Untuk tema cerita ini yang serupa mirip sudah diangkat di sini. Tapi untuk kesempatan kali ini ada bahasan lain cukup seru dikupas. Pastinya berangkat juga dari fenomena yang terjadi sekarang, ternyata memang ada sebagian pihak yang masih menggunakan gaya atau cara ini. Bahkan untuk dibilang pasukan gaya juga kurang tepat, karena lebih condong kepada penganut fungsi.
Pastinya jika sudah membaca judul bisa langsung terbayang, barang atau jasa apa yang akan didongengkan di cerita kali ini. Jawabannya sudah pasti hampir pasti semua orang sudah punya barang ini, karena sudah menjadi kebutuhan di masa kini. Bedanya mungkin hanya di fasilitas saja, semakin canggih perangkat gadget, maka akan mendapatkan banyak fitur menarik. Gadget sendiri jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya Gawai, sebuah alat yang fungsi dasarnya untuk berkomunikasi.
Jadi bahasan apa nih yang ingin diangkat? Jawabannya adalah tentang usia dari gadget itu sendiri. Untuk usia ini bisa juga berlaku relatif, tergantung dari masing-masing kita mengartikan, jadi tidak mutlak hanya ada satu pengertian. Bahkan untuk bahasan ini ada beberapa pandangan tentang usia gadget, misalnya berapa lama gadget bertahan lama, sejak pertama kali diaktifkan. Atau pandangan lainnya, berapa lama gadget aktif digunakan oleh satu orang hingga selesai, kemudian mungkin juga ada pandangan lainnya.
Pada tulisan serupa yang diangkat tadi di sini, pada awalnya bahasan itu muncul karena saya baru saja menjemput perangkat dengan harga yang memecahkan rekor. Hingga mengangkat pula tipe-tipe gadget pendahulunya, sebagai bagian dari nostalgia komunikasi, karena saya sendiri cukup berminat mengikuti perkembangan teknologi. Kemudian berlanjut pada rekor-rekor lainnya yang menanti, serta yang berhasil dilewati, hingga muncul lanjutan ceritanya.
Pada waktu lalu itu, saya ingat bahwa pada tipe-tipe gadget yang lama, ternyata saya cukup awet juga sebagai pengguna. Dalam arti sebuah gadget menghabiskan seluruh usianya hanya di satu tangan, itu pernah terjadi satu dua kali. Artinya bukan yang sudah selesai kita gunakan, kemudian dijual ke tangan lain. Kenapa? Oleh karena kondisi perangkatnya juga masih oke dan berfungsi baik, serta masih laku dijual dan ada harganya.
Jadi pengalaman ini sepertinya menarik juga diangkat, sebagai salah satu bentuk "kesetiaan" dari pengguna kepada perangkatnya sendiri. Untuk zaman sekarang tentu masih ada tipe pengguna yang seperti ini, karena sebagian memang lebih mengutamakan fungsi. Menjemput spesifikasi gadget sesuai kebutuhan, kemudian digunakan sampai batas maksimal penggunaan, alias hingga rusak tidak bisa menyala lagi, baru kemudian beli gadget baru lagi.
Pertama itu adalah untuk handphone tipe batang, atau biasa disebut sebagai telepon genggam dengan tombol numeric. Untuk gadget tipe awal ini langsung memecahkan rekor, dijemput dengan harga pembelian termahal menembus angka 2 juta. Kala itu handphone seperti ini masih tidak bisa dikotak-atik, atau ditambah kartu memory cadangan. Ibaratnya pengguna zaman itu sudah bisa puas dengan yang tersedia di dalam handphone.
Sepak terjang Sony Ericsson T610 sebagai gadget rekor pertama cukup bagus. Selama tiga musim pertama menjadi perangkat utama, sebagai alat utama komunikasi. Kemudian posisi nomor satu di tangan mulai berubah, ketika ada gadget tipe lain muncul belakangan dan diangkut. Tapi posisinya sendiri cukup aman, menjadi perangkat kedua atau cadangan, bahkan setelah tipe-tipe lainnya ikut datang.
"Ini hape paling gue berani ambil di 700-an" ujar pemilik toko, teman dari saudara saya kala itu. Saat hendak menjajal pasar, apakah masih laku dijual atau tidak. Berlokasi di pusat perbelanjaan di wilayah Ambasador.
Kala itu harga segitu masih cukup tinggi, peredaran handphone juga masih dominan tipe batang numeric. Pada akhirnya tidak jadi dijual, karena merasa sayang dan tetap ditahan untuk sekadar punya saja. Posisi cadangannya semakin tersisih ketika tipe yang lebih baru datang, dengan keunggulan yang tentunya jauh lebih baik.
Pada akhirnya perjalanan handphone itu selesai, alias rusak dan tidak bisa nyala lagi. Sudah paripurna menjalankan tugas di satu tangan. Jika dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya kala itu tentu sudah sangat jauh. Teknologi di era awal abad 20 sangat jauh berkembang, selama mengarungi waktu di satu dekade setelahnya.
Tipe inilah yang saya ingat bertugas sampai selesai, salah satunya ada penggantian suku cadang baru. Misalnya bagian baterai yang kala itu dayanya sudah cukup sering habis, agar masih bisa bertahan lebih lama lagi. Namanya saja barang elektronik, seluruh produk yang digunakan dan menggunakan daya, idealnya akan ada habis masa pakai, tergantung penggunanya saja bisa tahan lama atau tidak.
Sementara untuk tipe lainnya tidak terlalu diingat, ada yang dijual kembali, ada pula yang diberi kepada kerabat untuk dipakai, karena masih nyala dan berfungsi. Atau memang sebagian juga bertugas sampai mati total, tapi tidak masuk dalam "cerita sejarah" yang tercatat. :P
Kedua adalah handphone untuk yang tipe QWERTY, bentuknya sudah berbeda dalam pola dan pakem desain. Tampilan gadget berubah dengan drastis, salah satunya bagian tombol, karena mulai menggunakan tampilan seperti keyboard komputer. Ada satu perangkat yang diangkut, berhubungan dengan perkembangan zaman juga kala itu. Perangkat baru yang juga ikut memecahkan rekor pembelian, mencapai angka 2,7 juta yang masih tergolong kelas atas kala itu.
Sepak terjang Blackberry Gemini 8250 cukup panjang juga, karena kala itu peralihan dunia gadget masih agak lambat. Belum ada akselerasi peningkatan teknologi yang cukup jauh seperti sekarang. Tambahan lagi belum adanya kompetisi terbuka untuk para produsen saling bersaing. Secara tampilan layar memang sudah lebih baik, lebih lebar juga ketimbang handphone batang biasa. Desain handphone dari label Blackberry itu serupa QWERTY semua, hanya ada inovasi di bagian tombol navigasi saja, antara trackball dan trackpad.
Lambat laun karena perkembangan zaman juga berubah, layanan dari operator mulai beralih pada paket kuota internet, bukan lagi fokus di paket khusus untuk perangkat Blackberry. Tambahan lagi sudah tidak ada lagi inovasi dari produsennya, karena sejak awal hanya mengandalkan fasilitas chat Blackberry Messanger antar perangkat saja, padahal pesaingnya sudah banyak bermunculan, dengan membawa aplikasi chat yang lebih umum.
Perangkat Blackberry itu tetap ditahan, bahkan untuk memperpanjang masa pakainya sempat ganti casing. Tujuannya agar tampilan jadi lebih segar, mengenakan jubah yang sesuai dengan tipe adiknya yang lebih baru. Hingga akhirnya posisinya hanya untuk sekadar komunikasi dasar saja, telepon dan SMS, karena sudah turun pangkat menjadi perangkat cadangan.
"Masih ada aja tuh hape, dulu jadi primadona yeh, ampe rela antri dari tengah malem buat dapet harga diskon" ujar teman saya, ketika pada satu kali mampir dan menjumpai perangkat yang fisiknya masih ada kala itu. Mengenang satu pengalaman, ketika pernah jadi pemburu diskonan setengah harga. Sebuah acara yang berujung dengan kericuhan karena ketidaktertiban pengunjung.
Perangkat Blackberry Gemini tetap eksis hingga batas waktunya. Bahkan jika dibandingkan label lain yang diangkut kemudian, serta punya tipe serupa yaitu model QWERTY, maka keunggulan jadi kalah telak. Alasannya sebagian label lain menawarkan fasilitas ganda, selain tombol fisik juga ada layar sentuh di bagian layar, dengan ukuran handphone dan layar yang lebih besar pula. Jadinya eksistensi perangkat ini jadi seperti gadget mainan pada akhirnya, hanya tinggal kenangan saja yang tertinggal, digerus perkembangan zaman.
Ketiga adalah tentang gadget dengan tipe lebih baru, yaitu layar sentuh penuh, alias full touchsceen, sudah tidak ada lagi tombol fisik di bagian depan. Untuk edisi ini ceritanya agak sedikit berbeda ketimbang dua tipe handphone pendahulunya. Apa tuh yang membuat beda? Jawabannya di pengalaman yang bukan lagi pertama kali, alias untuk fasilitas unggulan sudah saya coba sebelumnya, hanya tinggal pilih spesifikasi terbaik kala itu, di mata saya.
Pada hape batang Sony Ericsson T610, pada saat itu kali pertamanya saya memiliki perangkat telepon layar berwana, naik tingkat dari hape monochrome biasa kala itu. Kemudian pada tipe hape QWERTY Blackberry Gemini, kala itu pertama kalinya juga saya mengangkut handphone jenis tombol banyak ini. Alias peningkatan dari sebelumnya hape batang biasa. Secara kebetulan keduanya langsung memecahkan rekor harga pembelian tertinggi, ibaratnya sudah mendapat "paket komplit" untuk urusan pengalaman.
Jadi untuk babak ketiga ini berlaku khusus, bukan lagi pertama kalinya memakai handphone full touchscreen. Gadget jenis ini sudah dijajal di beberapa tipe lain, dengan harga yang cukup terjangkau, belum memecahkan rekor (lagi) sebagai pembelian termahal. Baru pada tipe yang akan "diangkat" ini, sebuah rekor terjadi dari segi harga. Statusnya perangkat (paling) mahal dengan angka 2,9 juta, tentunya fakta ini juga cukup menarik di mata saya sendiri. Xp
Sepak terjang Samsung Galaxy M30S akhirnya dimulai, sejak awal memang sengaja sudah mendapat tantangan. Batasan pertama itu apakah bisa menjadi gadget full touchscreen paling awet di antara pendahulunya? Ternyata tujuan sederhana itu akhirnya berhasil, sebuah pencapaian yang sebetulnya biasa saja, tapi menarik juga untuk "keseruan" dan kepuasan diri sendiri, ceritanya sudah lebih dahulu diangkat di sini, di awal tahun ini.
Kemudian muncul niatan lain yang jangka waktunya lebih panjang, sekaligus membuka ingatan tentang bahasan Ujung Gadget ini. Dengan perkembangan teknologi sekarang, rasanya hal itu mungkin bisa saja dijalankan, karena belum ada sebuah penemuan fitur muktahir yang menarik. Fasilitas yang tersedia saat ini sudah lebih dari cukup, untuk sebuah telepon genggam harian. :D
Secara bersamaan belum lama ini, muncul update dari seorang artis di halaman media sosial. Isinya kurang lebih sesuai dengan bahasan ini, tentang berapa lama sebuah gadget dapat bertahan panjang digunakan. Dalam hal ini bukan hanya melihat label sebagai identitas perangkat, tapi lebih kepada kepuasan pengguna menggunakan handphone, durasinya sesuai dengan fungsi yang didapatkan.
Jadinya secara tidak langsung artis ini sudah ikut memberi inspirasi, khususnya mengenai niatan untuk menjadi pengguna awet (lagi) dalam tanda kutip. Beberapa fungsi utama dari kebutuhan masih tetap ada dan belum berubah. Bahkan bisa saja menantang tipe-tipe yang lebih baru, tidak kalah jika diadu langsung.
Untuk itu dalam melapangkan jalan ke sana, tangan yang kadang kala gatal untuk jajan gadget perlu ditahan. Atau sebisa mungkin tidak mengganti posisi gadget utama, karena untuk fasilitas pastinya kita mengandalkan yang nomor wahid. Jadinya status perangkat belum tergeser untuk sebuah kualitas, baik dari tampilan layar dan hasil foto video dari kamera.
Bertahan lama sebagai pemain utama, tentu berbeda dengan bertahan di satu tangan, tapi di ujung usianya turun pangkat jadi pemain cadangan. Hal itu berlaku pada dua tipe gadget lain yang didongengkan tadi, antara hape batang Sony Ericsson T610 dan hape QWERTY Blackberry Gemini 8520, sudah menjelma jadi pemain cadangan sebelum rusak. Apakah bisa Samsung Galaxy M30S ini mengakhiri pertandingan di posisi tertinggi? Tanpa harus ganti posisi dengan perangkat yang datang belakangan? Menarik juga untuk ditunggu. :P
Praktis kemarin ini sekadar ingin melakukan penyegaran gadget, dengan perubahan kecil formasi dari pegangan dari telepon genggam. Ada label baru yang menarik perhatian, dengan harga cukup murah, tapi fasilitasnya dapat banyak. Mungkin nilai kualitasnya saja yang sengaja dikurangi, berbeda dengan kelas menengah ke atas yang punya kualitas maksimal.
Pilih yang mana? Apakah jadi penggemar garis keras sebuah label? Andai mereka mengeluarkan tipe baru akan diikuti, terus mengganti telepon genggam agar lebih kekinian. Alias sering gonta-ganti hape sesuai tanggal rilis produk label tertentu. Tidak ada yang salah juga andai mengekor zaman, karena sekarang ini lifestyle tetap punya peranan penting. Xp
Atau jadi pengguna awet? Dalam hal ini memberdayakan sebuah gadget hingga ujung usianya? Kalau ini tentu tidak bisa mengekor zaman, karena setiap musim akan selalu ada tipe-tipe baru yang dilempar ke pasar. Paling tidak hanya bisa melakukan pembaharuan di perangkat lunak, seperti sistem operasi Android atau IOS sebagai duet yang utama.
Secara ideal sebetulnya mudah saja jadi pengguna awet bin setia, karena dari segi bentuk sekarang, seluruh handphone yang sudah dijuluki smartphone ini hampir mirip seluruhnya. Hanya sebuah layar datar yang menutupi sebagian besar bentuk fisik, sementara perbedaan dari tiap tipe dan label justru ada di bagian belakang. Berbeda dengan zaman gadget QWERTY dan Numeric yang punya desain bentuk lebih bervariasi.
Pastinya pula ketika perangkat handphone dinyalakan, apa yang ditampilkan itu yang utama, sebagai halaman layar yang akan menemani pengguna. Antara beragam tipe dari sebuah label umumnya hampir serupa, karena menggunakan perangkat lunak yang sama. Lain cerita jika beda label atau merk, di sini tampilan bisa punya ciri khas masing-masing.
Perangkat kami ini bagus, terbaik, tahan lama dan tahan banting. Mungkin saja jargon dasar itu jadi andalan sebagian produsen handphone. Jika demikian memang keunggulan yang ditawarkan itu tidak main-main, sejak dinyalakan pertama kali pastinya punya segudang manfaat, siap untuk menantang zaman. Kemudian namanya saja produk elektronik, jadi mungkin ada beberapa yang cacat produksi, bisa rusak sebelum waktunya, atau malah lebih cepat rusak, untuk itulah diberikan garansi produk dalam periode tertentu.
Sebaliknya produsen mengeluarkan tipe produk yang lebih baru, pastinya ingin mendapatkan keuntungan maksimal. Berbahagialah mereka karena ada pengguna setia, mereka yang terus mengikuti perkembangan tipe produk. Para pengguna itu mengganti tipe yang lebih baru, pastinya akan ada kepuasan tersendiri. Bisa dengan menambah pegangan telepon genggam, atau ditugaskan ke tangan lain, baik secara cuma-cuma atau dibayar dalam transaksi jual beli.
Jangan lupakan pula, ternyata pasar produk bekas pakai ini cukup besar. Biasanya tentu mengincar produk dengan harga mahal, atau berhubungan kemampuan ekonomi pengguna yang terbatas. Membeli handphone tipe bagus dan terkenal dalam kondisi bekas, selisih harganya dapat lebih jauh bedanya ketimbang harga baru. Jadi idealnya semua akan diuntungkan, setuju? :D
Sekadar ingin bernostalgia, saya juga iseng-iseng membeli handphone tipe lama, model batang dan QWERTY yang pamornya sudah tersingkir. Pastinya hanya dari label kelas dua dan stok lama pula, karena label utama yang terkenal sudah fokus, kepada perangkat yang dapat menghasilkan keuntungan.
Jadi sudah berapa lama gadget yang kita pakai aktif? Andai beli baru tentunya sejak di-unboxing. Andai beli bekas, mungkin dari keterangan sistem yang bisa diperiksa, sudah berapa lama handphone itu nyala akrif. Kalau mau dihitung sejak nyala di tangan kita boleh-boleh saja, tidak masalah.
Kita termasuk tipe penguna yang mana? Betah dan setia dengan satu perangkat? Atau masih suka gonta-ganti mengikuti tipe baru yang beredar? Pastinya pengguna gadget akan beragam, tidak bisa sama semua dan bebas-bebas saja. Xp
Club Yoko - I Am
(Samsung Note 10)