Untuk cerita kali ini, kita akan mendongeng tentang satu jenis wisata, apaan tuh? Kalau sudah membaca judul pasti sudah tahu. Wisata Kawah, satu jenis wisata alam yang tersedia di dunia kita ini. Terlebih di Indonesia dan pulau Jawa, karena sebagai daerah cincin api, tempat bertemunya dua lempeng benua, hingga aktifitas gunung berapi jadi bagian dari kita.
Kemudian maksud tulisan ini apa? Ternyata fenomena gunung berapi itu, salah satu aktifitasnya bisa kita nikmati dalam bentuk wisata. Namanya adalah kawah, sebuah kejadian alam di mana bumi kita menyemburkan energi, berupa asap gas dan belerang di permukaan tanah. Hingga salah satunya tentu dalam bentuk wisata, ini yang akan kita kupas pengalamannya.
Untuk menulis tema ini, ingatan saya langsung terbang pada belasan tahun yang lalu. Kala itu saya bersama beberapa teman berwisata ke Bandung. Sepenggal ceritanya sudah diangkat di tulisan ini, berjudul Bandung Tebar Pesona. Menjadi satu pengalaman yang menarik ditelusuri, bahkan hingga saat sekarang ini.
"Kalau Tangkuban Perahu, gue udah pernah sih. Mending Kawah Putih aja, lagi terkenal sekarang." ujar salah satu teman, memberi pendapat tentang tujuan wisata yang akan kami pilih.
Untuk saya sendiri, tempat yang namanya Tangkuban Perahu juga belum pernah saya datangi. Mendengar namanya saja serasa punya daya yang magis, bagaimana bentuknya tempat wisata tersebut. Saat itu saya belum gandrung dengan jalan wisata, karena hanya sekadar ikut ajakan saja, andai berpergian untuk berlibur dan sejenisnya.
Singkat cerita pada akhirnya kami mengikuti saran yang bersangkutan. Hingga kala itu saya juga penasaran dengan tempat wisata Kawah Putih tersebut, dipengaruhi pula dengan penampakan tempatnya di foto internet. Sebuah tempat terbuka, dengan danau berwarna kebiruan, sebuah pemandangan yang cantik.
"Kacau macetnya ini. Soreang Soreang... Ciwidey Ciwidey..." seru teman yang lain dengan bercanda. Menirukan teriakan khas kondektur angkutan umum di sana, ketika akan menuju kawasan tersebut.
Hingga akhirnya karena kemacetan, kami gagal mendatangi tempat tersebut. Sejak saat itu saya sangat penasaran dengan yang namanya Kawah Putih, begitu juga dengan Tangkuban Perahu. Menjadi awal mula saya juga sedikit suka dengan wisata alam, meski belum terangkat dalam minat. Hanya sebuah angan yang asal lewat saja, tapi tersimpan dalam niat di hari esoknya dan seterusnya.
Entah kebetulan atau tidak, beberapa bulan kemudian, ternyata keluarga berwisata ke Tangkuban Perahu. Saya tentu hanya asal ikut saja, sekaligus bisa memenuhi rasa ingin tahu tentang tempat tersebut. Hingga baru tahu tempat itu seperti apa, berwisata kawah di gunung Tangkuban Perahu.
Bahkan awalnya saya mengira, bahwa yang namanya Kawah itu berupa danau yang terlihat di jurang gunung tersebut. Hingga untuk selama beberapa waktu, menganggap kalau kawah itu yah danau, hanya berbeda posisi saja, karena terletak di puncak atau lereng sebuah gunung. Maklum saja, karena kala itu saya hanya ikut-ikut saja, minat berwisatanya masih rendah. :P
Untuk tempat wisata Tangkuban Perahu ini, bahkan saya kunjungi (lagi) di beberapa kesempatan yang lain. Alasannya karena berlibur keluarga dan menginap di daerah itu, hingga sekalian saja untuk berwisata di tempat favorit tersebut. Pada dua kesempatan, akhirnya saya dokumentasikan dalam bentuk video, pada perjalanan wisata di tahun 2012 dan 2014 lalu.
Tangkuban Perahu (2012)
Tangkuban Perahu (2014)
Cerita berlanjut pada tahun 2011 yang lalu, ketika minat berwisata saya mulai keluar. Mata mulai gatal dan ingin pergi ke banyak tempat wisata, dipengaruhi pula dengan perkembangan backpacker kala itu, sebagai pilihan hemat untuk berlibur dan berwisata. Akhirnya saya juga berburu tempat wisata, salah satunya tentu bentuk wisata Kawah ini, karena daerah pegunungan menjadi salah satu yang menarik minat saya.
Wisata Kawah lainnya saya kunjungi di daerah Dieng, kala itu saya mendatangi beberapa tempat dengan jenis penampakan berbeda-beda. Salah keduanya adalah Kawah Sikidang dan Sileri, karena di sana adalah daerah dataran tinggi dengan aktifitas vulkanis di bawahnya. Bahkan di beberapa titik juga ada kawah lainnya, tapi tidak dibuka untuk tempat berwisata.
Kala itu saya mulai mengubah pandangan, bahwa kawah itu bukan danau, tapi sebuah aktifitas gunung berapi, hingga mengeluarkan panas air dan asap di atasnya. Dari dua kawah yang saya datangi, lokasi Sikidang lebih berisik, karena bentuknya air mendidih dan asap yang menggumpal di atasnya. Sementara untuk lokasi Sileri lebih tenang (kala itu), karena hanya berupa asap, tentunya dari perantaraan cairan yang keluar dari tanah.
Kemudian berbagai tempat wisata saya kunjungi, tujuan berikutnya seperti gunung Batur Bali, serta gunung Bromo dan Ijen di satu perjalanan. Kala itu saya mulai melihat titik asapnya, sebagai titik kawah dari tempat tersebut. Adanya asap tentu karena ada panas, sebagai aktifitas dari dapur gunung berapi.
Saya juga mulai berpendapat, kalau wisata Kawah itu sebetulnya biasa saja, tapi agak "tertolong" jadi menarik, oleh karena adanya danau atau jurang "unik" di sebuah gunung. Seperti penampakan kawah Bromo dan Ijen di potongan video yang saya abadikan, sebagai kenang-kenangan di setiap perjalanan wisata.
Berwisata ke beberapa tempat, tapi untuk Kawah Putih masih belum kesampaian saya kunjungi. Rasa penasaran belum hilang, tapi karena jaraknya yang lumayan dekat, saya hanya menunggu kesempatan yang datang saja. Mungkin juga dekatnya itu lumayan jauh juga, karena daerah Ciwidey ini adalah puncaknya kota Bandung, bukan Jakarta, hingga perlu jarak perjalanan yang lebih jauh.
Hingga akhirnya rasa penasaran yang tinggi dengan Kawah Putih mulai mereda, ketika saya mendatangi tempat lain yang mirip. Namanya itu Telaga Bodas, posisinya ada di daerah Garut, menjadi satu rangkaian perjalanan saya bersamaan dengan tujuan Papandayan. Sebuah lokasi dengan danau berwarna putih, hingga sangat mirip dengan Kawah Putih, tapi bedanya di lokasi asli lebih kebiruan muda.
Untuk gunung Papandayan sendiri, posisi kawahnya justru lebih jelas. Di sana hanya terlihat gumpalan asap saja, belum ada cekungan tanah yang terisi air hujan banyak (kala itu). Andai sudah terisi tentu akan menjadi danau kawah, warnanya disesuaikan dengan bentuk batu-batuan dan belerang yang dihasilkan, bisa berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat lain.
Nah cerita tentang minat wisata kawah ini mulai mereda, seiring dengan berkurangnya minat berwisata. Jika diperhatikan dari daftar video trip di sini, sejak itu wisata alam yang rutin saya datangi adalah air terjun. Tidak lagi berburu tempat wisata baru, melainkan mendatangi tempat berulang-ulang saja, karena sudah betah dan mendapat penyegaran baru setiap kali ke sana.
Kemudian cerita berlanjut pada waktu belum lama ini, ketika secara mendadak saya akhirnya berlibur (lagi). Memanfaatkan waktu libur hari raya Lebaran, saya mengambil jasa open trip ke daerah Ciwidey, hingga akhirnya baru kesampaian mendatangi Kawah Putih di sana.
Rasa penasaran akhirnya terobati, dengan cara yang biasa saja justru kepuasan itu tidak berkurang. Sebaliknya mendapatkan sesuatu dalam kondisi prima tentu lebih baik.
Ternyata selama di sana saya tidak terlalu tahan, karena bau belerangnya cukup menyengat. Kawahnya itu ada di seberang danau, tapi dengan pemandangan yang sangat cantik. Akhirnya saya berkesempatan untuk datang ke sana, serta membuat dokumentasi kenang-kenangannya.
Entah kebetulan atau tidak, selang beberapa lama dan waktunya tidak jauh. Ada sebuah kesempatan yang saya ambil, untuk mendatangi lagi wisata Tangkuban Perahu. Bedanya kali ini menggunakan jasa open trip (lagi), hingga menikmati suasana di sana yang masih sama, dengan perubahan di sekitarnya saja.
"Kawah mah sebetulnya cuman asap doank, yang bikin bagus itu kalau ada danaunya." ujar saya. Memberi perbandingan mengenai tujuan wisata tersebut, serta hal utama yang didapat dari jenis wisata tersebut.
Banyak tentunya tujuan wisata Kawah lainnya, misalnya saja ada Kawah Rengganis, Kawah Ratu gunung Salak, Kawah Domas di sisi lereng lain gunung Tangkuban Perahu, dan lainnya juga. Pastinya kita akan menyesuaikan minat wisata kita, setiap orang pasti beda dan tidak akan sama, hal itulah yang membuat keberagaman kita menjadi nyata.
"Wah kalau Kawah Upas masih ditutup itu..." ujar petugas di TWA Tangkuban Perahu.
"Sepuluh tahun yang lalu juga ditutup Pak" balas saya ketika penasaran dengan tempat yang disebut. Ternyata masih tidak kesampaian, untuk mengunjungi jurang sisi lainnya dari gunung Tangkuban Perahu, karena bersebelahan dengan Kawah Ratu sebagai tujuan wisata utama.