berbagai tujuan, entah untuk liburan atau kepentingan bisnis. Menetap di sana selama beberapa waktu, bisa kurang dari seminggu, berminggu-minggu, atau bahkan dalam hitungan bulan. Jadi andai kita berkesempatan melakukan perjalanan demikian, artinya sebagai pengalaman berharga pula, tentu harus dimanfaatkan dengan baik.
Antara liburan dan perjalanan bisnis tentu sangat berbeda dalam suasana. Yang satu kita memang ingin refreshing, sementara yang lain kita punya tanggung jawab, untuk bekerja seperti biasanya, tapi hanya berbeda lokasi saja. Keduanya tentu punya perbedaan mencolok, hal itu digambarkan sendiri oleh orang yang pernah menjalani keduanya, antara liburan dan bekerja pasti akan berbeda suasananya.
Jadi yang akan dibahas adalah kegiatan Leha-leha, dilakukan dalam rangka liburan, bukan yang diselingi dari perjalanan bisnis dan sejenisnya. Kegiatan bersantai liburan di tempat lain tentu sudah sangat biasa, tempat lain itu termasuk luar kota atau luar daerah, alias memang agak jauh dari tempat tinggal kita.
Kemudian ada istilah yang terkenal untuk kegiatan berleha-leha ini, kata yang mulai populer beberapa tahun belakangan itu adalah staycation. Ada juga yang bilang kegiatan staycation itu adalah sebuah liburan hemat dan murah, karena kita hanya tinggal di tempat menginap saja bersantai-santai, di mana saja tempatnya. Tapi bagi saya andai staycation itu dilakukan di luar kota atau daerah lain, tentu hitungannya sudah termasuk liburan, tapi tidak banyak agenda jalan-jalan selama liburan tersebut, karena hanya diam di tempat menginap saja.
Misal ada seseorang melakukan perjalanan ke Bali, kemudian yang bersangkutan hanya diam bersantai di tempat menginap saja, hingga kepulangannya beberapa waktu kemudian. Menurut saya kegiatan itu tidak termasuk dalam staycation, meski hanya tinggal di satu tempat saja. Kenapa? Karena meski kegiatannya menetap, tapi diawali dengan melakukan pergerakan dulu, dalam hal itu menuju daerah Bali, jadi hitungannya sudah ada rangkaian perjalanan di dalamnya.
Menurut saya staycation itu berlaku terbatas pada tiap-tiap orang, sesuai dengan daerah tempat tinggal masing-masing. Lebih tepatnya kegiatan itu masih berada di dalam kota, tidak perlu jalan ke mana dulu, entah luar kota atau daerah. Staycation dikatakan sebagai pilihan liburan yang hemat murah dan cepat. Pastinya kriteria itu dilakukan di kota sendiri, bukan di tempat lain. Xp
Jadi untuk bahasan kali ini saya akan mengangkat staycation, tentunya berlaku di dalam lokasi saya sendiri. Kegiatan berdiam atau menginap di sebuah fasilitas, berlokasi tidak jauh atau masih dalam satu daerah dengan tempat tinggal kita sendiri.
Awalnya pengalaman ini cukup menggelitik juga untuk dilakukan, karena tinggal di Jakarta, maka tidak pernah terpikir untuk bermalam di hotel di Jakarta Tangerang atau Bekasi yang bersebelahan. Hingga momentum itu terjadi tanpa disengaja, berawal dari kegagalan saya dan teman untuk refreshing ke Puncak, hingga jalan ke daerah yang dekat saja di Karawaci.
"Gak bener ini, ngapain menginap di sini?!" celetuk satu teman.
"Yeh coba dulu, sekali-kali tidak apa lah" timpal yang lain.
Salah satu teman rupanya tetap ingin "berlibur" dan tidak ingin batal, hingga sengaja mengalihkan tujuan ke lokasi yang dekat, serta tetap punya rencana untuk bermalam di sana. Satu kegiatan yang belum biasa dilakukan oleh saya dan satu teman lain, berupa staycation atau diam bersantai di suatu tempat. Teman saya yang lain sampai menggerutu, tentang keanehan menginap di Tangerang, sedangkan tempat tinggalnya tidak jauh di Jakarta.
Sebuah pengalaman yang memang cukup unik, hingga melewatkan liburan khusus itu sebagai hiburan, karena mungkin ada kejengkelan karena batalnya rencana kami liburan jalan ke Puncak. Sekaligus terasa aneh menikmati liburan di sana, tempat menginap yang dekat, tapi sebetulnya mendatangkan sesuatu yang baru dan tidak biasa.
Pada akhirnya ketika pagi hari saya langsung keluar dan kembali, sementara kedua teman saya sarapan pagi. Mereka berdiam di sana hingga menjelang tengah hari, sekaligus menikmati fasilitas kolam renang di sana juga. Pertama kalinya juga merasakan staycation, mengetahui bahwa kegiatan itu juga digemari sebagian orang, serta nantinya akan semakin digemari oleh banyak orang.
Pengalaman kedua akhirnya datang kembali, melalui ajakan teman pada satu waktu. Secara kebetulan kami semua dapat meluangkan waktu, menjelang akhir pekan untuk menginap satu malam. Berlokasi di tengah kota Jakarta, sepertinya akan seru juga menginap di kota sendiri. Pada kala itu kegiatan staycation mulai biasa saja bagi saya, tidak terlalu aneh seperti pada pengalaman pertama, sepotong ceritanya sudah diangkat di sini di bagian awal tulisan.
Pada kesempatan itu tiga teman saya sudah masuk lebih dulu, menikmati fasilitas di sana seperti kolam renang. Kemudian menjelang petang baru saya menyusul ke sana. Bersantai ria dengan cemilan yang dibeli melalui jasa transportasi online. Melewatkan waktu dengan mengobrol di sela kesibukan kami masing-masing.
Kemudian esoknya saya juga menikmati fasilitas yang tersedia, kolam renang yang ukurannya cukup panjang hingga ke ujung bangunan. Serta ada tempat untuk sauna meski dengan fasilitas minim seadanya, sementara tersedia pula tempat pijat (berbayar) di sana. Hingga akhirnya keluar lebih dulu menjelang siang, sementara ketiga teman saya itu baru keluar sampai batas waktu.
Staycation yang mulai lumrah dilakukan oleh banyak orang. Untuk saya sendiri masih belum sepenuhnya kejadian, karena asal mulanya berangkat dari ajakan teman. Berbeda dengan style yang biasa saya lakukan untuk refreshing, untuk menikmati suatu tempat maka hal itu bisa dilakukan sendiri.
Kemudian mulai ada rencana untuk bermalam soliter, sesuai dengan style dan kegemaran saya. Biasanya untuk menginap di luar kota, biasanya ada agenda lain yang waktunya berbarengan, seperti mengunjungi satu tempat wisata dan sejenisnya. Tapi untuk di dalam kota belum pernah dilakukan, hingga muncul niatan tersebut.
Seringkali saya selalu membuka halaman internet, untuk memesan atau mem-booking kamar di hotel di dalam kota. Pilihannya juga sangat beragam, dimulai dari kelas berbintang yang mewah, hingga kelas dengan harga yang terjangkau. Keseruan cuci mata melihat akomodasi itu berlanjut, tapi tidak pernah dilakukan sama sekali. Xp
Selama beberapa kali ingin menginap di dalam kota, selama itu pula berakhir dengan kegagalan. Atau dialihkan ke arah luar kota (lagi), mencari-cari tempat wisata di tempat jauh, sekaligus bisa sekalian bermalam di sana pada momen tertentu. Jadinya niat untuk bersantai dan bermalam di dalam kota masih sekadar wacana saja.
Hingga akhirnya mulai terkuak tentang selera untuk staycation di kemudian hari. Contohnya berlokasi di daerah mana, dekat dengan pusat keramaian atau tidak. Berlanjut di mana letak posisinya, apakah berdiri sendiri sebagai bangunan, atau menyatu dengan fasilitas lain di bangunan yang sama. Kriteria itu mulai terbentuk dengan sendirinya, karena wisata bersantai ria idealnya juga dilakukan dalam keadaan senyaman mungkin. :P
Salah satu pertimbangan penting adalah tentang lokasi, karena kota Jakarta cukup luas, tapi tidak terlalu punya zona wisata "turis" seperti negeri tetangga. Keramaian yang bisa diakses dengan berjalan kaki sangat minim, mungkin juga karena tipikal orang lokal yang tidak suka jalan kaki. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh, orang kita lebih memilih jasa transportasi, jadinya cukup sulit untuk menemukan zona wisata yang agak panjang dan luas.
Tapi untuk lokasi, sepertinya saya menemukan zona nyaman yang cukup baik, meski masih kalah jauh jika dibandingkan Bukit Bintang atau Jalan Petaling di KL, atau beberapa lokasi di dekat pusat kota Singapura. Pilihan lokasinya itu masih di seputar Kota, misalnya daerah Kota Tua hingga ke arah Kali Besar, atau dari Beos hingga Glodok dan Pancoran, kemudian sampai di pertigaan Olimo, berbelok ke arah Mangga Besar.
Pilihan kedua adalah di kawasan pusat kota dekat bundaran Hotel Indonesia, hingga ke jembatan Dukuh Atas. Kemudian di arah lainnya dari perempatan Gedung Sarinah ke arah belakang di dua arah yang berbeda, antara jalan Sabang dan jalan Wahid Hasyim. Memang wilayahnya hanya sepotong-sepotong saja, agak berbeda dengan negeri tetangga yang punya satu zona wisata khusus, yang ramah dan nyaman bagi pejalan kaki, hingga masuk dalam kriteria sebagai tempat melancong yang nyaman (bagi saya).
Selain lokasi, posisi juga cukup penting menurut pandangan saya. Jika melihat pembangunan yang terus berlangsung hingga kini, maka akan kita jumpai banyak gedung-gedung tinggi. Bahkan dalam satu bangunan itu punya beberapa macam fasilitas, serta dengan kualitas yang berbeda pula. Tentunya hal ini bisa menjadi pertimbangan, meski tentu yang jadi andalan sebuah akomodasi adalah ruang dalamnya, istilah kerennya itu don't judge a book by its cover.
Bagi saya cover itu kurang penting, tapi jadi krusial jika terdapat cover lain dalam wadah yang sama. Itulah yang saya maksud tentang satu bangunan (wadah), tapi punya berbagai fasilitas (cover) secara bersamaan. Jadi menurut saya, liburan staycation itu harus punya nilai plus dibandingkan rumah kita sendiri. Tentunya nilai plus antar pribadi bisa berbeda-beda, hingga sifatnya cukup relatif, jadinya saya akan mengangkat dari nilai plus ala saya sendiri. Xp
Ambil contoh sebuah akomodasi hotel berbintang di pusat kota ini, secara tingkat bintang sudah cukup tinggi, hingga fasilitasnya pasti yang terbaik. Tapi apa yang kurang dalam tanda kutip? Bagi saya posisinya yang mulai kalah, karena dari bangunan sudah kalah tinggi dengan gedung perkantoran di titik yang sama, atau apartment mewah dengan nama yang sama. Imbasnya? Pekerja di sana bisa "mengintip" aktifitas tamu, mengarah ke wilayah kolam renang yang terbuka.
Kemudian contoh lainnya hotel berbintang di pusat perbelanjaan di bawah ini. Coba perhatikan bangunan di titik yang sama. Posisi akomodasi hotel berbintang ini jadi kalah (lagi), jika dibandingkan dengan gedung apartment mewah di belakangnya. Jadi istilahnya cover terbaik itu masih kalah, karena ada cover lain yang lebih tinggi bersebelahan.
Itu jika bicara sebuah akomodasi yang posisinya menyatu dengan fasilitas lain. Secara pribadi perbandingan ini cukup seru dilakukan, sebagai pemerhati dalam tanda kutip. Bagaimana jika tidak ingin dibandingkan? Idealnya sebuah akomodasi hotel itu perlu berdiri sendiri. Maksudnya? Punya bangunan tersendiri, serta tidak ada fasilitas lain yang terhubung menjadi satu pondasi.
Jika demikian, maka tidak ada perbandingan secara langsung. Bangunan akomodasi yang tingginya tidak seberapa, asal punya pondasi sendiri, jadi tidak layak untuk dibandingkan dengan fasilitas lain, atau bangunan lain yang lebih tinggi, karena memang wilayahnya sudah berbeda dan berada di luar "pagar". Untuk itulah sebuah kemandirian akan lebih punya daya yang kuat. B)
Kemudian selain lokasi dan posisi, ada pula pertimbangan lain yang masuk dalam hitungan. Apa itu? Yaitu tentang pemandangan yang akan kita dapatkan. Hal itu sesungguhnya juga sudah masuk kriteria, khususnya mengenai memilih akomodasi penginapan di tulisan yang tadi di singgung di sini.
Contoh untuk posisi dari hotel yang ada di Google Maps di bawah ini, terdapat dua tempat yang sengaja saya pilih.
Dari jendela kamar yang disewakan di sana, maka pemandangannya akan mengarah ke sekitar wilayah di sana. Misalnya jembatan Dukuh Atas dengan hiasan gedung-gedung tinggi (All Season), serta keramaian jalan Wahid Hasyim (Ibis Arcadia), yang berujung di jalan M.H Thamrin, sebagai lokasi pusat kota untuk gedung-gedung perkantoran.
Niat untuk staycation juga masih belum kesampaian, karena adanya berbagai alasan. Utamanya tentang belum adanya kepentingan, alias masih sekadar wacana saja. Melihat-lihat display akomodasi tetap jalan sebagai hiburan, tapi tidak pernah ada yang sampai terealisasikan dengan baik.
Hingga kemarin ini belum lama (akhirnya) saya bisa staycation untuk berlibur kilat. Tempatnya di mana? Lokasi yang sudah sangat familiar, sebagai akomodasi tua dan sudah eksis lama. Xp
Jadinya pertimbangan ini cukup masuk akal, hingga akhirnya saya memilih pemandangan di jalan utama daerah Barat Ibu Kota, sebuah lokasi yang sudah biasa dilewati. Di antara beberapa gedung di sana yang punya akomodasi hotel dan sejenisnya, pilihan jatuh kepada bangunan yang paling ujung, sesuai dengan dokumentasi malam hari di atas, sementara untuk sore harinya di bawah ini.
Beruntung pula niat untuk mendapatkan pemandangan yang diinginkan kejadian, karena saya mendapat kamar dengan arah jendela yang sesuai, yaitu pada sisi kiri di sebelah selatan. Sebaliknya jika mendapat kamar sisi kiri di sebelah utara, maka jendelanya akan menghadap kolam renang, seperti foto di bawah ini di sebelah kiri. Dari sana pemandangan mengarah ke jalan Latumenten, di sana sudah tidak ada lagi "hiasan" gedung-gedung tinggi.
Setelah diingat-ingat, pemandangan dan ketinggian sejenis juga sudah berulang kali saya rasakan. Terlebih ketika masih punya kegiatan harian, di salah satu gedung yang masuk dalam bidikan foto saya di atas. Hanya berbeda titik lokasi saja, hingga pemandangannya tentu akan sedikit berbeda. Xp
Staycation itu hanya untuk sementara saja, karena setelahnya kita akan kembali ke tempat tinggal. Tempat yang bernama pulang inilah yang penting, sebagai tempat leha-leha yang tidak terlalu diperhatikan, karena memang sifatnya yang sangat biasa.
Mana yang lebih penting? Sesuatu yang (sangat) biasa dan menjadi bagian dari diri kita, hingga kadang keberadaannya tidak terlalu disadari. Atau yang memang luar biasa? Tapi ternyata itu bukan bagian dari diri kita, kemudian sifatnya hanya sementara saja. Jawabannya kembali lagi pada masing-masing kita, bebas-bebas saja. :))