Jumat, 28 Februari 2025

Jalur (Menarik) Puncak


Apa yang terlintas pertama kali, saat mendengar kata Puncak? Pastinya bagi kita yang tinggal di sekitar Jabodetabek, akan menunjuk satu kawasan di daerah Puncak Bogor, dengan jalan aspal yang menanjak dan berkelok-kelok. Namun bagi kita yang tinggal di tempat lain, biasanya ada pula kawasan pegunungan yang dekat, sebagai tempat untuk mencari udara yang lebih segar di dataran tinggi.

Untuk cerita Puncak ini pernah saya tulisan di sini dengan judul Puncak Jenuh, berbicara mengenai kejenuhan berwisata di daerah sana. Alasannya karena selama itu berkeinginan mengincap di Puncak Pass Resort, sebagai lokasi tertinggi yang bisa dijangkau jalan. Hingga obsesi yang seakan tidak pernah habis mulai selesai, berganti dengan alasan yang lebih masuk akal, sesuai dengan kepentingan.

Pada saat tulisan itu dibuat, ternyata masih ada satu keinginan saya yang belum kesampaian. Apa tuh? Ingin mengabadikan jalur tersebut, karena memang jadi salah satu favorit saya. Rencana itu baru kesampaian ketika mulai menjajal Kamera Aksi, hingga seluruh jalan dari bawah (Gunung Mas), sampai ke atas (Puncak Pass) berhasil didokumentasikan. Mungkin juga gambaran jalur tersebut secara utuh, memang saya idam-idamkan sejak dulu.

Berikut ini adalah kenang-kenangannya, video yang dibuat di bulan September 2022 dulu. Membentang jarak sejauh lima kilomenter, serta ditempuh dengan jalan santai sekitar sepuluh menitan. Jadi untuk memaksimalkan video (agar tidak bosan & kelamaan), maka durasinya dipercepat tujuh kali, hingga secara penampakan yang tersaji adalah gambaran utuh.

Sebaliknya untuk durasi normal tetap ada, meski banyak bagian yang dipotong. Hanya disajikan di bagian atau tikungan yang menarik saja, dengan pemandangan kebuh teh di sepanjang jalur. Menjadi satu kesenangan sendiri bagi saya kala itu, karena berhasil mendapat posisi jalur Puncak dari pandangan pengendara kendaraan bermotor, bukan hanya dari pinggir jalan.

Setelah menginap di titik tertinggi di Puncak Pass Resort, serta berhasil mengabadikan sepanjang jalur Puncak tersebut, akhirnya saya merasa puas, hingga yang awalnya tertulis (curhat) Puncak Jenuh, berganti menjadi Puncak Puas di sana. Memang intensitas saya datang ke sana sudah mulai berkurang, tapi tetap menjadi satu kawasan primadona bagi saya sendiri.

Salah satu hiburan zaman dulu itu, kita akan menikmati hidangan atau jajanan dengan pemandangan kebuh teh Puncak. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan lagi sekarang, kenapa tuh? Jawabannya ada di alinea berikutnya, oleh karena adanya penertiban dari pemangku jabatan di daerah sana, tentunya untuk kebaikan semua. Berikut ini kenang-kenangan yang mungkin tidak akan terjadi lagi, momen sajian kuliner dengan pemandangan khas di belakangnya.

Setelah sekian lama, akhirnya tahun lalu ada berita pembersihan kawasan Puncak sana. Alias kios-kios kedai makanan yang berdiri di sisi jalur akan ditertibkan, karena berupa bangunan semi permanen dan berstatus liar. Ada dua tahap, ketika jalur tersebut "kembali" dibuat asri, sesuai dengan aturan yang berlaku tentang zona hutan dan kebun.

Hingga muncul niat untuk kembali mengabadikan jalur Puncak dengan wajah baru tersebut. Tentunya berselang waktu beberapa lama, hingga kondisinya lebih rapih. Beberapa bagian dibatasi dengan pagar, atau diletakkan sebuah penanda batu berat. Berikut ini adalah hasilnya, video terbaru edisi jalur, dengan wajah baru Puncak sana.

Jika dibandingkan memang secara pemandangan jadi lebih menarik, beberapa tikungan di depan sudah bisa terlihat. Untuk itu saya juga mencari cara untuk menyajikan kesenangan saya itu, serta dalam bentuk perubahan wajah terbaru, dari kawasan yang selalu jadi favorit saya selama tinggal di Jabodetabek ini. Hasilnya adalah video ini, Puncak Bogor (2024 vs 2022).

Untuk durasi normal tentu tidak tertinggal, sebagai dokumentasi paling normal. Hingga banyak yang dipotong, untuk diangkat bagian menariknya saja. Plus sebagai kenang-kenangan yang tetap berlaku etika pribadi, jika video tripnya di dalam negeri, idealnya tetap menggunakan musik dari dalam negeri pula. Lagu-lagu enak tetap beredar dan tidak akan pernah habis, tentu disesuaikan pula dengan selera yang memilih simfoni tersebut.

Tambahan lagi selain menginap dan dokumentasi jalur, akhir satu keisengan penting juga dilakukan. Apa tuh? Mengambil momen tentang teh di kebunnya langsung, alias sengaja membawa teh celup, membukanya dan menggenggam daunnya di tangan, dengan latar belakang tanaman kebuh teh di belakangnya.

Plus di awal tahun ini, tiba-tiba saya baru mampir lagi dan masuk ke Gunung Mas, terakhir ke sana yang itu hampir dua belas tahun lalu, saat pertama kalinya jalan ke Puncak sendiri dengan membawa kendaraan roda dua. Memang secara ketinggian masih di bawah 1000 mdpl, berbeda setengah kilometer dengan Puncak Pass yang punya ketinggal sekitar 1400 mdpl, hingga udara yang berhembus masih kalah dingin.

Apakah ini sebuah pertanda, dari kunjungan terakhir hingga yang awal ikut terangkat. Demikian pula dengan penertiban Puncak, menjadi lebih indah dan alami, setelah adanya pembersihan pedagang di sepanjang jalur. Demikian juga dengan perubahan judul Puncak Jenuh, menjadi Puncak Puas yang lebih baik, pastinya semua itu tidak ada yang kebetulan.

Atau kalau mau pakai bahasan filosofi, bisa saja saya seperti diajak kembali ke awal, dalam hal ini tergambar dari titik awal jalur Puncak. Tidak lagi hanya menumpang lewat saja, tapi ikut masuk dan menikmati apa yang ada di titik awal (Gunung Mas) tersebut. Titik mula tentu sangat penting, sebelum akhirnya kita sampai di atas, serta menikmati pula apa yang ada di titik akhir (Puncak Pass) sana.

Demikianlah dongeng tentang kawasan favorit saya ini, jalur Puncak yang berkelok-kelok naik dan turun, selalu menarik dalam pandangan mata. Tapi kembali lagi, lokasi itu hanya sebuah tempat kunjungan, karena kita semua akan tetap kembali ke kediaman masing-masing, itulah yang disebut rumah dalam arti sesungguhnya. :D