Untuk cerita kali ini, tema sejenis sudah didongengkan lebih dulu di sini. Berbicara mengenai alat transportasi yang memakai jalur khusus. Kemudian secara fisik juga mendapat julukan, alat angkut dengan tenaga roda besi. Jadinya untuk dongeng kali ini masih punya kemiripan, karena masih akan membicarakan sebuah fasilitas umum di sekitar kita.
Jika melihat judul, sebutan kiasan untuk transportasi roda besi ini cukup tepat. Ular Besi adalah nama lain dari kereta yang ukurannya panjang, serta bisa menampung banyak penumpang di dalamnya. Hampir serupa dengan kiasan lain seperti Kuda Besi untuk motor roda dua, Gerobak Besi untuk mobil roda empat dan lebih, bahkan Burung Besi untuk pesawat udara.
Jadi untuk sekarang pengalaman menjajal jenis transportasi ini cukup menarik. Terlebih berlokasi di dalam kota, dalam hal ini menunjuk kota Jakarta sebagai tempat tinggal penulisnya. Pada tulisan Roda Besi itu, sempat disinggung pula, ketika menjajal kereta MRT dan KRL di waktu berlainan. Bedanya kali ini akan ada tambahan untuk melengkapi, bahkan ada perbandingan dengan fasilitas serupa di tempat lain.
Untuk Kereta Api (Uap) atau diesel yang tanpa listrik, pada umumnya berjarak jauh antar kota. Beruntungnya pengalaman pertama saya ada di dalam negeri, di rute Jakarta Bandung. Kemudian untuk kereta jarak dekat di dalam kota, justru dilakukan pertama kali di luar negeri, misalnya KRL dan LRT di Kuala Lumpur, serta MRT di Singapura. Memang agak telat mencoba fasilitas kereta dalam negeri, itu karena belum adanya kepentingan yang datang.
Langsung saja perbandingan diangkat di sini. Untuk kawasan negeri Singapura, sudah pasti fasilitas transportasinya paling canggih. Jalur kereta MRT menjelajahi hampir di seluruh wilayah, sementara untuk kawasan kecil di pemukiman konon disediakan kereta LRT. Hampir seluruh stasiunnya terhubung dengan gedung-gedung di sana, andai ada di kawasan ramai di bagian selatan, daerah yang jalurnya itu ada di bawah tanah. Sementara untuk bagian utara itu menggunakan jalur layang, misalnya di stasiun Kranji.
Untuk harga konon juga cukup tinggi, tapi sebanding dengan fasilitas yang ditawarkan. Saya menjajal transport tersebut pertama kali di tahun (2011). Sebagai turis bisa membeli tiket unlimited STP, caranya hanya menunjukan paspor saja. Hingga kita bebas sesukanya menjelajahi jalur tanpa batas seharian penuh, antara satu dua atau tiga hari yang dipilih. Terakhir ke sana di tahun (2019) juga sama, bahkan beli kartunya itu di mesin dengan scan paspor.
Perbandingan lain ada di jalur KRL di Kuala Lumpur, kala itu saya menjajal pertama kalinya di tahun 2011 (juga), untuk bergerak selama di sana. Hingga mengetahui bahwa di sana sebetulnya punya beberapa jenis kereta yang berlainan. Salah satu yang beroperasi kala itu adalah jenis kereta LRT, punya stasiun terpusat satu atap dengan KRL, di sana disebutnya KTM. Bedanya jika LRT ada di lantai atas dengan jembatan yang menembus gedung, maka jenis KRL berada di lantai bawah.
Kemudian di Kuala Lumpur itu ada juga jenis kereta lainnya bernama Monorail. Pertama kali ke sana stasiunnya agak terpisah berada di luar gedung KL Sentral, sebagai titik utama transportasi di pusat kota. Hingga kunjungan terakhir ke sana (2019) sudah ada perkembangan, karena berdirinya satu pusat perbelanjaan bernama NU Sentral yang jadi penghubung, tanpa kita harus berjalan keluar dari gedung seperti dulu.
Selain itu pada kesempatan terakhir tersebut, di sisi lain gedung KL Sentral juga sudah beroperasi satu jalur baru, kereta berjenis MRT yang satu jenis dengan kereta yang berada di Singapura. Pada saat terakhir kali kunjungan ke negeri tetangga itu, ternyata saya masih belum pernah menjajal kereta dalam kota di negeri sendiri. Xp
Kala itu memang transportasi dalam negeri sedang berbenah (2011), hingga kita melihat cara kerja transportasi yang sudah lebih baik sekarang ini. Secara kebetulan pengalaman menjajal transportasi jenis ini cukup unik untuk tiga tahun belakangan ini. :))
Kawasan Dukuh Atas mungkin bisa disandingkan dengan KL Sentral, karena posisi yang strategis di tengah kota, jadi titik berkumpulnya beberapa jalur roda besi. Tapi hal itu tidak berlaku dengan gedungnya, karena di daerah kita itu stasiunnya berdiri sendiri-sendiri. Misalnya KRL Sudirman itu tidak satu atap, melainkan bersebelahan dengan MRT Dukuh Atas. Kemudian yang terbaru adalah LRT Dukuh Atas posisinya ada di seberang sungai Ciliwung, tapi bisa dijangkau dengan jembatan penyeberangan "kekinian" dari stasiun KRL, oleh karena pengelolanya sama yaitu KAI.
Sejauh ini tempat perhentian transportasi darat paling bagus itu di stasiun Gambir, yang secara ukuran dan fasilitas (menurut penulis) masih kalah dengan KL Sentral. Mungkin saja di masa depan nanti akan ada satu atap terpusat, menaungi berbagai moda transportasi di wilayah kita sendiri. Konon untuk rencana ini sedang berjalan, dengan pengerjaan dan perluasan lokasi stasiun Manggarai. Bahkan dari kabar nantinya kereta jarak jauh akan berangkat dari sana.
Akhirnya untuk cerita terbaru tentang Ular Besi alias kereta dalam kota. Mungkin ada beberapa tambahan dari tulisan terakhir. Misalnya saya baru saja mencoba jalur kereta layang, dari arah Kota hingga Manggarai. Bahkan bagian interior dalam stasiun Jakarta Kota sendiri, itu baru saya ketahui di tahun ini. Sebuah "pencapaian" yang tidak biasa bagi saya, untuk satu pengalaman pribadi yang berkesan. Satu tempat yang seringkali dilewati, akhirnya tahu juga situasi dan kondisi di dalam sana. :P
Kemudian yang terbaru adalah menjajal jenis kereta LRT, untuk jalur Jabodebek yang sudah beroperasi dari Dukuh Atas, menuju dua arah berbeda Harjamukti (Depok) dan Jatimulya (Bekasi). Pada saat uji coba lalu ada keinginan langsung menjajal, tapi ternyata diperuntukan untuk warga yang sudah mendaftar terlebih dahulu. Hingga perlu mengurungkan niat agar sedikit lebih bersabar. B)
Tidak pakai lama, pada bulan September ini mulai dibuka untuk umum, dengan tarif promosi senilai lima ribu rupiah saja. Tentu saya juga tidak ingin melewatkan kesempatannya, karena butuh sesuatu yang baru sebagai penyegaran. Fasilitas transportasi LRT ini cukup canggih dan maju, memberikan pengalaman yang baru dalam tanda kutip.
klik di sini.
Artinya kita tidak kalah dengan negeri tetangga, karena masih akan terus berbenah memberi kenyamanan bagi masyarakat. Lebih baik terlambat ketimbang tidak ada sama sekali, setuju? Itulah bentuk wajah transportasi kita, khususnya di wilayah Jakarta. Konon fasilitas transportasi ini menjadi wahana wisata bagi sebagian warga, biasanya di hari-hari libur dan akhir pekan, berlaku juga untuk saya sendiri. Xp
Kemudian jika berkaca dari pengalaman pertama kali saat menaiki kereta, ingatan akan terbang pada rute Jakarta Bandung di zaman dulu. Pada saat sekarang tetap ada melayani perjalanan secara reguler, sebuah rute yang memang cukup populer. Bahkan nanti akan semakin banyak pilihan, karena adanya fasilitas kereta cepat KCIC yang akan diluncurkan tidak lama lagi (rencana bulan Oktober 2023).
Jadi sepertinya menarik untuk menjelajahi rute pertama saya itu. Nama yang tersemat di rute perjalanan tersebut bernama Argo Parahyangan, sebuah identitas yang khas dan ikonik dari tujuan sana di wilayah bumi Pasundan.
Pada saat dongeng ini dibuat, tentu saya sudah mengantongi tiketnya pergi dan pulang. Mungkin inilah juga yang menginspirasi saya, menjadikan pengalaman ini sebagai penutup tulisan. Hingga video perjalanan singkatnya (sudah) ikut eksis di bawah ini. Sekaligus mengetahui bagaimana jalur kereta yang berputar-putar di bukit, utamanya dari daerah Purwakarta ke Padalarang.
Jadi cerita selipan tentang rute Jakarta Bandung ini, agak berlainan dengan tema utama tentang menjajal kereta jarak dekat. Perbandingan tentang stasiun dan jenis kereta, antara dalam kota di negeri sendiri, dengan luar negeri tetangga. :D