Pacitan menjadi salah satu tujuan saya pada liburan kemarin, mengakali waktu untuk mampir ke sana, karena posisi yang cukup sulit dijangkau, meski untuk sekarang sudah lebih mudah diakses ketimbang tahun-tahun lalu.
Pada tanggal 04 Agustus 2012, selepas eksplore Tawangmangu kemarin harinya, maka saya memutuskan mencarter mobil ke Ponorogo, yaitu suatu kota yang dapat langsung menuju Pacitan dengan bus yang intensitas keberangkatannya cukup sering, setelah berangkat dari Sarangan didaerah Magetan, Jawa Timur, maka jalan mulai terlihat gersang, ternyata untuk ke Ponorogo akan melewati jalan yang lebih kecil, jalan utamanya menuju kota Madiun.
Jelang pukul 11 siang akhirnya saya sampai di pinggir kota, diturunkan disuatu perempatan tempat bus arah Pacitan lewat setelah bertanya warga, akan tetapi saya diberitahu oleh pemilik rumah makan tempat saya menunggu berteduh dari panas bahwa jalannya itu hanya satu arah sehingga bus arah Pacitan tidak melewati jalan tersebut, sehingga saya minta diantar ke terminal saja yang jaraknya tidak terlalu jauh.
Si bapak yang mengantar saya ini menerangkan dulu tinggal di Jakarta dan menjadi supir taksi di Bandara Soekarno-Hatta, sempat juga berbagi pengalaman tentang beroperasinya taksi gelap disana, hingga bergurau bahwa saat itu saya sedang menggunakan jasa ojek gelap sambil tertawa. Si bapak ini rupanya banyak mengenal orang di terminal sehingga saya terbebas dari calo karena lewat pintu belakang yang hanya dapat dimasuki orang yang sudah kenal.
Ketika sampai sangat tepat karena bus arah Pacitan baru sampai dan akan jalan setelah penumpang cukup, bus yang saya naiki seperti metro mini di Jakarta, sepanjang perjalanan saya melihat kawasan yang ada sangat gersang dan panas, mungkin perngaruh waktu di tengah hari, jalurnya melewati bukit dengan pemandangan sebelahnya ada suatu sungai besar yang kering dengan banyak batu besar.
Jelang pukul 2 siang akhirnya saya sampai di kota Pacitan, ketika turun dari terminal banyak tukang ojek yang mencari penumpang, tetapi saya belum mengisi perut disiang hari sehingga makan dahulu disalah satu warung. selepas itu akhirnya saya mencari tukang ojek yang menunggu penumpang, hingga berbicara dengan salah satu bapak yang akan mengantar saya selama disana.
Saya minta diantar ke penginapan dekat alun-alun, sehingga malamnya tidak jauh dari keramaian, jaraknya juga tidak terlalu jauh dari terminal, kamar yang saya ambil seharga 55rb per malam, setelah selesai mengurus semua dan meletakkan tas bawaan, maka saya negoisasi transport dengan ojek tersebut untuk mengantar saya selama dua hari tersebut.
Awalnya terdapat pilihan akan mendatangi seluruh tujuan saya pada esok hari atau saat itu juga didatangi sebagian, saya lebih condong untuk melakukan perjalanan sore itu juga karena rasanya tidak betah masih pukul 2 siang tetapi tidak ada kegiatan apapun, karena ada waktu 4 jam yang dapat dimanfaatkan. Akhirnya sore itu saya mencicil tujuan dengan mendatangi dua pantai yang jalannya searah.
Tujuan pertama saya adalah pantai yang lebih jauh yaitu Watukarung, jaraknya lumayan jauh ternyata dengan arah tetap selatan tetapi semakin menjauhi pesisir selatan, pusat kota Pacitan sendiri terdapat di pesisir pantai selatan. Dari jalan utama yang sudah cukup jauh menanjak dan tidak ramai tersebut, kita akan berbelok menuju jalan yang mengarah ke pantai, jalannya semakin sepi dan menurun, jaraknya juga tak kalah jauh, sekitar 10 kilo lebih.
Pukul 3 lewat akhirnya saya sampai di pantai Watukarung, dimana pada tepian pantai ini dipenuhi oleh perahu nelayan dan sebetulnya bukan untuk pantai wisata, dengan garis pantai yang tidak panjang tetapi ada batu karang tidak jauh darisana. Sepertinya saya menjadi satu2nya turis yang datang ke tempat itu, karena disekitar hanya warga yang berprofesi sebagai nelayan sedang beraktifitas dengan jalanya masing-masing, tidak terlalu lama disini tidak sampai setengah jam maka bergegas ke pantai berikutnya.
Tujuan selanjutnya adalah pantai Srau, ternyata dari Watukarung terdapat jalan tembus di pesisir yang tidak lebar, hanya dapat dilewati satu mobil, jalurnya pun seperti jalur dua arah untuk motor. Jelang pukul 4 sore akhirnya saya tiba ke pesisir pantai Srau dengan bagian kecilnya yang sengaja saya minta bang ojek untuk mampir dahulu, garis pantainya tidak lebar sementara ditepinya seperti akan dibangun penginapan.
Tidak lama maka saya melanjutkan perjalanan ke garis pantai Srau yang utama, disini terlihat lebih menyenangkan karena pantainya lebih panjang dan berpasir, ada papan peringatan tentang ubur-ubur beracun, mungkin hal itu karena pantai tersebut mulai dibuka sebagai tempat wisata, sementara sore itu saya menjadi satu2nya turis ditempat itu, hanya ada satu dua warga saja yang beraktfitas di tepi pantai, setelah puas "sightseeing" maka jika masih ada waktu saya bergegas ke tujuan berikutnya.
Tujuan berikutnya adalah pantai Teleng Ria yang bisa disebut sebagai pantai kota, karena jaraknya hanya 3 kilo dari penginapan saya, pukul 5 lewat saya sampai disana, untuk masuk diharuskan membayar tiket 5rb, karena kawasan tersebut mulai dikelola sebagai tempat wisata oleh swasta, disini cukup ramai mirip seperti Ancol tetapi lebih sederhana, tidak lama saya disini karena si bang ojek mengatakan kalau bisa sebelum adzan Maghrib sudah selesai karena hendak buka puasa dengan keluarganya.
Tidak sampai pukul 6 sore maka saya sudah kembali ke penginapan dan mencari makan malamnya di alun-alun yang letaknya persis diseberang penginapan, disana ternyata banyak jajanan kerak telor, sehingga selain makan terpaksa mengganjal perut karena lidah punya permintaan lain rupanya, pukul 8 lewat saya sudah kembali ke kamar, karena suasana sekitar yang sepi, hanya ramai di alun-alun saja, selain untuk beristirahat tentunya dan mengisi penuh seluruh baterai peralatan sebelum tidur.
Esok paginya jelang pukul 8 pagi lewat maka saya sudah siap ketika pagi hari karena mulai menjelajahi tujuan yang lebih jauh, kami menjauhi kota dengan jalur yang berbeda, semakin jauh saya melihat bukit didepan mata dan jalannya memang akan menaiki dan membelah bukit, berbeda dengan jalan ke Watukarung kemarin yang hanya menanjak saja. Jalannya ternyata sudah lebih jauh, mungkin lebih dari 20 kilo.
Tujuan pertama yang diatur oleh si bang ojek adalah Goa Gong sebagai tempat wisata utama kawasan yang menarik, sesampainya disini pukul 9 pagi ternyata ramai dipenuhi turis karena banyak mobil dan bus tour travel yang terparkir, biaya masuk tiket sebesar 5rb. Didalamnya kita dapat melihat batu stagnalit yang sangat cantik dan berkilau, bahannya seperti batu keramik marmer di tiap rumah, semakin kebawah semakin gelap yang dilengkapi penerangan dengan jalur yang terdapat pegangan tangannya.
Di sini saya juga lumayan lama, karena di dalamnya cukup luas, jalurnya
berkelok-kelok mungkin panjangnya sekitar beberapa ratus meter hingga
kembali lagi ketempat masuk. Awalnya rencana saya mengunjungi pantai
Klayar tidak pada tengah hari karena panas, tetapi jika hendak didatangi
sore hari itu tidak akan terburu menurut si bang ojek karena itu tujuan
yang paling jauh, sehingga dari Goa Gong kami menuju pantai Klayar
karena searah, jalannya memang cukup jauh, hampir 20 kilo lagi
sepertinya, pukul 11 siang saya sampai disana.
Siang itu pantai cukup panas dan ombaknya sedang tinggi, tetapi saya tetap menikmati dan mengabadikan suasana sekitar, banyak pula turis yang datang disini, sebagian yang tadi saya jumpai di Goa Gong sebelumnya, garis pantainya cukup luas, semakin berjalan keujung maka kita akan menemukan tebing khas pantai Klayar, dibaliknya terdapat batu karang yang menyemburkan air laut yang disebut seruling laut.
Sebetulnya saya ingin menaiki baru karang untuk melihat seruling laut dibalik tebingnya tetapi ombaknya terlihat tidak bisa diduga, sehingga mengurungkan niat melihatnya, terlebih jarak tebing dan batu karang yang kita lewati hanya beberapa meter dengan ombak yang kadang menyambar, mungkin lain ceritanya jika sudah menjelang sore hari saat karena ombak akan lebih surut. berikut ini adalah video tentang seruling laut tersebut.
Peserta tour yang ternyata rombongan dari Solo beberapa diantaranya memeberanikan diri menaiki tebing, tetapi tidak lama karena nampaknya petugas langsung mendekat memberi peringatan melalui pengeras suara untuk menjauhi dan tidak menaiki batu karang. disini saya cukup lama dan sempat pula menaiki bukitnya dari sisi yang berlawanan sehingga melihat panorama garis pantai Klayar, setelah itu makan siang di salah satu warung sebelum melanjutkan tujuan berikutnya.
Jelang 2 siang akhirnya saya sampai ke Goa Tabuhan, disini saya belum dikenakan tiket karena petugasnya belum datang, cukup ramai juga yang datang, pemandangannya adalah batu stagnalit yang besar tetapi dengan warna pucat biasa, didalam Goa nya seperti lapangan kecil yang semakin menyempit didalamnya, mungkin hanya beberapa puluh meter panjangnya.
Tadinya saya juga ditawari untuk mampir ke permandian air panas Banyu Anget yang terletak di utara kota Pacitan, tetapi nampaknya waktu tidak cukup karena saat itu saya sedang berada di bagian barat jauh dari kota, sehingga diantar lagi saya ke pantai Teleng Ria dengan pintu masuk yang berbeda, kali ini sebelah timur yang ternyata lebih sepi dari pada pintu sebelah barat.
Saya memutuskan menggunakan jas ojek selama di Pacitan karena disana tidak ada angkutan umum untuk menuju ke kawasan wisata yang jaraknya dapat dibilang sudah seperti di luar kota, kita tidak dapat memmbandingkan dengan kota Jakarta yang luas. Dijelaskan tukang ojek, angkutan disana hanya beroperasi ke desa-desa tertentu setiap harinya didasarkan tradisi penanggalan Jawa, yang sering kita lihat salah satunya tanggal Kliwon, yang rasanya tidak asing kita mendengarnya. Sementara jika datang secara rombongan maka pilihan untuk mencarter angkutan tersebut menjadi pilihan terbaik, angkutan umum disana berjenis minibus bak terbuka yang diberi atap.
Pukul 5 lewat akhirnya saya sampai di alun-alun lagi dan sempat berbincang lama dengan petugas penginapan untuk mengulur waktu, tas bawaan selama pergi hari itu saya titipkan di penginapan setelah chek-out. Saya membuang waktu di alun-alun yang ramai tersebut hingga jelang pukul 8 malam lewat berjalan kaki ke terminal karena jraknya juga tidak terlalu jauh, ketika sampai maka saya akan menaiki bus malam ke arah Surabaya untuk turun melakukan wisata kilat di Mojokerto