Babak mengunjungi daerah Mojokerto pernah sempat terpikirkan tetapi pada eksplore saya kemarin (Agustus 2012) cara yang ditempuh itu terjadi secara tiba-tiba dan diluar dari rencana utama. Hingga bersiap semalam sebelumnya tanggal 5 Agustus 2012 saat akan bersiap bertolak dari daerah Pacitan dengan bus malam, sebetulnya saya masih berencana memasuki kota Surabaya.
Ketika memasuki terminal setelah Jelajah Pacitan pada siang harinya, maka saya memiliki banyak waktu yang harus dilewati, hampir tiga jam lebih menunggu bus malam yang datang diatas pukul 11 malam, awalnya saya menunggu dibagian depan terminal, saat ditanyai beberapa orang tujuan saya, salah satu tukang ojek sempat menawari untuk membeli tiket di agen supaya terjamin mendapat tempat duduk di bus, tawaran itu saya abaikan karena menurut tukang ojek saya selama jelajah Pacitan, ketika memasuki terminal bus malam akan langsung berangkat kembali, tidak menunggu penumpang, umumnya kosong dan banyak tempat duduk tersedia.
Setelah bosan menunggu dibagian depan terminal maka saya masuk lebih kebagian belakang dimana banyak tersedia tempat duduk menunggu, banyak pula warung yang buka, saya sempat mengganjal perut dengan mi instan. Pukul 11 malam lewat benar saja ada satu bus besar yang memasuki terminal menurunkan penumpang, tidak sedikit pula yang ikut naik, termasuk saya.
Ternyata dugaan saya tentang bus yang sepi meleset, malam itu bus cukup disesaki penumpang, saya pun mengambil beberapa tempat duduk kosong disisi kiri, ketika memperhatikan rata-rata penumpang telah memiliki nomor kursi, saya tanyai bapak yang duduk bersebelahan di sisi kanan menjelaskan memang sistemnya seperti itu dengan terlebih dahulu memesan tiket di agen. Ketika saya jelaskan belum mengantongi nomor kursi maka diarahkan supaya menunggu kondektur saja yang sedang menarik pembayaran karcis dari arah depan.
Kondektur bus yang berjalan lambat karena menarik uang dari setiap karcis yang dimiliki cukup membuat saya harap cemas, karena secara bersamaan banyak penumpang yang naik disepanjang jalan rata-rata sudah dimiliki nomor kursi, banyak juga yang tetap berdiri, mungkin sadar belum membeli tiket. Saat bertanya ke bapak disebelah sempat diberitahu sepertinya masih ada beberapa kursi kosong dibagian yang saya duduki.
Saat kondektur mulai mendekat, masuklah satu penumpang lagi yang memiliki nomor kursi disebelah saya, tak lama kemudian sampailah kondektur untuk tagih bayar karcis, saya menjelaskan belum memesan tiket, nampaknya tempat duduk yang saya duduki memang masih kosong karena komentarnya hendak turun dimana, secara tiba-tiba saya memutuskan turun di Mojokerto sesaat setelah bertanya apakah bus melewati daerah tersebut.
Setelah dipastikan mendapat tempat duduk, saatnya saya memejamkan mata sesaat, lumayan meski hanya beberapa jam, saya sempat mendengar banyak yang turun di Madiun, hingga mendekati pukul 3 pagi saya terbangun ketika bus beristirahat di terminal Nganjuk, setelah itu mata saya sudah terjaga sepenuhnya karena melihat jarak lokasi sudah cukup dekat melalui peta di handphone.
Pukul 4 pagi akhirnya saya turun di depan terminal Mojokerto, karena bus tidak masuk terminal, saat itu kondisi jalan cukup ramai mungkin karena jalur utama antar kota. Saat sampai belum memikirkan apa rencana saya selanjutnya karena masih subuh hingga saya jumpai seseorang yang nampaknya seperti tukang ojek untuk bertanya. Saya bertanya mengenai candi-candi yang mungkin dapat dikunjungi yang ternyata jaraknya lumayan jauh dengan angkutan umum yang terbatas, hingga terpikirkan rencana untuk menaiki ojek orang tersebut saja melakukan penawaran harga.
Sampai ditemukan kesepakatan tarif 50rb untuk berkeliling ke beberapa candi beberapa jam untuk kembali ke terminal tersebut, ternyata jaraknya memang lumayan jauh, sekitar 10 km katanya dan lokasinya itu terletak di kawasan Trowulan. Motor melaju secara santai ke arah yang lebih jauh yaitu Candi Tikus, saya sampai disana pada pukul 5 pagi, ternyata pagarnya masih dikunci, sejak saat itu beberapa Candi yang ada dikawasan tersebut dijelaskan mulai dikelola salah satunya memagarinya sebagai salah satu objek wisata.
Si bang ojek tersebut rupanya cukup mengerti jika saya memang sistem cepat mampir dikawasan tersebut karena sempat jelaskan bahwa setelah itu akan melanjutkan perjalanan ke arah Malang. Ketimbang menunggu hingga pagar dibuka, maka si bang ojek bertanya warga yang dapat dijumpai, awalnya saya kurang mengerti maksudnya tetapi baru sadar ternyata sedang mengusahakan untuk menemui warga yang memegang kunci gembok pagar candi tersebut.
Sempat diarahkan ke salah satu rumah tidak jauh dari sana, kemudian ditunjukkan rumah persis di arah belakang candi, maka ditemukanlah warga yang memegang kunci, pagi itu akhirnya gembok dibuka dalam suasana masih gelap, saya jelaskan hanya sebentar hingga terang dengan membayar tiket masuk 10rb yang jumlahnya boleh secara sukarela setelah mengisi buku tamu.
Halaman Candi Tikus terbilang luas karena banyak terdapat taman kecil didalamnya, Candinya sendiri terletak menjorok kebawah seperti terletak dalam sebuah kolam, meski namanya cukup terkenal saya baru mengetahui bentuknya, sepertinya belum melihatnya dari internet. Dari yang saya ingat tentang ciri khas candi di Mojokerto adalah disusun dengan batu merah dan merupakan peninggalan kerajaan Majapahit pada masanya.
Setelah matahari mulai menerangi candi maka tentunya saya langsung mendokumentasikan apa yang saya lihat, tidak terlalu lama karena memang saya sudah melihat dan mengetahui sehingga memutuskan ke candi selanjutnya. Dijalan si bang ojek berhenti disatu titik, ternyata itu merupakan candi utama kedua, ketika melihatnya saya baru mengetahui nama Candi yang bentuknya sangat saya kenal sebagai ciri khas Candi Majapahit di Mojokerto yang bernama Gapura Bajang Ratu.
Meski sudah terang tetapi pagar masih dikunci karena memang masih cukup pagi mungkin, dimana si bang ojek bertanya ke warga yang bermukin disebelahnya, setelah berbincang maka mengajak saya memasuki candi melewati celah pagar disamping yang dapat dimasuki sehingga secara gratis saya memasuki halaman Candi.
Tentunya saya langsung mendekat dan merekam suasana sekitar melalui foto dan video, tidak terlalu lama juga saya disini maka memutuskan kembali. Ketika keluar dan hendak menaiki ojek, saya melihat petugas resmi baru saja tiba dengan membuka pintu yang terkunci, dalam benak hampir saja, nampaknya jadi tidak resmi saat belum dibuka kita sudah berkeliaran didalamnya, termasuk halaman candi yang baru saya masuki. :p
Saya perhatikan di dua candi sebelumnya banyak sekali asap disekitarnya, saya mengira kabut tetapi tidak sejuk, sampai dijelaskan itu merupakan asap dari warga yang membakar batu, sehingga saya baru mengetahui batu yang dibakar itu ternyata menjadi batu bata, kebetulan seluruh candi yang ada disana terbuat dari batu bata. Asap tersebut cukup mengganggu pernafasan tetapi si bang ojek sudah terbiasa.
Saat kembali motor si bang ojek melaju kencang, hingga menawarkan saya untuk mampir sekali. Lokasinya itu terletak di tengah persawahan, bernama Candi Brahu. Sepertinya itu merupakan Candi yang paling besar, lagi-lagi pintu masih terkunci, tetapi si bang ojek mencari celah jalan dan mengarahkan saya ke bagian belakang halaman candi tersebut. Ketika berjalan memutar menginjakkan kaki di tanah yang sepertinya baru di bajak, maka terdapat celah pagar bambu yang dapat dimasuki, secara cepat saya melakukan kebiasaan saya yaitu "sightseeing and recording" sebagai bagian dari kebiasaan wisata modern. :p
Ketika sudah selesai melihat maka saya kembali ke terminal pukul 7 pagi lewat, si bang ojek mengarahkan saya mengambil bus ke arah pertigaan Japanan, yaitu pertemuan tiga jalur utama Mojokerto, Malang dan Surabaya supaya dapat langsung ke tujuan saya karena selain bisa menghemat waktu juga supaya terhindar dari kemacetan parah di kawasan Sidoarjo andai memutuskan masuk ke Surabaya.
Bus yang saya naiki sejenis Metro Mini jika di Jakarta, cukup jauh juga karena jelang pukul 9 pagi saya baru sampai di pertigaan Japanan seperti yang di rekomendasikan, tujuan selanjutnya yaitu melihat Batu Malang.