Suka mendengar lagu? Saya pernah mengangkatnya di sini, tentang melodi yang bisa memengaruhi emosi manusia. Sebuah karya yang cukup unik, sebagai salah satu kebutuhan mendasar.
Pasti kita pernah mendapati dan suka dengan satu lagu, apa yang mendasari alasannya? Jawabannya hanya dua, salah satunya karena lagunya memang enak didengar dan sesuai selera. Kadang ada yang hanya suka lagu, hingga tidak memerhatikan liriknya, terlebih jika dinyanyikan dalam bahasa asing. Misalnya dalam acara berbahagia, karena suka sama alunan melodi, mereka memutarkan lagu yang artinya patah hati, sudah banyak cerita sejenis yang berseliweran dari jaringan internet ini. Tentunya itu pilihan mereka, serta hak kita untuk berkomentar, tapi tetap saja pada intinya membuat mereka senang. Xp
Sementara yang lain ditandai dengan adanya lirik atau syair. Pada
kondisi yang biasa seorang penyusun melodi dan lirik menceritakan pengalaman, serta mendapat inspirasi dari
sekeliling. Tentang kekuatan lirik, apakah itu baik atau sebaliknya, menyampaikan pesan atau sekadar curhat, tentu menjadi pilihan seseorang dalam kreasinya sendiri.
Keadaan yang banyak dialami itu sesuai dengan keadaan, misalnya apa yang didengungkan itu berlaku juga untuk kita, ditujukan kepada mereka, seseorang atau yang lain. Andai sedang menikmati suatu karya lagu, kita seperti masuk dalam pengalaman tersebut, sebagai orang pertama yang mengalami lirik dan syair yang sesuai. Biasanya momentum ini paling banyak dan dialami oleh sebagian besar orang, sebagai "subjek" dari syair lagu. :D
Lagu ini sesuai, untuk dia.
Kemudian juga ada sudut pandang lain yang juga dikenal, yaitu orang kedua. Suatu keadaan di mana kita tidak mengalaminya secara langsung, tapi setiap liriknya itu ditujukan kepada kita, baik secara langsung atau tidak, secara ideal kita sendiri yang menyadari. Momentum ini menjadikan posisi kita sebagai "objek", karena sebagai penerima pesan. :)
Lagu ini sesuai, untuk (cermin) diri sendiri.
Dengan kata lain, dalam lagu juga berlaku sudut pandang dengan istilah point of view, sebagai bingkai dalam suatu pesan. Dari dua itu hanya berlangsung satu arah dan satu jalur, kita terhadap mereka, atau mereka terhadap kita. Bahkan kadang bisa berbalik, dari awalnya kita mengambil peran sebagai "objek", tapi setelah ditelisik ternyata kita lebih cocok jadi "subjek"-nya, demikian juga bisa berlaku sebaliknya.
Misalnya ada seseorang yang menyatakan sebuah lagu yang sesuai, satu pengalaman dengan kalimat lirik, ditujukan kepada kita. Tapi keadaan yang sebenarnya itu terbalik, justru lebih klop andai "pesan" itu ditunjukkan kepada dia sendiri, bagaimana kalau begitu? :P
Lagu ini sesuai, sepertinya berlaku untuk kita.
Mungkin kedua sudut pandang itu paling umum dan mudah dipahami, sebatas bolak-balik saja. Benar tidak? :D
Nah belakangan (dari dulu sebetulnya) ada sudut pandang lain yang digunakan, yaitu orang ketiga. Sebuah penyampaian lain bukan hanya berdasar pada pengirim dan penerima pesan saja, tapi menjadi pengamat di antara "subjek dan objek", alias ada jarak yang diciptakan oleh penyusun lirik, sebagai penengah dalam tanda kutip. :)
Tentang sudut pandang ketiga ini, kita yang mengalami akan bertindak sebagai "objek" secara tidak langsung, karena mendapat pesan dari orang lain. Bukan lagi bercerita tentang gue dan elu, aku dan kamu, atau saya dan anda, tapi dari dan untuk mereka.
Lagu ini sesuai, untuk diri sendiri dan juga mereka tentunya.
Jadi POV itu tersedia dalam berbagai macam bentuk, entah itu lagu, pidato, cerita tulisan dll. Salah satu yang sudah menjadi pertimbangan, ketika mulai memasuki satu dunia tertentu, ketika memakai sudut pandang orang pertama betulan, bukan sekadar istilah seperti tadi.
Mungkin kalau menggunakan bahasa istilah yang umum, saya sudah percaya diri untuk menggunakan sudut pandang sendiri.
:))
===