Untuk cerita jenis catatan perjalanan yang pernah di tulis di blog ini, semuanya adalah daerah tujuan luar daerah atau negeri. Sementara tempat penulisnya tinggal belum pernah diangkat, dalam hal ini kota Jakarta dengan status ibu kota sampai hari ini. Tapi keadaan bisa berbeda jika seseorang tinggal di tempat lain, bisa jadi kota ini akan jadi tujuan wisata dan sejenisnya.
Jadi tidak ada salahnya untuk mengangkat jenis cerita ini, dengan berlibur di kota sendiri. Istilah staycation juga masuk kriteria, karena berlibur di daerah sendiri (dekat) ternyata cukup menyenangkan. Tempat yang sudah sehari-hari kita lewati, tapi tetap menyimpan pesona untuk sebuah kegiatan wisata dalam arti sebenarnya.
Rencana ini akhirnya berjalan pada satu waktu, tepatnya di akhir pekan di hari minggu. Saya sudah keluar sejak pagi hari, tujuan pertama adalah tempat wisata Kota Tua. Kala itu baru hampir selesai untuk pengerjaan renovasi wilayah. Salah satu hal yang mencolok adalah penutupan jalan Lada, untuk beralih fungsi menjadi ruang terbuka bagi pejalan kaki. Sementara arus lalu lintas diarahkan ke arah jalan Lada Dalam, di belakang gedung Bank BNI.
Suasana di sana masih cukup lenggang, mungkin saja belum banyak orang tahu kalau kawasan ini sudah mulai dibuka kembali. Pada saat itu peraturan PPKM dan pembatasann keramaian masih berlaku di beberapa tempat. Akhirnya saya bisa mengabadikan tempat ini dengan wajah barunya, dengan suasana lenggang dan belum terlalu ramai. Xp
Jalan Lada yang sudah menjadi ruang terbuka langsung mengarah ke arah stasiun Kota, sebagai salah satu bangunan peninggalan sejarah. Sudah tidak ada lagi pedagang asongan, atau pedagang kaki lima di sana (bandingkan dengan kondisi Kota Tua dokumentasi di tahun 2012, tepat sepuluh tahun lalu di sini). Mereka para pedagang digeser ke arah pinggir kawasan wisata, di seberang jalan Kunir, hingga suasana cukup tertib dan menarik sebagai pemandangan.
Setelah dari sana tidak lama kemudian saya langsung berpindah tempat, hingga satpam penjaga parkir di gedung Pos Kota cukup heran, melihat dan bertanya saya hanya sebentar saja di sana? Tidak sampai satu jam. Tujuannya memang sekadar eksplore dan mengabadikan suasana terbaru di sana saja.
Tujuan berikutnya berlanjut ke kawasan ramai lain, berlokasi di jalan utama yang ditutup setiap hari minggu pagi hingga jelang siang. Kawasan Hari Bebas Kendaraan Bermotor, alias Car Free Day yang juga mulai dibuka kembali lebih awal, berlokasi dari jalan bundaran air mancur Patung Arjuna (Patung Kuda) dengan simpang Monas, hingga ke arah bundaran Senayan.
Saya dulu cukup sering singgah di sini, sekadar untuk jalan cepat hingga berlari kecil membuang keringat. Tapi hal itu mulai jarang dilakukan, sejak pembangunan MRT dimulai, karena sudah tidak adanya pepohonan di sepanjang jalur Sudirman hingga ke Semanggi seperti dulu. Kesan teduhnya berkurang, berganti jadi lebih terik dan panas.
Akhirnya saya menitipkan kendaraan di tempat biasa seperti dulu, yaitu di belakang Plaza Indonesia di sebelah Grand Indonesia bagian barat. Mulai jalan-jalan santai serta mengabadikan suasana terbaru di sana. Sekaligus pada bundaran Patung Selamat Datang, kala itu sedang terdapat pawai dari sebuah institusi negara, hingga momentumnya cukup tepat waktu. Xp
Dari sana saya jalan kaki menuju stasiun Sudirman, untuk menaiki KRL ke arah stasiun Grogol, tapi tidak bisa langsung karena harus transit ganti kereta di stasiun Duri. Tujuan saya adalah untuk mengabadikan jenis transportasi ini, agar tidak kalah dengan wisata negeri tetangga. Di sana saya mengabadikan fasilitas publik jalur roda besi ini di Singapura dan Kuala Lumpur, pastinya kota sendiri Jakarta harus bisa memberi perlawanan. Xp
Saya mengabadikan suasana di dalam kereta, serta pemandangan dari dalam kereta, ketika melewati jalan yang ditutup. Ada dua titik yang dilewati, yaitu pintu kereta di Karet dan Grogol, untuk itu saya hanya sampai di sana dan langsung balik arah. Khusus untuk pintu kereta Grogol, titik ini sering juga dilewati, hingga untuk sejenak bertukar posisi dan mengabadikan mereka yang menunggu kereta lewat.
Setelah berwisata KRL di jalur terpilih, saya juga langsung berpindah ke stasiun Dukuh Atas, melewati Terowongan Kendal sebagai jalur pejalan kaki. Saya juga baru tahu, bahwa dulunya terowongan ini sebagai jalan kendaraan bermotor. Baru difungsikan sebagai jalur pejalan kaki itu di tahun 2019, berbarengan pertama kali saya menginjakan kaki di sana, ketika ada acara pertunjukan nyanyian di beberapa titik ruang terbuka, salah satunya di sana dalam rangka hari raya Natal.
Saya menaiki MRT dan mengabadikan suasana di sana, sekaligus merekam peralihan dari jalur terowongan menjadi jalur layang kereta. Berbalik arah di stasiun ASEAN, untuk kemudian kembali dan keluar sebentar di stasiun Istora Mandiri, tujuannya ingin mampir mengabadikan Hutan Kota di sana.
Tujuan selanjutnya adalah wajah baru gedung Sarinah, karena di sana juga merupakan salah satu ruang terbuka unggulan. Hingga akhirnya mulai bergerak lagi menjelang siang, karena jalan M.H Thamrin sudah dibuka untuk kendaraan bermotor.
Mulai bergerak ke arah Kota Tua kembali, karena sudah merupakan jam buka tempat komersial. Tujuan berikutnya adalah salah satu titik di kawasan Glodok, yaitu lokasi Petak Enam, sepertinya bentuk bangunan di dalam pintu cukup menarik untuk diabadikan.
Berada di sana untuk merekam dari segala sisi, serta jajan cemilan kuotie yang sesuai dengan selera lidah. Sehabis dari sana mulai kembali pulang, hingga terpikirkan untuk melakukan wisata seharian penuh, karena sudah berjalannya rencana membuat dokumentasi terbaru di ibu kota Jakarta.
Menjelang sore saya menuju daerah Kapuk, dalam hal itu masuk ke kawasan Pantai Indah Kapuk. Melewati jembatan menuju pulau reklamasi, serta mengabadikan suasana di sana, sekaligus menghirup udara laut, sebagai salah satu kekayaan kota Jakarta sebagai daerah pesisir. Berlanjut dengan mampir di salah satu pusat perbelanjaan, berlokasi di tepi laut dan mengabadikan pemandangan di sana.
Setelah selesai dari sana, langsung bergerak kembali ke arah Ancol, karena ingin sekaligus berwisata seharian penuh. Rencana masuk ke kawasan Taman Impian Jaya Ancol, ternyata sistem masuknya sudah tanpa tunai, loket di sana hanya mengecek tiket atau kode booking yang sudah didapatkan. Untuk pembayaran tunai diarahkan ke salah satu titik di satu pintu, akhirnya saya juga ke sana.
Sesampainya di sana tersedia petugas yang membantu. Ada yang menerima pembayaran tunai, ada juga yang ikut membantu pengunjung untuk membeli tiket secara on-line. Akhirnya dari keterangan yang ada, ternyata tiket bisa dibeli di halaman internet mereka. Pembayaran bisa dengan transfer bank atau pembayaran digital, hingga langsung saja membeli on-line via perangkat telepon genggam tidak pakai lama.
Akhirnya saya masuk dan menuju sisi pantai di sebelah akomodasi Putri Duyung, dengan ciri khas adanya jembatan di tepi pantai. Namanya itu jembatan cinta, karena jalurnya itu berbentuk seperti hati jika disorot dari atas udara. Mengabadikan suasana di sana hingga petang, kemudian langit berganti menjadi malam.
Ketika hendak kembali, ternyata sedang ada pertunjukan tarian air yang populer dengan sebutan Symphony of the Sea, berlokasi di titik bundaran di pintu utama kawasan wisata. Hingga akhirnya mengetahui lagu soundtrack mereka, untuk kawasan Ancol dan Wahana Atlantis, dengan lagu yang enak dan lirik kata-kata yang menarik.
Kemudian berlanjut pada esok harinya, menjelang petang terbesit ide untuk membuat dokumentasi versi malam. Hingga langsung dilakukan dengan kilat, serta menentukan tujuan di beberapa titik. Beruntung suasana lalu lintas tidak padat, karena cukup lancar dan bisa melaju dengan cepat.
Posisi diawali dari Kota, menuju Mangga Besar dan melewati Sudirman. Dari sana berbelok di SCBD Sudirman dan berputar hingga melewati Senayan. Kemudian diakhiri di kawasan Grogol dengan titik pusat perbelanjaan yang jadi tempat familiar, sebagai penutup dan cukup cepat untuk sebuah video dokumentasi.
Ada yang membedakan berlibur dan rehat refreshing biasa, salah satunya dengan kegiatan dokumentasi, sebagai cara saya meninggalkan jejak sudah pernah ke sana. Biasanya tempat tertentu bisa dua atau sampai tiga kali diangkat, karena memang menarik dan sebagai penghubung untuk tujuan lain.
Untuk liburan kilat dan kota sendiri, akhirnya ada dua dokumentasi, sekaligus menggunakan lagu kenangan Senam Kesegaran Jasmani sebagai soundtrack-nya. Untuk liburan di hari minggu, saya memakai lagu SKJ 92, sementara untuk esoknya di versi malam pakai lagu SKJ 88, cukup menarik untuk sebuah nostalgia dan imajinasi. Xp
Uniknya (dan memang disengaja) untuk SKJ 1992, lagu ini juga sengaja saya pakai, untuk dokumentasi kota Jakarta pertama kali sepuluh tahun lalu. Bedanya dulu itu durasinya dipotong, sementara untuk versi tahun 2022 ini punya durasi lengkap, dari adegan pemanasan, latihan inti dan pendinginan.
Bahkan dalam waktu yang singkat saya juga berlibur kilat di jalanan ibu kota. Karena niatnya untuk mengabadikan titik jalur tertentu, berlokasi di lima wilayah administrasi ibu kota, dari Pusat Barat Utara Selatan dan Timur, sedikit ceritanya sudah dituliskan di sini, bahasannya tentang titik perbatasan di dalam kota.
Beruntungnya rencana mengabadikan jalan di atas kendaraan roda dua bisa dilakukan. Mengingat pada periode tertentu sewaktu dulu, pernah ada aturan yang melarang kendaraan roda dua melintas di sepanjang Sudirman Thamrin. Alasannya untuk kemacetan, padahal sesungguhnya yang justru bikin macet itu pastinya kendaraan roda empat, dengan ukurannya yang lebih besar dan lebar.
Alasan lainnya agar di sepanjang kawasan itu lebih modern dan maju, artinya hanya mengandalkan tampilan kendaraan saja. Hampir serupa dengan kebijakan beberapa pusat perbelanjaan, ketika hanya menyediakan lahan parkir untuk kendaraan roda empat saja. Mungkin saja niatnya untuk lebih membuat pamor tinggi, alias hanya warga yang tingkat sosialnya lebih berada yang bisa datang. Hingga muncul sebuah ledekan bahwa pengunjung roda dua dianaktirikan, memang begitulah kenyataannya.
Kalau dibilang hanya untuk kaum berada juga tidak tepat, karena adanya pengunjung yang menggunakan transportasi publik. Satu layanan yang masuk dalam dokumentasi saya, dalam hal itu MRT dan KRL, sementara untuk bis Transjakarta belum, karena hanya haltenya saja yang eksis masuk rekaman. Xp
Artinya kota ini milik bersama, dengan beberapa pilihan ketika seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Termasuk juga untuk turis dari daerah lain. Secara kebetulan untuk cerita ini turisnya dari kota sendiri, berlibur di kota sendiri.
Sekian cerita liburan di dalam kotanya. :D