Selasa, 01 Februari 2022

Bis Jarak Dekat


Untuk tulisan kali ini, bahasannya sudah ingin saya tuliskan sejak dulu, tapi ternyata memang harus menunggu bahasan lain, agar bisa diangkat bersamaan dan lebih lengkap dalam tanda kutip. Tujuannya agar dapat perbandingan, serta mengetahui seberapa jauh perkembangan dari layanan yang akan dibahas ini, jika melihat judul pasti sudah pada tahu. :D

Bahkan pada saat tahun lalu, ada sebuah tulisan saya yang agak menyerempet di sini. Karena saya bergerak di sekitar lokasi layanan tadi, meski tidak ada tujuan untuk menggunakan layanan tersebut kala itu. Hanya ingin mendapat sebuah identitas simbol saja, yang dikeluarkan oleh badan pengelolaan layanan transportasi tersebut. Alias hanya ingin membeli kartu uang elektronik edisi khusus saja, tersedia di semua halte bis. Xp

Pada awalnya kemunculan bis ini menuai pertentangan, karena akan menggunakan jalur khusus untuk dilalui. Imbasnya jalan raya akan berkurang satu jalur, tentu untuk wilayah yang lebar jalan utamanya terbatas akan bisa tersendat. Tapi pada akhirnya beruntung semua dapat lancar, lagipula tujuannya untuk mendorong warga menggunakan transportasi umum. Tambahan lagi agar wilayah ibu kota punya layanan transportasi khusus, aman dan nyaman, itu yang terutama.

Kemudian kita kilas balik lagi dengan kondisi transportasi ibu kota, secara kebetulan saya juga pernah jadi pengguna layanan tersebut. Pernah menjalani rute harian selepas pulang sekolah, antara Kopaja P16 dan Mikrolet M11. Kemudian salah satu yang buat jengkel adalah sistem mandiri dari para operator transportasi tersebut, dengan istilah terkenal kejar setoran. Mereka bisa menjalankan trayek (rute) sesukanya, jika kendaraan penuh memang itu tujuan mereka, karena pundi-pundi tarif sewa dari penumpang akan masuk.

Sebaliknya jika sedang kondisi sepi, tentu punya resiko tersendiri, karena biaya operasional akan membengkak, terutama dari bahan bakar. Hal itu berlaku pada semua jenis transportasi, termasuk kecil dan sedang. Khusus untuk jenis kecil Minibis, penumpang akan ditanyai tujuannya ke mana, jika masih terlampau jauh akan dioper ke minibis lain. Kemudian untuk jenis bis tanggung lebih agak bertanggung jawab, karena semua penumpang akan dioper ke bis lain tanpa ditanyai tujuan akhir.

Memainkan rute sesukanya itu masih cukup wajar, karena istilah mengejar setoran memang berlaku dalam keadaan yang sebenarnya. Tapi yang paling menjengkelkan adalah tentang keamanan, karena ada pelaku kejahatan yang menyasar penumpang mereka. Dari pencopetan (mencuri diam-diam), sampai pemalakan atau penodongan (mencuri terang-terangan). Biasanya mereka tentu mengincar penumpang yang dirasa ada uang, atau membawa barang "mahal" untuk dirampas paksa.

Kedua bagian menyebalkan itu tidak bisa dihindarkan, sebagai resiko menggunakan transportasi jaman dulu, kenapa bisa begitu? Karena operator transportasi berjalan sendiri-sendiri, tidak ada "penanggung jawab" atas operasional mereka. Kemudian siapa saja bebas masuk, mulai dari pengamen, pedagang asongan, termasuk mereka yang punya niat tidak baik. Hal itu cukup tergambar dalam sebuah lagu, dinyanyikan oleh satu grup band, disertai video klip yang menggambarkan keadaan tersebut. :P

Tapi dibalik hal yang tidak membuat nyaman tersebut, tentu ada bagian menarik yang ikut jadi kenangan.  Kebetulan itu terjadi pada bis tanggung Kopaja P16 yang saya naiki, ada satu kelompok yang sengaja memodifikasi bis mereka, agar terlihat menarik dan keren dipandang. Caranya dengan memasangan stiker di bagian kaca depan atas, atau di kaca bagian belakang secara penuh. Salah dua yang terkenal (bagi saya) adalah bis dengan identitas "COMMANDO" dan "AQUARIUS", disertai pula klakson bertentuk terompet di bagian tengah atas, untuk zaman sekarang mungkin serupa dengan klakson telolet.

Selain bis tanggung, ada pula bis besar yang beroperasi, tentunya mereka melintasi jalan besar atau protokol. Untuk jenis bis ini tidak pernah saya gunakan, karena memang tidak ada tujuan yang harus dilalui rute mereka. Salah satunya yang terkenal adalah Mayasari Bakti. Konon dari ceritanya, untuk bis besar rawan juga untuk pencopetan.

Sementara untuk bagian mikrolet tidak ada ingatan yang menancap, karena jumlahnya cukup banyak, serta tidak ada supir yang mempunyai jiwa seni untuk menghiasi tunggangannya. Sebaliknya hanya pengalaman buruk saja yang teringat, apa itu? Jawabannya berupa pemalakan, terjadi sekali dua kali oleh orang-orang yang kekurangan uang. Praktis sejak bebas dari sekolah, saya jadi ogah menggunakan angkutan umum, karena masalah keamanan tersebut, meski untuk kenyamanan masih bisa diatur. Lebih memilih bawa kendaraan pribadi saja yang hemat dan aman, kala itu belum ada transportasi online seperti sekarang. :))

Hingga akhirnya kemunculan bis Transjakarta menimbulkan optimisme baru, menyangkut dua faktor utama yang disebutkan di atas. Keamanan dan kenyamaman, karena dikelola oleh satu badan sebagai operator, serta bertanggung jawab secara langsung kepada pemerintahan di wilayah ibu kota. Secara rute, mau ramai atau sepi, tentu mereka akan tetap jalan hingga tujuan akhir, sebelum balik ke kandang masing-masing pada saat jam operasional tutup.

"Ini mah murah banget, dari dulu kayaknya cuma tiga ribu lima ratus tidak pernah berubah" ucap teman saya, ketika menyinggung layanan itu pada satu waktu. Yang bersangkutan mendapat keberuntungan, karena tempat tinggalnya dilalui oleh jalur bis tersebut, setelah adanya perpanjangan rute di salah satu koridor.

Saya sendiri sampai sekarang masih bisa dihitung oleh jari, tentang berapa kali menggunakan jasa transportasi ini. Pertama itu ketika ada perjalanan wisata ke Papandayan, saya naik bis jarak jauh antar kota menuju Garut, kemudian pilih naik dari arah Lebak Bulus, ketika pergi dan pulang, dengan sedikit drama kecil yang terjadi, karena baru pertama kali dan tidak tahu cara pembayarannya, sudah diceritakan di tulisan yang agak menyerempet tadi. Xp

Kala itu saya tidak terlalu tahu semua rute, karena hanya berfokus pada sepotong jalur saja, dari halte Kebon Jeruk mengarah ke Lebak Bulus sebagai tujuan akhir. Tidak terlalu peduli bis itu datang dari arah mana, serta punya nomor koridor berapa. Belakangan di ketahui jalur yang melewati Jalan Panjang itu merupakan koridor delapan. Ternyata pada tahun 2015 itu rutenya sudah ada delapan dan bisa saja lebih.

Untuk sekarang dan belum lama ini, akhirnya saya juga menaiki bis Transjakarta (lagi), untuk kedua kalinya. Bukan jalan untuk pergi dan pulang, tapi hanya untuk pulang setelah tiba di ibu kota melalui pintu stasiun kereta. Kali ini saya mulai melihat-lihat rute yang tersedia dan melewati mana saja, untuk menuju halte Kebon Jeruk, sebagai tempat yang bisa dijangkau oleh alat transportasi umum ibu kota tersebut.

Dari stasiun Gambir menuju halte yang posisinya ada di sebelah utara, karena yang di sebelah selatan itu tujuan arahnya berbeda. Sedikit norak dengan update story dengan mengambil potongan video beberapa detik, tidak apa juga untuk sekali-kali. Sebetulnya halte itu juga sudah cukup sering dilewati, tapi saat berada di dalam tentu ceritanya berbeda. Xp


Pertama kalinya pula saya berada di dalam halte Harmoni, yang jadi pusat pergerakan sebagian besar bis Transjakarta. Setahun yang lalu itu hanya datang di pintu masuknya saja, untuk membeli kartu uang elektronik. Di dalam sana cukup ramai dengan penumpang, berbaris sesuai dengan jalur tujuan keberangkatan. Hingga akhirnya ikut mengantri di barisan koridor delapan, dengan rute Harmoni - Lebak Bulus, kemudian beberapa bis hanya sampai di halte Pondok Indah Mal. 

Sebuah rangkaian perjalanan yang cukup unik, karena selain baru kedua kalinya menggunakan bis Transjakarta, saya juga pertama kalinya pula menggunakan transportasi online, tapi di kota lain. 

Pertama kalinya naik transportasi online.
Niat mau naik Gerobak Besi tapi tidak dapat cukup lama,
Jadi tukar Kuda Besi langsung dapat.


Niat mau naik Kuda Besi tapi tidak dapat-dapat,
Tukar Gerobak Besi langsung dapat.


Untuk di kota sendiri di Jakarta pengalaman juga terjadi sekaligus, setelah keluar dari halte Kebon Jeruk tadi ingin pakai transportasi online pertama kalinya. Pada sore itu ternyata cukup susah juga dapatnya, karena berbarengan dengan jam pulang kerja. Barisan ojek hijau yang mangkal ternyata tidak ada yang ambil orderan, alasannya lebih pilih mengambil penumpang yang satu arah dengan tempat kepulangannya, hingga akhirnya menemukan biker yang mau mengantar sesuai dengan rute aplikasi.

Ekspansi perusahaan bis Transjakarta kini semakin gencar, karena mulai mengambil rute-rute dari angkot lama. Bahkan mengakuisisi mereka, agar armada yang digunakan lebih baru dan nyaman, disertai pemberian identitas baru melalui nomor rute yang berbeda dari sebelumnya. Untuk transportasi minibis yang dulu didominasi Mikrolet dan KWK, akhirnya disatukan dengan kode rute JAK. Sementara untuk bis tanggung kemungkinan juga serupa, karena mulai beroperasi menggantikan kendaraan angkot yang sudah uzur. Sebagian jadi bis feeder (pengumpan), dengan tujuan halte bis Transjakarta terdekat.

Selain dari pada transportasi roda karet (bis, bis tanggung dan minibis), adapula jenis transportasi lain, misalnya KRL dan MRT yang masuk dalam kategori roda besi. Keduanya punya rute dan jalur yang sudah ditentukan sebelumnya, alias terikat pada peraturan. Berbeda dengan jenis transportasi online, mereka sifatnya bebas melenggang ke mana saja, seperti taksi biasa.

Nah ini adalah cerita untuk bis jarak dekat (pastinya di dalam kota), bagaimana dengan jarak jauh? Ada juga ceritanya sendiri. Sebuah jenis transportasi yang dikenal dengan sebutan bis AKAP, alias antar kota antar propinsi.