Untuk cerita kali ini, kita akan mendongeng tentang sebuah aktifitas yang sudah sangat lumrah di sekitar kita. Apaan tuh? Jika sudah membaca judul pasti akan tahu, tentang sebuah alat yang dijalankan oleh seseorang. Pegang kemudi, artinya sebuah ruang yang tersedia, untuk kita mengarahkan ke mana kendaraan akan melaju.
Jadi kemudi yang mana? Banyak jenisnya, secara umum hanya terbagi dalam dua jenis, yaitu roda dua dan tiga atau lebih. Sudah pasti di sekitar kita banyak dijumpai, berbagai macam kendaraan yang malang melintang di jalan, terhubung dari satu tempat ke lokasi lainnya. Dengan adanya jalan maka sebuah kendaraan akan bisa menjangkau satu lokasi.
Untuk dongeng tentang kendaraan ini, pernah juga dibahas di tulisan ini, dengan judul Filosofi Roda Jalan sewaktu dulu. Kenapa tulisan itu akhirnya keluar? Karena memang "baru" mulai ada ketertarikan, sesuatu yang tidak pernah singgah selama itu. Hampir mirip dengan tulisan sekarang, pastinya ada sebuah hubungan yang menarik untuk diangkat.
Pada tulisan sebelumnya itu lebih mengangkat tentang filosofinya, pada khususnya mengenai rangka dan body dari ruang beroda yang tersedia. Saya sampaikan bahwa jika kita membawa jenis roda dua, maka kita yang punya kuasa penuh atas kendaraan. Sebaliknya jika membawa jenis roda tiga empat atau lebih, maka kita balik dikuasai oleh kendaraan. Ternyata masih banyak hal lain yang bisa dikupas lebih lanjut, salah satunya tentu jadi pembahasan kita selanjutnya nanti.
Apalagi tuh berbeda? Tentunya baru saya rasakan sekarang, berkaitan pula dengan kebutuhan. Misalnya tentu untuk roda empat akan lebih nyaman ketimbang roda dua, meski kala dari hal kecepatan. Hal inilah yang jadi perhatian, hingga untuk sekadar bergerak dari satu ke satu tempat, tentu dengan roda dua lebih cepat, karena bisa pula menembus kemacetan dengan mudah.
Salah satu keunggulan yang dimiliki roda empat, tentu tidak terpengaruh cuaca, karena bisa menembus keadaan hujan dengan aman dan kering. Hal berbeda harus dialami pengendara roda dua, karena mereka akan kebasahan, hingga harus berteduh atau mengenakan jas hujan. Imbasnya tentu memakan waktu lebih lama, selain itu akan ada sebuah kerepotan dalam tanda kutip pula.
Bagi saya sendiri kerepotan itu tidak jadi soal, karena hujan tidak terjadi setiap saat. Hanya sesekali yah tidak apa untuk mengenakan jas hujan, tentunya agak tidak basah kuyup. Mengendarai roda dua di tengah hujan ternyata cukup seru, alias tidak takut dengan hujan yang ternyata hanya air saja, tumpah dari langit. Xp
Bahkan untuk ke Puncak Bogor saja, saya selalu mengandalkan roda dua selama ini. Alasannya melihat kemacetan kendaraan roda empat yang panjang di sana, serta membuat lelah bagi sebagian yang mengetahui fakta tersebut. Hingga untuk kendaraan roda empat dan lebih, selalu ada jadwal buka tutup, untuk naik atau turun satu arah di jalan tersebut.
Alasan kemacetan inilah yang masih mengurungkan niat saya, untuk melancarkan bawa roda empat, meski awalnya pernah belajar dan mengetahui aturan main dasarnya. Masih terlena dengan kemudahan yang ditawarkan oleh kendaraan roda dua, cukup satu alasan saja, cepat sampai tujuan.
Tapi memang tetap ada kelemahan bagi roda dua, karena tidak bisa terlalu jauh. Jarak paling panjang itu hanya sampai Puncak Cipanas saja, dengan ukuran seratus kilometer lebih sedikit. Selebihnya saya sudah angkat tangan, meski sebagian orang tidak masalah, untuk melakukan perjalanan panjang (touring) dengan kendaraan roda dua.
"Ah nanti aja kalau sudah minat" jawab saya dengan santai. Mendengar saran dari beberapa teman, tentang perlunya punya kemahiran membawa kendaraan roda empat.
"Zaman sekarang mah udah bukan buat keren-kerenan lagi boii, tapi emank udah jadi satu kebutuhan" ujar teman. Masih heran ketika mengetahui saya belum terlalu lancar, untuk membawa kendaraan yang sedang dibawa olehnya sendiri.
Pada akhirnya belum lama ini, niat untuk melancarkan roda empat "baru" datang, berangkat dari sebuah kebutuhan, seperti yang dikatakan teman saya dulu. Hingga untuk mendapatkan suasananya lagi, saya lebih main aman menggunakan mobil latihan, agar kekakuan yang pasti ada akan mereda dengan jam terbang yang ditambah.
"Wah ini sih kamu udah bisa, tinggal dilancarin aja sebetulnya. Lihat saja saya nih tidak bantu apa-apa" ujar instruktur, sambil mengangkat kedua kakinya ke kursi. Menyatakan bahwa beliau tidak membantu memainkan pedal kopling dan rem dari posisinya, punya keyakinan yang cukup mumpuni dari pantauan kilat.
Pada pengalaman pertama dengan instruktur yang ditugaskan itu, saya langsung diajak ke salah satu Mal, niatnya untuk belajar parkir di gedungnya. Kejutan lain langsung menghampiri, karena akan menaiki jalur spiral memutar, ternyata cukup mudah juga lancar. Berbagai teori di kepala harus begini dan begitu langsung buyar semua, ketika mengemudikan kendaraan dengan memerhatikan jalan ke depan, serta seberapa panjang memutar kemudi setir.
Hingga akhirnya menggunakan kendaraan sendiri, pertama kalinya berada di balik kemudi. Awalnya masih belum terlalu pede, hingga perlu "mengenal" lebih dulu, dengan diajak jalan pada waktu pagi buta setelah jam subuh. Mengenal seberapa dalam injakan pedal, serta putaran setir yang tersedia, memanfaatkan waktu latihan di suasana yang masih lenggang tersebut.
Kemudian latihan meningkat pada waktu jam sudah terang, hingga perbedaan suasananya cukup nyata. Meski ambil waktu aman di akhir pekan, tentu akan berbeda dengan suasana lenggang pada jam subuh yang masih gelap. Pada kali ini saya berpendapat sedang melatih mental, agar suasana di balik kemudi didapat dengan baik.
"Pasti bisa lah kalo elu mah, lama-lama juga santai bawanya" ujar teman yang lain, ketika baru mengetahui kabar terbaru tentang mengemudikan kendaraan roda empat.
Dari awalnya hanya sekadar jalan untuk melancarkan, hingga akhirnya menentukan tujuan, alias ada kepentingan yang datang. Tentu akan ada perbedaan dari arah berputar-putar saja, dengan arah ke suatu tempat dengan pasti. Sebagai cara resmi untuk terus melatih kebiasaan, hingga benar-benar menguasai dengan baik.
"Kalau bawa mobil, ternyata harus sabar banget yah" ujar saya, berkomentar mengenai etika hukum yang berlaku di jalanan.
Pada akhirnya mengetahui posisi sebagai pengendara roda empat, tidak sama dan sangat berbeda dengan roda dua. Selain alasan kita ada di dalam (bukan menguasai) rangka kendaraan, maka kita perlu menjaga jarak aman yang berlaku. Perhatian pada depan dan belakang, serta di sisi kanan dan kiri mutlak diperlukan, agar menjaga posisi kendaraan tetap aman pada jalurnya.
Pengendara roda empat perlu bersabar, karena tidak bisa selap-selip seperti roda dua. Tambahan lagi ukuran dari kendaraannya sendiri cukup lebar dan besar, hingga perlu memehartikan jalur dan marka jalan yang tersedia. Tidak bisa lagi seperti kendaraan roda dua yang bebas bergerak, serta sangat mudah dikendalikan.
Kemudian jika berkaitan dengan filosofi, tentu kendaraan roda empat punya keunggulan yang tidak dimiliki roda dua. Misalnya tahan terhadap cuaca, serta memuat lebih banyak penumpang, tentu beriringan dengan adanya harga yang harus dibayar, seperti bahan bakar yang lebih banyak. Kenyamanan konon menjadi salah satu pilihan, hingga banyak produsen kendaraan berlomba-lomba menawarkan keunggulan masing-masing.
Tambahan lagi untuk kendaraan roda empat, lebih bisa menempuh perjalanan yang panjang, karena memang lebih sesuai dalam peruntukannya. Dalam tulisan Filosofi Roda dulu, diibaratkan kalau roda empat itu Ruang Berjalan, sementara roda dua itu Kursi Berjalan, tentu sebuah ruangan lebih aman untuk kita, ketimbang hanya kursi saja tanpa ada ruangan.
Dengan beberapa keunggulan dan kekurangan, keduanya tetap berfungsi dan punya nilai manfaat bagi kita. Harga juga tidak pernah berbohong, karena roda empat pastinya lebih mahal, jika dibandingkan dengan harga roda dua. Secara ukuran saja sudah jauh berbeda, hingga ada biaya "tambahan" yang perlu disertakan juga.
Jadi mau menguasai (rangka) tapi yang dekat saja, atau dikuasai (rangka) tapi bisa menempuh perjalanan yang lebih jauh, di balik cakrawala, dengan kemudi yang dipegang oleh kita sebagai pengemudinya. Yang mana? Tentu tulisan ini sudah menjawabnya. :))