Untuk cerita kali ini, idenya terlintas dengan spontan, jadi bukan tema yang sudah disiapkan sejak lama. Awalnya karena melihat sebuah cuplikan film, serta ada dialog menarik yang memberi sudut pandang baru dalam tema tersebut. Jadi hingga tulisan ini keluar mengalir sedemikian rupa, kemudian naik dipublikasikan.
Memangnya tema apaan tuh? Jika membaca judul pasti sudah tahu. Pemandu Wisata, sebuah istilah yang tidak asing di telinga kita. Pengertiannya seseorang yang memberi petunjuk, serta mengarahkan kita para peserta, atau pengguna jasanya di bidang perjalanan wisata. Sepertinya tema ini menarik untuk diangkat, ide yang terlintas secara cepat langsung berkembang dengan segudang pengalaman.
Awal mulanya langsung saja kita lihat sumber inspirasinya, kita simak video dari cuplikan film di bawah ini. Di sana mereka membedakan istilah, tentang turis dan traveler, meski dalam kata kerjanya serupa, yaitu seseorang yang melakukan perjalanan ke suatu tempat. Hal inilah yang membuat saya langsung tertarik, untuk langsung menonton filmnya. Meski cuplikannya sendiri sudah saya ketahui cukup lama, tapi belum ada ketertarikan datang, sebelum ide tulisan ini datang melintas.
Tapi sebelum kita kupas sedikit tentang cerita filmnya, cerita tentang Pemandu Wisata ini menarik untuk dibahas. Kita bisa mendapatkan pengalaman yang berkaitan dengan mereka, sudah pasti karena menggunakan jasa mereka, seperti ambil paket tour dari mereka. Dari sini pada awalnya saya menyangka, bahwa wisata sendiri dan menggunakan tour itu beda kelas, tapi ternyata tetap menyajikan tujuan yang sama, tapi dengan cara dan jalan yang berbeda saja, antara kemudahan dan kebebasan.
Pengalaman pertama saya adalah ketika berwisata ke Bali, bersama keluarga dulu. Kala itu saya belum gandrung dengan perjalanan wisata, jadi hanya mengikuti susunan acara saja. Dari semua jadwal yang disiapkan, ternyata ada satu tempat baru yang disisipkan, karena keluarga meminta kunjungan ke Taman Safari Bali, jadi tujuan yang dihapus itu daerah Tampaksiring. Artinya jadwal perjanan yang disusun pihak tour travel bisa berubah, tergantung kesepakatan saja.
Jika berlibur bersama keluarga, umumnya mereka tidak ingin ribet dengan segala urusan, hingga menyewa jasa tour saja. Hanya tinggal duduk dan ikut, serta mendapat penjelasan dari sang Pemandu Wisata tersebut, sesuatu yang tidak akan kita dapatkan andai jalan sendiri. Jadi kita akan mendapat pengalaman lain, berupa cerita lokal yang berlaku di sana secara otomatis.
Kemudian saya mulai gandrung jalan wisata, hingga menganggap bahwa liburan dengan menggunakan jasa tour itu kurang menantang. Jadi saya lebih banyak jalan sendiri, untuk mengunjungi tempat yang jadi incaran. Imbasnya hanya sekadar berkunjung saja, tanpa mengetahui bagaimana cerita dari tempat wisata tersebut.
Apakah cerita tentang tempat wisata hanya bisa didapat dari jasa Pemandu Wisata? Ada yang bilang jalan sendiri juga bisa, tapi kitanya yang harus aktif berinteraksi dengan warga lokal. Pada akhirnya menurut saya ini akan kembali pada masing-masing, setiap kita pasti punya ketertarikan yang berbeda-beda.
Kemudian ada juga Travel Blogger, seseorang yang berprofesi sebagai penulis di bidang perjalanan ini. Beberapa di antara mereka menampilkan biodata, tentang seberapa jauh jarak yang ditempuh, atau negara mana saja yang sudah dikunjungi. Tidak masalah untuk pencapaian mereka, bisa jadi memang itu sebuah kebanggaan bagi mereka, tidak ada yang salah lagipula, setuju?
Tapi sebagian orang (oknum) ada yang tidak senang, pastinya kita tidak akan bisa menyenangkan semua orang. Barisan yang kurang suka ini beranggapan, kalau hanya jarak terjauh, supir bis Antar Kota Antar Propinsi, atau pilot maskapai penerbangan pasti akan unggul, kenapa? Karena mereka punya perjalanan yang sangat tinggi, melakukan perjalanan itu berulang-ulang sebagai profesi mereka. Sebuah perbandingan yang agak memaksa? Bisa jadi begitu.
Para pekerja yang melakukan bisnis trip, atau memang bekerja di bidang perjalanan dan transportasi. Kepentingan mereka yang sekadar bekerja saja, dilakukan secara professional. Secara jarak memang bisa menempuh perjalanan jauh, tapi itu dilakukan dalam kewajibannya dalam bekerja, jadi fokus mereka akan berbeda dengan para turis yang berlibur.
"Pokoknya beda deh, andai kita ke sana untuk kerja, sama berlibur" ujar salah satu teman. Menganggap bahwa dengan adanya kepentingan pekerjaan, maka kita tidak akan punya banyak waktu lagi untuk sekadar bersantai.
Ada perbedaan nyata tentang jalan sendiri dan menggunakan jasa tour, yaitu kata kunci tentang kebebasan dan kemudahan. Saat kita jalan sendiri, tentu bisa menentukan kapan dan berapa lama, serta tempat mana saja yang mau dikunjungi. Sementara jika menggunakan jasa tour, kita justru mendapat kemudahan, karena susunan acara sudah diatur maksimal oleh penyedia jasa.
Untuk tour ini juga pernah saya gunakan, ketika datang ke Phuket secara mandiri. Di sana juga banyak menjual jasa ini, untuk mengunjungi pulau-pulau di sekitarnya. Pilihan ini tentu adalah sebuah kemudahan yang ditawarkan, karena kita akan bergabung dengan mereka yang punya tujuan sama. Jika tetap pada strategi jalan sendiri pasti akan sangat rumit, serta mahal untuk biaya transportasi, alias tidak efisien.
Jasa yang sama sejauh ini selalu saya gunakan, andai berpergian ke tempat yang sulit dijangkau sendiri. Salah ketiganya adalah ketika berwisata ke Krakatau di sini, kemudian mendaki Gunung Gede di sini, serta mengunjungi beberapa pulau Seribu di sini. Alasannya masih sama, karena jika jalan sendiri akan ribet, mahal dan waktunya jadi lama. Pilihan menggunakan jasa tour tentu lebih baik, baik yang dikelola secara professional atau sekadar ajakan open trip.
Balik lagi ke cerita film, di sana mereka menawarkan perjalanan wisata yang akan memberi pengalaman baru. Artinya tetap ada jasa tour terlibat, tapi dengan susunan acara yang sedikit berbeda. Nah di sinilah saya jadi agak kurang setuju, karena cara mereka adalah mengambil tujuan tidak populer dari kebanyakan wisata umum. Tapi namanya saja juga film, hanya sebagai cara untuk menampilkan sudut pandang masing-masing.
Salah satu tujuan mereka, adalah menuju desa dari kampung halaman Pemandu Wisata. Bermalam di sana beberapa hari, dalam rangka tahun baru di wilayah tersebut. Menurut saya keunikan ini justru sangat membosankan, untuk apa kita jauh-jauh datang, serta menggunakan jasa tour, tapi mendatangi tempat pemukiman warga lokal. :P
Diceritakan pihak tour di dalam film memang ingin membuat pengalaman baru, bagi para pesertanya, jadi punya jadwal dan tujuan alternatif. Hingga menerima usul dari salah satu peserta (tokoh utama), tentang tujuan yang tidak biasa. Namanya saja juga film, bisa bebas saja berkreasi untuk hal yang tidak terbatas.
Dari sudut pandang saya, andai menggunakan jasa tour, pastinya karena kita agak ribet jika jalan sendiri ke tempat wisata, jadi memang perlu bantuan mereka. Kemudahan adalah yang kita cari dari jasa wisata tersebut, bukan sebaliknya mendapatkan kerumitan perjalanan dari penyedia jasa, meski mereka menganggapnya sebagai pengalaman baru.
"Wah sisi petualangannya jadi berkurang donk, kalau pakai tour" ujar teman saya, ketika mengomentari pilihan andai kesampaian menuju satu tempat nanti.
"Iya lah, udah males buang-buang waktu. Langsung aja yang tinggal duduk, ujung-ujungnya sama-sama nyampe" jawab saya. Membocorkan sedikit rencana, untuk menikmati suasana cuaca salju suatu saat nanti.
Misalnya ada salah satu tujuan yang belum kesampaian saya datangi, nama daerahnya itu Sukabumi yang posisinya masih cukup dekat dari Jakarta. Rencana awalnya tentu akan datang dan jalan sendiri, apakah itu bisa dilakukan dengan sistem solo trip? Sesuai dengan gaya perjalanan saya selama ini. Atau ternyata jaraknya cukup sulit dijangkau, hingga perlu mencari jasa yang menawarkan perjalanan ke sana, semuanya tentu akan menjadi pertimbangan.
Jadi semuanya akan kembali lagi hal dasar, tentang perbedaan jalan berwisata sendiri atau dengan tour travel, kalau dari saya sendiri tentang Kemudahan dan Kebebasan yang didapat selama perjalanan. Keduanya tidak ada yang lebih baik dari pada yang lain, karena punya keunggulan masing-masing. Hanya perlu disesuaikan dengan kebutuhan kita saja, lebih cocok yang mana, serta dengan minat yang condong ke mana.
Mencari pengalaman dalam berwisata, tentu ini wajib bagi kita, karena akan sayang sekali jika hanya sekadar jalan-jalan saja. Untuk saya sendiri, andai mengunjungi tempat baru pertama kali, pasti akan ada dokumentasi wisata, lengkapnya di link Youtube saya di sini. Itu adalah sebagai pengalaman yang berhasil diabadikan, tentu untuk kenang-kenangan agar ingatan tetap terjaga.
Sebaliknya bagi mereka yang berwisata untuk sejenak kabur dari kehidupan (rutinitas), tentu tidak ada yang salah juga. Justru tujuan mereka itu serupa, karena ingin mencari suasana baru, meski yang jadi prioritasnya tetap rutinitas yang ditinggalkan. Istilah yang tepat adalah untuk melepas kepenatan, mencari sesuatu yang bisa menyegarkan pikiran lagi, atau refreshing dalam istilah sehari-harinya.
Kabur sejenak dari kehidupan (realitas) juga solusi yang baik, apalagi jika realitas ternyata sedang kurang enak dalam suasana. Seperti tujuan utama dari tokoh film tadi di atas, alasan pergi ke Vietnam karena jalinan hubungan yang berakhir. Jadi memang tidak ada salah, mencari sesuatu yang baru untuk lembaran baru.
Jadi pilih yang mana? Mau refreshing? Datangi tempat favorit kita, yang berulang-ulang tidak akan bosan kita datangi. Mau pengalaman baru? Yah datangi tempat baru yang belum pernah kita kunjungi, atau dengan kegiatan baru, semudah itu saja membedakannya. Xp