Senin, 01 Agustus 2022

Era Media Sosial


Dia itu begitu, media sosialnya aja begitu.
Masa sih?

Semua di antara kita mengenal tema bahasan kali ini, apalagi jika sudah bisa membaca tulisan ini, pastinya kita sudah terhubung dengan internet, setuju? Jika tulisan ini berlaku sebagai wadah luas untuk berekspresi, maka ada wadah lain dengan berbagai macam jenis, tentu dengan beragam minat yang datang, sebagai pengguna platform atau aplikasi tersebut.

Apa tuh aplikasi lainnya? Maksudnya adalah wadah, atau ruang bagi kita tergabung di dalamnya. Untuk zaman sekarang istilah media sosial juga sudah sangat umum, karena jadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita. Jadi untuk cerita kali ini, kita akan mengupas tentang perkembangan zaman, berlaku di jalur media sosial tersebut, istilah kerennya itu sosmed (sosmet). Xp

Media sosial yang terawal itu bernama MIRC, sebuah aplikasi sederhana, tempat kita bisa masuk dan bergabung di dalamnya. Istilah yang terkenal itu adalah ruang Chat, karena hal yang terutama dilakukan adalah interaksi antar pengguna. Jargon ASL-PLS bermula dari ruang lingkup pergaulan di sini. Saya sendiri sempat merasakan juga, ketika masih suka mampir di Warnet. Saat awal abad dua puluh satu, sekaligus doyan download themes untuk handphone batang saya kala itu. Xp

Kemudian perkembangan ruang Chat itu juga dilakukan pengembang lain. Salah dua yang terkenal adalah Yahoo Massenger dan MSN Massenger. Pada kala itu setiap pengguna hanya bisa bertukar kata-kata, sementara untuk foto dan video masih belum tersedia. Kalau mulai ada tombol kirim gambar, itu juga masih seperti barang mahal. Kamera handphone sendiri masih mahal harganya, serta dengan konektivitas (copy-paste) data yang masih ribet ke komputer.

Pada zaman itu perkembangan teknologi masih tetap berlangsung, berbarengan dengan perangkat selular. Salah satunya teknologi SMS yang hampir mirip dengan teknologi chat di internet. Perbedaannya punya tarif yang mahal, hingga lambat laun para operator bersaing, memberikan harga terbaik dan jumlah SMS yang banyak, cerita lengkapnya di sini, tentang bahasan operator telekomunikasi yang digunakan pada handphone.

"Lu punya friendster gak? Ikut main donk, lagi banyak yang pake tuh sekarang" sebuah pesan yang bunyinya kurang lebih demikian, dari teman kenalan saya kala itu.

Akhirnya sebuah era baru dimulai, ketika sebuah website bernama Friendster hadir, menawarkan fasilitas wadah sosial pertemanan. Pada era ini akhirnya pengguna dapat menampilkan biodata secara lebih lengkap, termasuk juga foto diri sendiri. Hal itu cukup penting sebagai gambaran kita di dunia nyata, jadi bukan yang tidak ada gambaran sama sekali (buta), seperti zaman SMS atau chat massenger. Xp

Berlanjut pula dengan kemudahan pertukaran data (foto) dari handphone ke komputer, serta terhubung ke internet secara langsung. Kita bisa mengunggah foto ke dalam wadah Friendster tersebut, hingga bisa diakses oleh pengguna yang terhubung sebagai teman. Selain punya fasilitas chat seperti yang lain, andalan mereka terdapat kolom testimoni. Pada awalnya sebagai deskripsi (review) tentang kepribadian kita, dituliskan oleh teman lain, tapi pada akhirnya jadi tempat obrolan di publik. :O

Generasi selanjutnya adalah kemunculan jejaring sosial lain, bernama Facebook dengan fungsi yang kurang lebih serupa. Perbedaan besarnya, ternyata kita bisa punya halaman sendiri, serta menuliskan berbagai kolom di sana. Istilah yang mereka gunakan adalah halaman wall atau dinding profil, dengan berbagai status yang bisa dituliskan tanpa batas, serta bisa dikomentari oleh teman yang terhubung.

Waktunya juga bersamaan dengan munculnya media sosial lain, bernama Twitter dan menawarkan fasilitas yang lebih sederhana. Aktifitas utamanya dalam melakukan ciutan dalam kata-kata, serupa dengan status di halaman Facebook. Kemudian untuk koneksi dengan orang lain, bukan lagi berjudul teman, tapi follow antara mengikuti atau diikuti. Hingga kita semua bisa eksis di halaman masing-masing. :))

Pada periode ini perkembangan sosial media, berbarengan pula dengan jalur selular yang memanfaatkan sinyal internet. Hingga muncul perangkat dan aplikasi untuk terhubung satu sama lain, dari BBM Chat, Whatsapp, Line dan lainnya. Pada intinya menggantikan peran teknologi SMS, untuk dapat dinikmati lebih murah dari dunia on-line.

Kemudian muncul platform lain bernama Instagram, di sini fasilitas utamanya adalah unggah foto atau gambar. Jadi bukan lagi sekadar kata-kata saja, tapi ada sebuah gambaran nyata, sesuai dengan perkembangan zaman. Prospeknya langsung dipandang cerah, hingga Facebook berani membeli identitas tersebut, untuk berdiri di bawah benderanya. Sebuah perjudian yang cukup berhasil, karena media ini masih terus eksis hingga sekarang.

Hingga akhirnya muncul aplikasi terakhir yang banyak digemari. Pada awalnya konon mendapat cemoohan, sekitar pengguna awal eksis dan mengunggah konten nyanyian lipsync. Salah dua yang terkenal adalah Bowo dan Sinjo, hingga sekarang semuanya saling berlomba, untuk eksis di platform tersebut. Bahkan kontennya semakin berkembang, bukan lagi adegan menyanyi, tapi ada juga tarian, membahas makanan, serta hal-hal menarik lain yang bisa diabadikan, bahkan bisa untuk promosi lapak jualan.

Konsep utamanya adalah video pendek, dengan durasi yang cukup singkat. Menjadi tantangan tersendiri, bagi para pengguna menyampaikan pesan dalam tempo waktu sesingkat-singkatnya. Hingga beberapa lagu atau audio digunakan, ada juga yang terkenal dari aplikasi tersebut, bahkan beberapa pengguna baru tahu ada karya musik tersebut. Xp

Kemudian cara kerja aplikasi Tiktok ini juga diikuti oleh Instagram, dengan peluncuran fasilitas Reels dan punya susunan kolom yang mirip. Setelah sebelumnya beberapa tahun lalu meluncurkan fasilitas Story, mengikuti perkembangan dari aplikasi Snapchat.

Ada yang bilang platform Instagram ini latah dan serakah, karena selalu ikut-ikutan perkembangan terkini. Tapi bukankah kita akan terlihat jadul? Andai tidak mengikuti perkembangan zaman? Bagaimana imbasnya? Yah bisa ditinggal pula oleh pengguna. Jadi mungkin ini strategi dari sebuah aplikasi untuk bertahan (selama mungkin), tentunya yah harus mengikuti kemauan pasar.

Sebuah tahapan perkembangan yang mengikuti zaman. Media sosial itu awalnya adalah wadah untuk pengguna mencari kenalan baru. Bisa melalui sapaan langsung, atau memanfaatkan jaringan pertemanan, alias teman dari teman kita. Kemudian menjadi tempat mengekspresikan diri, terbuka untuk umum atau hanya sebagian kalangan, terpilih untuk masuk dalam lingkaran pertemanan kita.

Untuk para pengguna yang mencari pergaulan baru, entah dengan berbagai macam tujuan. Pastinya harus lebih berhati-hati, karena apa yang ditampilkan di media sosial, bisa berbanding terbalik dengan realitas dari pengguna. Sebagian menyebutnya sebagai pengguna bermuka dua, karena sepak terjangnya di media sosial itu tidak sesuai dengan kenyataan.

Sebagian lagi juga bisa memanfaatkan celah, ketika berhasil memperdaya pengguna untuk melancarkan aksi negatif. Bisa dari penipuan dengan mengaku-ngaku teman, berusaha membuat profil baru yang serupa. Umumnya mencari korban dari teman profil, tentunya arah pembicaraan dan berkabarnya itu UUD, alias ujung-ujungnya duit (uang). Hingga penting bagi kita untuk waspada, apakah teman itu benar teman kita? Atau hanya mengaku-ngaku saja? Cara mudahnya dengan verifikasi memastikan ke teman lain, apakah nomor kontak yang dipakai sama atau tidak. Atau paling praktis periksa dengan panggilan video call, karena jika benar teman tentu tidak akan sulit. 

Sebagian lagi justru memanfaatkan perkenalannya dengan tujuan lain. Salah satunya menipu dengan perencanaan matang, hingga korban terperdaya dengan penampilan atau cara bicara. Fakta itu terjadi di aplikasi pencari teman (jodoh) Tinder, dengan judul film The Tinder Swindler. Kejadiannya juga mirip, karena teori UUD masih berlaku, berujung meminta uang, tapi dilakukan oleh kenalan baru.

Meski ada celah untuk perbuatan negatif seperti di atas, tapi bukan berarti semua pengguna akan demikian. Tentu banyak pula pengguna yang baik, serta punya tujuan baik pula. Misalnya untuk dunia hiburan atau entertainment. Para artis atau aktor, mereka yang punya julukan jago berakting, karena bisa mendalami  atau menjiwai peran yang dijalankan. Hal itu justru baik dan menjadi nilai tambah bagi orang tersebut.

Sosok atau tokoh terkenal, atau mereka yang sudah dikenal sebagai figur publik. Mereka ini punya ruang gerak khusus, karena sudah menjadi "milik publik" sesuai julukannya. Bagi saya sendiri, mereka ini tentu ada di dunia lain, sudah "jauh" dari jangkauan pertemanan biasa. Kekaguman pada mereka sebatas karya saja, atau nilai professional saja, karena mereka sudah membuat sesuatu (karya) yang bagus.

Untuk sebuah kepentingan komersial, apa yang mereka tampilkan harus sesuai dengan skenario. Tapi untuk dunia media sosial, tentu tidak semuanya merupakan bohongan. Ada pula artis atau aktor yang memang menuangkan pikiran, atau keluh kesahnya di sana, tentu hal itu tidak dilarang. Media sosial adalah wadah kebebasan bagi semua pengguna, tentunya harus memerhatikan etikanya, jangan sampai menuduh identitas dan kena pencemaran nama baik.

Apakah itu hanya berlaku untuk artis? Tidak juga, karena ada tokoh biasa yang bukan artis, mereka juga bisa jadi terkenal. Banyak macam profesi yang dijalankan, seperti membuat cerita lucu yang menghibur, membahas makanan sebagai sumber konten. Atau memanfaatkan peliharaannnya sebagai konten, seperti kucing lucu atau lainnya. Bahkan menjual sensualitas, untuk mendatangkan pengikut atau penonton dalam jumlah besar, agar bisa dimanfaatkan keuntungannya dari iklan. Xp

Dengan apa yang muncul di media sosial, akhirnya sebuah istilah terkenal kita dengar, tentang jangan (langsung) percaya dengan yang ditampilkan di sosial media. Apakah itu benar atau bohong? Atau hanya sandiwara saja? Itu kembali lagi pada penggunanya masing-masing, dalam menyikapi segala konten dan pesan yang beredar di dunia internet.

"Cerdik seperti ular, tulus seperti merpati." Sebuah pepatah yang sangat bagus untuk kita, berlaku juga untuk bahasan ini. Tujuannya agar lebih berhati-hati dalam menyikapi pergaulan di era media sosial, serta tetap punya niat yang baik tatkala ikut terjun di dalamnya, setuju?

Sudah kita jumpai pula koneksi (baru) yang berhasil, entah kerja sama bisnis dan sejenisnya. Masuk dalam ruang lingkup pertemanan baru, atau justru menjemput jodoh dari dunia maya tersebut. Bukankah cerita ini merupakan kabar baik? Karena sebagian orang dapat memanfaatkan media sosial dengan baik, sesuai dengan tujuan dan kepentingan.

Untuk hal yang positif, sudah banyak sekali pengguna, khususnya orang-orang berpengaruh selalu membagikan konten yang baik. Tujuannya agar teman atau pengikutnya mendapat semangat baru, sesederhana itu menebar kebaikan di kolom media sosial sekarang. Biasanya tokoh panutan (non-artis) ini ada di sekitar kita, sosok yang "dikenal" dalam lingkaran pertemanan. Atau mungkin pernah juga kita kenal pada zaman berbeda, jika demikian tentu ada koneksi istimewa dari jalur kenangan. :))

"Gue gak percaya orang biasanya sifatnya A, tapi tau-tau berubah mendadak tampilin sifat B atau C" ujar saya, saat mendengar ungkapan teman. Bahwa seseorang bisa punya dua kepribadian yang bertolak belakang, atau punya watak berbeda. Bermuka dua dalam realitas, bukan untuk yang kepentingan akting.

Seperti yang kita baca di atas tadi, andai punya dua kepribadian, biasanya mereka punya maksud yang berbeda (di luar akting). Salah satunya sudah dibahas untuk tujuan tidak baik (penipuan), biasanya pula menyasar kenalan baru. Tapi bagaimana jika yang disasar itu kenalan lama, atau sudah menjadi teman kita sejak dulu? Jawabannya memang tidak ada, karena dalam kondisi normal tidak akan mungkin seseorang bermuka dua seperti itu. Xp

Mungkin yang lebih tepat, seseorang akan menyesuaikan diri dengan tempat di mana dia berada. Misalnya di tempat kerja, mereka akan berperan sebagai pekerja. Kemudian ketika pulang ke rumah, mereka akan berperan sebagai anggota keluarga. Jadi ada sebuah tingkah laku tertentu, bisa keluar di tempat yang sesuai, serta dapat dijumpai oleh orang tertentu pula.

Jangan lupakan pula, bahwa kini setiap orang bebas bersuara. Kita dapat mengekspresikan diri, dengan berbagai kepentingan yang menyertai. Bisa dengan cerita kenangan, nostalgia dengan apa yang indah dan pernah terjadi. Atau sebaliknya cerita imajinasi, untuk afirmasi menjemput masa nanti agar terjadi. Tapi yang pasti masa kini ini lebih penting, karena itulah yang kita ungkapkan, dengan keterangan waktu sekarang atau now.

Terjadilah sesuai dengan yang kita yakinkan, apakah hanya itu saja? Tentu tidak, agar bisa terjadi tentu harus dihidupkan melalui perbuatan, jika tidak keyakinan itu pada hakekatnya mati. Tentang hal tujuan itu berlaku pula dengan sifat dan tingkah laku, sebagai identitas dan melekat pada kita sebagai pribadi.

Kita adalah apa yang kita tampilkan, sesederhana itu hukumnya. Secara ideal seseorang akan menampilkan apa yang ingin orang lain tahu tentang mereka. Atau dengan tujuan lebih spesifik, ada hal-hal khusus yang memang ditampilkan, tapi lebih ditujukan kepada pihak atau pribadi tertentu, tanpa mencantumkan secara langsung identitasnya. Istilah "no mentions" yang isinya pesan, tapi dibungkus dengan kegiatan berekspresi. Hal itu wajar-wajar saja, untuk melatih kepekaan dan perbendaharaan seni perumpamaan kita. Xp

Kemudian bagaimana dengan orang yang selalu update, di mana saja dan kapan saja. Seakan-akan semua hidupnya ditampilkan di media sosial, seperti laporan rutin di internet, entah sedang menguap, sedang ke WC, atau juga sedang melakukan apa saja. Jawabannya yah itu hak mereka, karena mereka bebas menggunakan media sosial sesuai dengan keinginan masing-masing. Istilah tidak ada privasi bisa saja terjadi, karena memang seseorang itu yang membukanya sendiri, secara sadar ingin eksis di semua waktu, tidak ada yang salah juga. :P

Terus bagaimana dengan sebaliknya? Mereka yang tidak eksis? Atau sengaja tidak mau ikut-ikutan untuk membagi cerita di media sosial? Yah tidak masalah, artinya mereka lebih fokus pada kehidupan nyata, atau memang banyak kesibukan dan kegiatan di dunia realitas. Adanya teknologi hanya sebuah pilihan, bisa kita gunakan atau tidak yah bebas saja.

Jangan (langsung) percaya dengan yang ditampilkan di media sosial. Apakah itu benar? Benar sekali, karena media sosial itu "sempit" dan terbatas, hanya sebagian kecil saja kepribadian seseorang kita ketahui dari sana. Masih banyak sifat kita, yang terlihat dari tingkah laku, tentu tidak perlu kita buka semua di sana. :))

Mau kenal dengan seseorang?
Kenali langsung orangnya, bukan dari media sosialnya.
:D