Salah satu tujuan yang sudah lama saya ingin datangi, namun cukup jauh dari Jakarta, nama daerahnya Pegunungan Bromo di Jawa timur.
Pada liburan lalu saya berkesempatan untuk ke sana, setelah selesai Melihat Batu Malang pada siang harinya tanggal 07 Agustus 2012.
Menuju daerah Tumpang dan mengisi perut di sana, hingga mencari pangkalan ojek atau jeep yang dari infonya banyak menunggu penumpang, tapi tidak saya temukan satupun. Kemudian bertanya ke salah satu petugas di sana, mengenai ojek yang dapat naik ke Bromo, diarahkan ke salah seorang dan yang bersangkutan memanggil temannya.
Si bang ojek pun akhirnya datang, menawarkan jasa dengan biaya 150rb untuk sampai atas dan jalan-jalan sebentar di sana. Bersiap untuk menuju Bromo melewati jalur selatan sebelah barat, yang katanya memiliki pemandangan paling bagus. Jalur dari Tumpang Malang ini akan bertemu dengan jalur dari Lumajang di sebelah selatan kaldera, sebelum turun ke lautan pasir.
Dalam perjalanan maka saya meminta untuk berhenti dahulu, di salah satu air terjun yang dinamakan Coban Pelangi. Tiket masuk dan parkir senilai 7rb saja, untuk menuju ke air terjun jalannya cukup baik, meski sengaja dibiarkan berbentuk jalan setapak tanah. Cuacanya kala itu sedang kurang bagus, jika baik maka kita akan melihat biasan sinar matahari yang memantulkan pelangi.
Berbeda dengan beberapa air terjun lain yang saya kunjungi di trip tersebut, untuk air terjun di Coban Pelangi ini debit air yang mengalir sangat deras (dan ngeri). Percikan air yang mengalir sangat tinggi dan besar. Tanpa mendekat dengan ke kolam yang berjarak beberapa puluh meter, luapan air sudah membasahi tubuh dan kamera saya saat mengabadikan momen tersebut.
Tidak terlalu lama saya di sini tidak sampai setengah jam, maka kami segera melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan saya sempat bertanya ke si bang ojek, apakah bisa mampir ke kebun apel? Tempat di mana dapat melihat buah apel yang masih tergantung di pohonnya. Tapi nampaknya saya agak telat bertanya karena perkebunan apel sudah terlewat jauh di bawah, sementara jalur yang kami lalui sudah sangat menanjak. Melewati beberapa desa, salah satunya desa Ngadas yang sempat masuk rencana saya untuk menginap.
Akhirnya saya sampai di tempat yang dinamakan Jemplang, karena di sini pertemuan tiga jalur dari Malang, Lumajang, serta jalan untuk turun ke kaldera lautan pasir Bromo. Saya jumpai pula beberapa jeep terbuka yang membawa turis asing. Ketika hendak melanjutkan perjalanan sepertinya ada tukang ojek yang membuntuti, naik juga dari arah selatan dan menawarkan jasanya kepada saya, untuk berkeliling Bromo keesokan harinya.
Nampaknya kami jalan beriringan, saat mulai turun ke kaldera Bromo tersebut. Pada satu titik si tukang ojek saya seperti tidak dapat mengimbangi motor, karena beberapa kali nyaris terpleset. Kemudian berhenti sejenak untuk mengurangi angin ban, agar tidak terlalu licin. Saat berhenti tentunya saya langsung mengabadikan pemandangan sekitar, di sana saya melihat tempat yang umum disebut dengan Bukit Teletubbies.
Beberapa kali saya meminta si bang ojek untuk berhenti, karena ingin mengambil gambar dan hendak narsis sedikit. Saya juga baru mengetahui jika lautan pasir hanya ada di bagian utara kaldera, sedangkan di bagian selatan lebih dikenal dengan sebutan padang savana. Sekitar setengah jam perjalanan, maka kami mulai sampai di jalur aspal menanjak, masuk kawasan Cemoro Lawang sebagai gerbang wisata dari jalur Probolinggo.
Tujuan pertama adalah mencari penginapan dahulu. Hingga akhirnya mengambil penginapan yang per malamnya 125rb, saya mengambil untuk semalaman dahulu meski berencana dua malam di sana.
Kebetulan si tukang ojek yang jalan beriringan menawarkan jasanya kembali, tetapi saya juga bertanya dengan warga sekitar. Menanyakan harga ojek ke beberapa tujuan seperti ke Penanjakan, air terjun Madakaripura dsb, tetapi saat membandingkan kembali dengan harga si tukang ojek yang sedang menunggu tersebut, ternyata cukup jauh perbedaannya. Lebih masuk akal (Murah) si bang ojek yang naik bareng, hingga memutuskan memakai jasanya saja untuk esok hari.
Saat hendak membayar biaya transport, nampaknya si tukang ojek yang mengantar saya menawarkan saya untuk mendekati gunung Bromo sore itu. Saya langsung setujui, tapi karena sudah jelang pukul 4 sore maka sekedar mendekat ke kaki gunung saja, kemudian sambil foto narsis di beberapa titik. Karena rencana wisata aslinya itu di esok hari.
Ketika hendak membayar saya memberi lebih, karena jaraknya juga lumayan jauh sebesar 170rb. Kemudian tukang ojek itu menganjurkan untuk menggunakan jasa ojek yang tadi berbarengan, karena berasal dari tempat yang sama yaitu di Tumpang.
Pada petang hari saya sempat keluar, melihat di satu titik pemandangan lautan awan. Ada satu gunung ang menjulang dengan puncaknya yang lebar, sepertinya gunung Raung.
Pada saat yang sama saya jumpai seorang turis asing wanita dari Jerman, menjadi solo travelling dan sedang melakukan negoisasi dengan warga setempat, untuk biaya transport ojek keesokan harinya. Nampaknya turis tersebut modelnya sama dengan saya, karena hanya sendiri hingga pilihan naik ojek lebih hemat ketimbang jeep.
Malam itu tidak banyak yang dapat saya lakukan di sana, kebetulan kamar yang saya ambil seperti suatu villa yang memiliki dua kamar. Kamar sebelah saya kosong hingga seperti menyewa villa. Saya mengisi perut di salah satu warung, sebelum beristirahat untuk bersiap bangun pada subuh dini hari keesokannya, kemudian lanjut Menikmati Bromo (dan sekitarnya)