Sabtu, 18 Januari 2020

Sensasi Dingin




Sensasi dingin? Memangnya sedang nyeruput minuman yang dingin?
Ini bukan tentang minuman, tapi pelepas dahaga.

Kalau minum yang dingin-dingin sudah biasa, ada di ruangan dingin ber-AC juga sudah biasa. Jadi yang tidak biasa itu apa? Sesuai judul dinginnya itu mendatangkan sensasi, sudah bisa membayangkan? Contoh kecilnya mungkin seperti ini, gigi yang tiba-tiba ngilu saat lagi minum air es dingin (bukan iklan). :P

Kembali lagi, lagi dan lagi, saya ingin membahas tentang daerah Puncak, meski sebetulnya untuk jenis tulisan blog hanya pernah diangkat sekali di sini. Tapi untuk update di platform lain, saya sudah seringkali eksis dengan latar belakang lokasi di daerah Puncak, baik dari sisi Bogor atau Cipanas, dengan kondisi wisata alamnya yang menyejukkan mata. Bahkan untuk jalannya saja sudah sangat biasa, karena sudah seringnya bolak-balik ke sana.

Berbicara mengenai daerah dingin, ada beberapa pengalaman yang saya ingat (dan pengen banget saya ulangi kembali).  Satu situasi yang memang membuat kita sangat kedinginan, bukan sekadar dingin yang menyejukkan, karena di ruangan AC sebetulnya kita sudah bisa menikmati susana dingin sejuk, dengan udara "buatan" yang telah diatur suhunya.

Pertama yang saya ingat sekali adalah ketika datang ke Ranca Upas di Bandung Selatan. Kala itu singgahnya juga tidak sengaja, karena awalnya ingin ke Kawah Putih tapi gagal karena macet, karena sudah terlalu sore sampainya.  Ketimbang balik dan tidak mampir ke mana-mana, akhirnya saya bersama teman mampir, masuk ke dalam satu pintu di tengah kemacetan, meski tidak mengetahui tempat apa itu.

Ternyata tempat itu berupa Penangkaran Rusa, berlokasi di Ciwidey. Saat itu kami sampainya sudah mulai petang, kemudian mulai mendung dan hujan rintik. Baru di tempat itulah saya bisa melihat kabut sangat dekat di depan mata, menutupi bukit hijau di balik gerimis. Sampai akhirnya hawa dingin menusuk tulang dirasakan, gigi gemetar menahan dingin, sebuah sensasi kedinginan yang tidak akan terlupa. :D

Kedua adalah di Dieng, pasti tempat ini sudah terkenal dengan dinginnya di malam hari. Kala itu pertama kalinya saya ke sana, pada malam kedua jadi tidak bisa tidur karena kedinginan. Gigi sedikit gemetar menahan dingin, meski sudah bersembunyi di balik selimut yang tebal. Mungkin alasan logis yang saya sadari, pada siangnya tidak terlalu lelah, karena berwisata dengan menggunakan motor sewaan. Imbasnya tubuh hanya perlu beristirahat sebentar saja, kemudian jadi "bersemangat" kala diseruput sama hawa dingin, alias kedua mata jadi segar dari jam 2 sampai pagi datang. Xp

Bagaimana dengan Puncak? Kawasan Puncak yang tidak jauh dari Jakarta. Kata orang sana kondisi sekarang berbeda dengan zaman dulu di abad ke dua puluh. Suasana dinginnya makin berkurang, karena mulai banyaknya pemukiman dan semakin ramainya orang yang datang ke sana. Tapi tetap saja daerah itu merupakan dataran tinggi yang paling dekat dengan Jakarta.

Jika saya rasakan memang dingin di sana masih normal, tidak beda jauh dengan kondisi ruangan ber-AC, jadi badan tidak harus sampai ngilu kedinginan. Tapi tetap saja udara "buatan" dan alami pasti punya perbedaan, tentunya yang alami terasa lebih segar. Setuju?

Pada tulisan sebelumnya saya pernah bercerita, bahwa kawasan Puncak yang asli itu dimulai dari pertigaan Gunung Mas di bawah, sampai tikungan selepas Puncak Pass di atas. Ciri-cirinya adalah pemandangan hijau kebun teh di salah satu sisi, karena sisi yang lain rata-rata merupakan batas jurang. Meski dikelilingi kebun, secuil hutan masih dapat terlihat sebagai tembok alami, baik dari sisi Bogor dan Cianjur.

Bahkan sensasi dingin gemetar juga masih bisa dirasakan, tapi harus masuk jauh ke dalam hutan, atau minimal menjauh dari jalan raya utama. Hutan Gede Pangrango pernah saya kunjungi, tentunya harus bersusah payah jalan kaki di jalur pendakian. Saat berada di padang terbuka Surya Kencana, udara menjadi sangat segar pada ketinggian tersebut. Saya dapat bernapas sangat panjang dan dalam (sampai mentok), berasa sekali bahwa kualitas oksigen di sana sangat baik dan bersih.

Kawasan Puncak sendiri yang sudah dijangkau jalan kendaraan bermotor, yang paling tinggi terbagi dalam dua sisi dan zona wilayah. Semuanya itu dipisahkan oleh sebuah tikungan, tidak jauh dari tugu perbatasan antara Kabupaten Bogor dan Cianjur. Pada titik perbatasan itu menjadi lokasi dengan dua sisi pemandangan berbeda.



Jika masih berada di kabupaten Bogor, maka pemandangannya itu mengarah ke Barat, melihat ke arah bawah. Sementara arah Timurnya terhalang oleh tebing pegunungan.
Pemandangan Puncak (Bogor) arah Cisarua.


Sebaliknya jika sudah berada di kabupaten Cianjur, maka pemandangannya itu mengarah ke Timur, karena arah sebaliknya terhalang oleh tebing pegunungan yang sama.

Pemandangan Puncak (Cianjur) arah Cipanas.

Bahkan pada awalnya saya mengira, bahwa kawasan Puncak Pass tidak lebih tinggi dari Cibodas, secara Cibodas itu sebagai batas dengan hutan Gede Pangrango yang punya jalur resmi pendakian. Tapi fakta di lapangan berkata lain, hawa sejuk di sana masih kalah dari Puncak Pass. Jika dilihat dari ketinggian memang agak lebih rendah, berbeda dua ratus meter lebih, bisa dibayangkan seberapa jauh bedanya? 



Cibodas 1248 meter di atas laut  VS  Puncak Pass 1445 meter di atas laut.


Jika jarak dari satu tempat ke tempat lain, maka jarak seratus hingga dua ratus meter tentu sangat dekat, pakai motor bisa ditempuh beberapa detik saja. Tapi hal itu bisa berbeda jauh jika jarak yang sama diarahkan secara vertikal, dari permukaan tanah tempat kita berdiri, hingga ke atas kepala kita, serupa dengan tinggi gedung-gedung pencakar langit.

Sementara untuk Hotel dan Penginapan, rata-rata tersedia di luar titik "Jalur Puncak" tadi, yaitu di kawasan Cisarua sebelum Gunung Mas, atau di kawasan Cipanas selepas Puncak Pass. Berdirinya beragam akomodasi tersebut sudah berada di tengah pemukiman penduduk, jadi sensasi berada di tengah Puncak yang benar-benar asli agak berkurang. Xp

Hanya Puncak Pass Resort saja penginapan resmi yang bisa nyempil di ujung atas jalur Puncak. Bahkan Resto Rindu Alam sebagai ikon Puncak di jalur paling atas, kata sebagian orang ada yang salah dalam peruntukkannya, tapi izinnya sudah terlanjur dikeluarkan sejak zaman dahulu kala. Kalau Cianjur punya Puncak Pass Resort, maka Bogor juga tidak ingin kalah, sejak bercokolnya Telaga Warna Resort belum lama ini, terletak juga di ujung atas jalur Puncak.

Jadinya di sepanjang jalur Puncak dari Gunung Mas di bawah, sampai Puncak Pass di atas, hanya ada dua penginapan resmi. Sementara di Riung Gunung terdapat bangunan villa, yang dari sejarahnya menjadi tempat peristirahatan Presiden pertama. Kemudian ada satu bangunan permanen lagi, sebagai tempat peribadatan yang cukup besar. Selebihnya hanya ada berupa taman dan jajaran warung semi permanen, meski ada juga sebagian bangunan permanen yang didirikan warga.

Bagaimana dengan kabut? Sebuah kondisi udara yang dikelilingi uap alami, bisa berisi air hujan dalam intesitas kecil, atau hanya berupa udara sejuk yang bisa terlihat secara kasat mata. Terbentuknya kabut awan dapat terbang rendah di sekitar kita, fenomena itu punya sensasi tersendiri, kondisi itu banyak dijumpai di sekitar daerah zona hijau.




Kemudian turunnya kabut awalnya saya mengira hanya terjadi di Puncak saja, atau daerah yang tinggi. Tapi hal itu bisa saja terjadi di dataran rendah, bahkan di pinggir laut. Fakta itu saya jumpai ketika berada dalam kendaraan yang melaju sewaktu di Phuket. Melihat pemandangan di salah satu sisi, berupa perbukitan rendah yang memanjang. Kabut awan menutupi perbukitan yang rendah tadi selepas hujan, itu bisa terjadi karena zona "hijau" yang masih terjaga dan dapat dijumpai di sana.

Jadi kembali lagi, sebetulnya daerah Puncak Bogor sensasi dinginnya masih normal, serupa dengan suhu ruangan ber-AC yang disetting di bawah dua puluh derajat celcius. Jika ingin merasakan sensasi dingin yang gemetar, hal itu bisa juga dijumpai pada tengah malam, ketika kondisi jalan sudah lenggang. Saya pernah mencoba dan kaki cukup gemetar kedinginan, saat menuju Puncak Pass dari Cibodas, mengendarai motor dengan celana pendek jelang tengah malam, memang sengaja ingin menjemput sensasi kedinginan tadi. Jadinya saya sebetulnya juga sudah tahu, kalau suhu di sana lebih dingin dari pada di Cibodas. :D

Sampai sekarang saya masih penasaran, ingin bermalam di satu titik di sepanjang jalur Puncak, idealnya selepas Riung Gunung sampai ke atas di Puncak Pass. Ingin merasakan kembali sensasi meringkuk kedinginan, berbarengan dengan kenikmatan menghirup udara pegunungan sedalam-dalamnya.

Saya juga pernah mendengar kutipan dari sebuah film, kurang lebih berbunyi seperti ini. Jika kita ingin merasakan sensasi dingin menusuk, tidak perlu jauh-jauh ke daerah kutub yang jaraknya beribu-ribu kilometer. Cukup beberapa kilometer di atas kepala kita, udara dingin menusuk tulang itu sudah dapat terasa hembusannya. Tapi masalahnya kan tidak semudah itu, gedung tertinggi saja hanya ratusan meter saja tingginya. Kalau sampai berkilo-kilo mungkin sudah di atas awan, seperti pemandangan dari puncak-puncak gunung.

Meringkuk kedinginan memang asyik, selama kondisi tubuh masih bisa menjangkau udara di sekitarnya, serta tetap manjaga panas tubuh dari dalam. Tapi jika terus menerus tentu menjadi tidak baik, setelahnya pasti sebuah kehangatan yang kita cari. :))




Sensasi kedinginan di alam terbuka jadi pelepas dahaga yang nikmat.
Dahaga yang tidak bisa hilang dengan minum.
Xp