Sabtu, 07 Desember 2024

Lompatan Peluang


Untuk tulisan ini, ingatan saya langsung terbang ke satu perjalanan wisata sewaktu dulu. Momen itu terjadi di kegiatan hunting ke Pangandaran, bersama teman-teman kampus, dalam rangka praktek di salah satu perminatan hobi fotografi. Cerita Pangandaran itu sudah dituliskan di sini, artinya akan ada perbandingan yang cukup identik, hingga ingatan itu terkuak kembali.

Jadi langsung saja dan tanpa basa-basi, mungkin juga ada salah satu hal yang identik, misalnya saja pada perjalanan Pangandaran itu bersama teman-teman kampus, artinya sebagian sudah kita kenal. Hal yang sama juga terjadi kembali, berlaku di perjalanan wisata (kilat) belum lama ini, menuju Curug Naga yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Jakarta.

Khusus untuk lokasi Curug Naga ini, percabangan jalannya sudah sering dilewati, karena saya sering mampir di Curug Panjang di sebelahnya. Jika secara aliran sungai, maka Curug Panjang masih berada di atasnya Curug Naga, sebelum mengalir lagi dan menyatu di sungai besar Ciliwung, di dekat jalan raya Puncak atau kota Bogor.

Tapi setelah mengetahui aturan main yang berlaku, maka saya mengurungkan niat ke sana. Salah satunya harus menggunakan jasa pemandu sewaktu dulu, karena untuk menuju air terjun akan melewati arus sungai. Tapi di info yang terakhir di dapat kemarin, ternyata jasa pemandu sudah masuk dalam tarif tiket, dengan harga yang cukup tinggi pula untuk jenis wisata alam tersebut. Tapi sesuai dengan jasa yang ditawarkan, seperti pemandu dan alat pelampung dan keamanannya.

"Ini boleh pakai pelampung sendiri gak?" tanya salah satu peserta, yang tergabung dalam kelompok kami kemarin.

"Sebaiknya pakai yang dari kita saja, soalnya ini aturan dari sana, ada hubungan dengan asuransi juga" jawab petugas. Mengemukakan alasan yang cukup kuat untuk mengarahkan tamu mengikuti aturan yang berlaku.

Pada akhirnya kami sekelompok siap berwisata air terjun Curug Naga, dengan jalan petualang susur sungai sebagai akses yang harus dilewati. Nah hubungannya dengan pengalaman ke Pangandaran dulu, ternyata ada yang saya kenal dan beberapa teman juga ikut serta, hingga secara kelompok sedikit berlaku khusus, teman dari teman dan bukan orang lain sepenuhnya.

"Ada tiga tempat lompat, di sini yang paling rendah dan aman" ujar pemandu, ketika ditanyai apakah ada kegiatan lompat lagi di acara jalan hiking tersebut.

Ingatan saya langsung terbang ke tempat wisata Pangandaran dulu, lebih tepatnya pada saat mampir di Green Canyon, atau nama aslinya itu Cukang Taneuh. Di sana ada kegiatan lompat dari tebing yang cukup tinggi, hingga adrenalin cukup terpacu di sana. Tapi lain pengalaman dan lain waktu, tentu beda pula ceritanya.

Dokumentasi Pangandaran Cukang Taneuh

Pada kemarin itu di sana (Curug Naga) tidak ada lagi rasa takut, tapi justru rasa penasaran dan antusias yang datang. Menunggu giliran satu demi satu dari kelompok, untuk terjun dari tebing yang tidak terlalu tinggi, tapi tetap menawarkan satu pengalaman yang berbeda. Bukan hanya sekadar loncat, tapi memang melompati sebuah momentum, agar kita bisa masuk ke pengalaman berikutnya.

Secara kebetulan ada dokumentasi dari teman yang tergabung dalam kelompok, khususnya pada saat melompat. Sementara untuk saya sendiri, kala itu tidak membawa kamera, karena disimpan saja di tas yang anti air, tempat penyimpanan untuk semua gadget dan barang penting semua peserta. Jadi saya hanya mengandalkan teman yang ikut serta, karena mereka sudah menyiapkan diri, menggunakan casing anti air. Mengarahkan teman yang bersangkutan untuk mengambil beberapa gambar, sebagai dokumentasi perjalanan untuk kenang-kenangan.

Ketika tiba di tempat lompatan kedua, saya mengurungkan niat untuk ikut serta melompat, karena arusnya lebih kencang dan kolam yang lebih sempit. Tapi ada beberapa peserta yang tetap lompat, mengambil peluang untuk dapat pengalaman dari tempat tersebut. Sementara untuk saya di lompatan pertama saja sudah cukup, artinya sudah ada satu pengalaman didapat dari sana.

Hingga akhirnya kami tiba di tempat ketiga untuk melompat, saya bersama peserta lain satu demi satu melompat. Tentu dengan keberuntungan diabadikan oleh teman lainnya dari bawah. Pada saat melompat, saya seperti tidak tahan untuk diam, dalam waktu hitungan detik, pandangan mata seperti menerjang permukaan air berwarna hijau jernih tersebut.

"Tadi gue lompatnya teriak kaga? Masa sih pas lu lompat gak teriak diam aja? Hebat juga lu" ujar saya kepada teman. Memastikan apakah reaksi adrenalin saya apakah benar adanya, karena tiap-tiap orang punya reaksi yang tidak harus sama.

Sebuah lompatan, dua kali di hari itu, menjadi satu pengalaman nyata bagi saya sendiri. Berani mengambil peluang untuk sebuah pengalaman, tentunya harus memerhatikan situasi dan kondisi sekitar, termasuk pula keadaan kita sendiri. Secara ideal kita harus yang paling tahu dan mengerti, tentang keadaan fisik dan mental kita sendiri.

Mungkin saja lompatan itu dalam rangka menyongsong jalan baru ke depan. Seperti halnya ketika saya melompat di Green Canyon Pangandaran, sejak itu saya jadi gandrung jalan-jalan wisata sebagai hobi baru. Bahkan menjadi "TKP pertama" dari semua rangkaian video perjalanan saya di sini, sebagai cinderamata dari setiap tempat yang kunjungi. Keunikan itu sudah terlihat, karena untuk pertama kalinya model video perjalanannya itu bentuk portrait (vertikal), sesuai dengan pengaturan media sosial kini, karena diedarkan melalui banyak handphone.

Untuk saat sekarang ini, mungkin saja sudah bukan lagi sebatas hobi, tapi bisa saja lebih dari itu, sebuah  jalan yang akan berpengaruh nantinya. Apakah itu? Kita nantikan saja. :))