Sabtu, 07 November 2015

Dongeng Tetangga



Saya ingin membuat dongeng dalam studi kasus, biar mudah dipahami karena aslinya itu seperti benang kusut.... :P

Alkisah pada dahulu kala ada satu bangsa di Timur Tengah, dari awalnya menetap di tanah seberang, hingga bergerak ke suatu daerah baru untuk menetap (lagi) dan tinggal, sebelum terpecah dan bubar (lagi), terus akhirnya menyatu (lagi) di kemudian hari.

Secara runut segala kejadian yang terjadi masuk dalam catatan mereka, seperti difungsikannya bidang "kearsipan" oleh orang-orangnya, berlaku pada zaman yang berbeda. Jadi pada dasarnya mereka mengikuti kenyataan (tidak diam), lalu mengabadikan kejadian penting itu dalam tulisan "sejarah" (alami dan ilmiah).

Bahkan ketika negara itu terpecah jadi dua (satunya bubar, satunya bertahan dalam penjajahan), orang-orangnya tetap mencatat kejadian sejarah, meski negaranya sudah tidak eksis lagi selama beberapa waktu. Cacatan itu kemungkinan diambil ahli oleh "pentolan" mereka pada zaman itu, hingga gulungan arsip yang disebut kitab itu tetap tersimpan, sampai orang-orangnya benar-benar lenyap dari tanah tersebut.

Catatan yang ditulis oleh mereka akhirnya diakui sebagai sejarah resmi, baik secara harafiah (kenyataan), maupun secara hikmat (spiritual). Berlaku pada khususnya kepada bangsa yang sudah bubar jalan tersebut, serta anak bangsa yang menyebar di kemudian hari.

Mereka yang menulis itu punya peran sebagai warga dan keturunan yang asli (Kalau zaman sekarang punya KTP dan sah jadi warga negara). Punya wewenang mengabadikan sejarah bangsanya sendiri, andai ada orang asing yang dipercayai ikut menulis sejarah, pasti alasannya sangat kuat dan itu hanya beberapa saja.

Mirip-mirip di negara kita saja, meski sejarahnya masih belum clear 100% sampai pada bulan ini (Nov. 2015).  Tidak mungkin bukan? Andai kita harus lebih percaya misalnya kepada orang negara tetangga, pasti mereka kita anggap mimpi di siang bolong andai sok2 mengangkat sejarah kita (emangnya siapa elo?). 

Jadinya mungkin hanya orang-orang "pribumi" yang berhak mencatat sejarah bangsa sendiri sesuai dengan zamannya, hingga tidak punya waktu untuk mengurus negara tetangga di sekitar. (Bukan urusan kita cuy).

Nah untuk studi kasusnya kita mulai dari sini, mengambil contoh dalam kejadian nyata.  Misalnya satu bangsa di Timur Tengah itu bernama CINO, pada satu waktu bubar sampai orang-orangnya menghilang dari tempat asal. Tapi sejarahnya tidak lenyap, karena catatan itu dibawa oleh mereka yang pergi, atau memang tertinggal di tempat asal.

Tau-tau beberapa abad kemudian, ada tokoh dari negara tetangga dalam jarak tertentu tampil kemuka, lalu dengan pedenya membuat sejarah baru, termasuk membuka "kenangan" lama tentang bangsa CINO yang telah lenyap itu. Kemudian mengobral "Wild Card" untuk mengenang mereka sebagai pahlawan asing, agar namanya bisa masuk dalam kompilasi buku sejarah zaman baru versi mereka. Apakah itu bisa? Jawabannya tentu bisa saja.

Anggap saja bangsa tetangga itu bernama INDU, punya penulis sastra dan kesaksian yang orang2 yang kompeten, hingga melahirkan anak bangsa yang superior. Membuat buku sejarah baru, bersifat harafiah (kenyataan) dan penuh dengan hikmat, hingga potensi mencari pengikut dalam jumlah banyak sangat terbuka.  Tahapan munculnya buku baru itu tidak akan dibahas, karena secara garis besarnya itu datang secara supranatural atau penuh dengan mujizat, penulisnya itu juga tidak diketahui secara pasti, bahkan menggambarkannya saja tidak boleh toh? Jadi tidak ada yang bisa dijelaskan di sini, agak beda dengan buku sejarah CINO yang memang ditulis di setiap zaman.

Buku "sejarah baru" itu muncul secara ajaib, kalau sekarang mungkin bisa membuat orang tercengang. Bagaimana tidak? Ada seorang tokoh terkemuka akhirnya turun gunung, lalu membawa fakta-fakta baru dalam satu genggaman, bukankah itu magic? Semua catatan sejarah pada waktu lalu disingkap, bahkan branding sebagai kitab yang terakhir didengungkan dan dikenal sampai sekarang.

Salah satu yang menggelitik dan cukup gagal dipahami, buku sejarah baru itu juga menyertakan pula tokoh2 dari negeri CINO dan jajarannya di seberang sana, meski pada waktu itu bangsa dan kaumnya sudah lenyap selama lima abad. Sejarah dan dongeng dari negeri tetangga  diborong tanpa ampun, kalau bukan disebut sebagai copy paste.

Kalau pada zaman itu bangsa CINO masih ada, pasti mereka tidak bisa tinggal diam. (Enak aje sejarah gue main lu comot, lagi kesambet apa ente?).

Bahkan ada satu perintah yang cukup keras, tapi jadi terdengar konyol bagi runutan logika. Dari mana ceritanya? Main comot sejarah  turun temurun bangsa CINO, kemudian menuduh mereka (yang dicatutnya) sebagai ANTI-CIN, karena mereka itu digambarkan memegang catatan sejarah resmi yang asli, alami dan ilmiah, bukan magic - sim salabim. Xp 

Jadi di sini siapa yang sedang berfantasi? Apakah anak bangsa INDU yang (meng-klaim) punya buku ajaib, terus bisa leluasa promosi sebagai pendongeng terakhir? (Wowwwww....)  Atau mereka bangsa CINO yang sudah bubar duluan? Tapi tetap punya sejarah yang memang ditulis sesuai dengan pergantian zaman....  :O

Secara ideal  bangsa CINO yang sudah bubar itu tidak punya urusan dengan para tetangga, karena mereka tetap punya sejarah yang kuat, apalagi salah satu kaumnya yang bernama WAHYUDI jadi branding yang tidak pernah lenyap. Hingga mereka berhasil kembali ke titik semula, setelah melewati waktu hampir dua millenium.

Sewaktu bangsa CINO itu pecah, kemudian di susul Bangsa WAHYUDI yang bubar oleh penjajah dari barat, mereka tetap membawa sejarah untuk diteruskan. Bahkan secara hikmat mulai melahirkan "Anak Bangsa" dengan keyakinan tertentu, hingga dikenal dengan identitas KERIS

Dari anak bangsa KERIS ini, mulai ada pihak yang terkemuka dan mengambil jalan sendiri, salah keduanya adalah si Olik dan Orto, kemudian menyusul belakangan si Protes. Ketiganya jadi "pemimpin" yang membuat aturan sendiri, hingga percabangannya semakin banyak dan menancap. Secara ideal tidak ada perselisihan tajam yang berkepanjangan, karena mereka punya sejarah yang kurang lebih sama, berpusat pada sosok KERIS, hanya tradisi saja yang membedakan kebiasaan mereka.

Lalu bangsa anak bangsa INDU dengan catatan sejarah sim salabim pengen ikut "nimbrung", masuk ke pesta mereka yang punya tiga jalan alternatif itu. Benang merahnya? Kirim utusan khusus untuk ziarah ke sana ke kotanya, jadi ada jejak buat alasan. (Tapi diundang kaga yah? Bingung nih....) :P

Jadi Bangsa CINO-WAHYUDI dan orang KERIS tidak begitu peduli, meski ada orang lain yang berusaha masuk dalam alurnya. Alasannya? Mereka sudah punya sejarah yang mengakar dan kuat, bukan sekadar cangkokan belaka.

Sementara anak bangsa INDU agak beda, mereka peduli untuk bisa masuk ke dalam alur tetangga, bahkan mengangkat tokoh tertentu dengan versi ceritanya sendiri. Serupa tapi tetap saja tidak sama. :) 

Misi anak bangsa INDU itu sukses menyebar dalam hikmat, salah satunya berhasil pada waktu lampau, menaklukkan satu bangsa di Timur Jauh yang bernama AROB. Kemenangan yang didapat tidak sepenuhnya lancar pada awalnya, karena harus mendapat perlawanan dan "wejangan" tentang sejarah masa depan sebagai "balasan". Mereka tidak sepenuhnya rela ditaklukkan, karena memang bukan kemajuan yang dibawa, tapi sebuah kemunduran dalam hikmat. Perlawanan itu tertulis sebagai sejarah turun temurun, hingga berujung dengan perubahan pola pikir nantinya (sekarang), ketika "hikmat akut" itu akhirnya pudar oleh budi pekerti. :)

Hikmat asli anak bangsa INDU sudah mendapat perlawanan, termasuk di tanah AROB sendiri.  Tidak mungkin bukan? Andai pengikutnya menuduh saudara yang mengambil haluan anak bangsa CINO yang disebut KERIS itu sebagai ANTI-ROB, karena sebutan itu bukan sekedar diskriminasi lagi, tapi sebuah penghinaan (keblinger) yang terlanjur dibanggakan. Sampai akhirnya orang-orang di sana mulai sadar, membuka potensi dengan perpaduan kekayaan leluhur, hingga identitas regional juga dilekatkan sebagai tahapan upgrade, kodenya adalah NUS.  O:)

Beda dengan hikmat dari bangsa CINO yang agak eksklufif, atau dari KERIS anak bangsa-nya yang bersifat universal. Mereka tidak terpengaruh dengan perubahan zaman, karena hanya dibatasi dalam konteks. Hal itu juga berlaku pada bangsa-bangsa lain, mereka fokus dengan langkahnya sendiri, tidak "kepo" ngerecoki langkah hikmat bangsa lain. :D

Untuk sekarang bangsa CINO sudah kembali, bahkan eksisnya barengan dengan bangsa AROB yang pernah "dihancurkan" dalam hikmat, dan sekarang sedang berada di penghujung siklus-nya.

Pada zaman sekarang eksistensi INDU sebagai bangsa mulai kalah, utamanya ketika disandingkan dengan anak bangsa-nya sendiri. Banyak pula yang tidak tahu bahwa bangsa INDU bersikap unik, karena tetap bersahabat dengan bangsa CINO, berbeda dengan anak bangsa-nya yang kebakaran jenggot karena sudah mengambil jalan lain. 

Jadi harus kita bedakan, bahwa bangsa CINO yang  fisik melahirkan anak bangsa KERIS yang non-fisik, tapi keduanya tetap bisa searah dan berbeda jalan saja. Agak beda dengan nasib bangsa INDU yang bersifat fisik, melahirkan satu anak bangsa yang idealnya bersifat non-fisik, tapi sangat bernapsu menjadi fisik secara keseluruhan, hingga membuat jalan sendiri yang setara. Ibaratnya sudah menjadi kacang yang memakan kulitnya sendiri. :O

Kira-kira begini perbandingannya :
Orang-orang KERIS sebagai kacang tidak akan melupakan kulitnya, karena bangsa CINO tetap sebagai induk nenek moyangnya.
Sementara anak bangsa INDU agak unik bin lebay, karena harus menanggalkan sejarah dari nenek moyangnya sendiri, bahkan mengganti atribut dari bangsa INDU sebagai induknya.
Sudah menangkap perbedaannya? :)

Dongeng ini saya buat dalam bentuk fiksi belaka, kalau ada yang sama anggap saja memang disengaja. Penulis pribadi punya KTP sebagai bagian dari warga AROB, yang percaya pada sejarah dari penulis-penulisnya di masa lalu, karena punya lorong imajinasi yang kuat secara harafiah (Lokasi dan Tempat). :D