Rabu, 21 September 2022

Tukang Ngoceh


Untuk cerita ini sebetulnya sudah diangkat sedikit di sini. Kemudian ada penambahan bahasan di tulisan pertama itu, posisi "numpang" ada di bagian bawah dengan judul update 2022 (terkini). Karena zaman sekarang sangat sesuai dengan situasinya, maka tidak ada salahnya untuk diangkat ulang.

Langsung secara ringkas saja, di tulisan itu pada bahasan aslinya mendongeng tentang para motivator. Tentunya apa yang disampaikan mereka tidak salah, tapi tidak boleh hanya berhenti pada aksi mendengar "ocehan" mereka saja. Karena untuk dapat maju, tentu syarat utamanya ada di tangan kita sendiri, untuk berusaha dan melakukan bagian kita dengan aksi melangkah (untuk maju), bahkan bisa saja perlu ada sesi jatuh bangun.

Kemudian di tambahan alinea yang tadi singgung, cukup penting untuk kita menyadari keadaan dalam realitas. Faktanya kini siapa saja dapat berbicara apa saja, tentunya apa yang mereka sampaikan harus kita saring informasinya, jangan langsung dianggap fakta, atau kebenaran yang harus diikuti. Jadi apa yang disampaikan tetap berlaku secara relatif, tentang ocehan dari bahasan utama masa kini, misalnya ukuran kesuksesan (materi harta benda) dari seseorang. Xp

Berikut ini tambahan aline-nya yang diangkat kembali, serta ada perubahan kecil, alias copy paste dari judul tulisan sepuluh tahun yang lalu itu.


=== Awal ===

Update 2022 =
Tema ini (motivator) sepertinya masih terus menarik untuk diangkat. Kemudian ketika kita sudah memasuki era media sosial seperti sekarang, maka siapa saja dapat bebas berbicara apa saja, termasuk juga memberi wejangan tentang kesuksesan atau motivasi itu.

Istilah netizen atau warga internet berkembang dengan pesat. Setelah tulisan ini mengangkat tentang para motivator, hingga siapa saja juga bisa memberi nasehat tersebut. Kini keadaannya semakin berkembang, bahkan semakin "gagah" ketika seseorang (warga biasa) berani  menyampaikan pandangan pribadi, tentang ukuran kesuksesan yang sesungguhnya berlaku relatif. Apa tuh ukurannya? Yah kesuksesan itu sendiri.

Banyak tentunya yang bisa diangkat oleh siapa saja, tidak hanya bicara kesuksesan saja. Bisa pula dari hal kecil berupa tips & trik sesuai minat masing-masing. Tapi yang perlu digarisbawahi, apa yang disampaikan hanya berupa pendapat yang bersangkutan, tidak harus langsung kita terima sebagai kebenaran mutlak. Kenapa? Karena yah itu hanya pendapat pribadi mereka, biasanya didapat dari pengalaman masing-masing. Jika tidak sesuai atau justru bertolak belakang dengan apa yang kita yakini, yah anggap saja hanya iklan tidak (masuk) bobot kita sedang lewat. Xp

Ada juga contoh tentang pendapat "sok tahu" ini. Misalnya saja sebuah opini yang banyak jadi pergunjingan, tentang ukuran kesuksesan, bahwa seseorang harus punya tabungan di angka sekian di usia sekian. Hal itu bagi saya sendiri sekadar untuk hiburan saja, karena siapa saja dapat bebas bersuara. Punya pendapat burung bisa berenang, kemudian ikan bisa terbang tinggi, pastinya itu tidak akan mungkin, tapi tidak ada yang larangan untuk berpendapat demikian. Tapi menjadi masalah serius, andai ukuran (ngasal) itu dijadikan acuan "resmi" bagi generasi kita, karena bisa jadi akan banyak yang merasa gagal (sukses). :O

(Faktanya, ini bla bla bla, itu bla bla bla)
Yah itu kan menurut versi dia
Kalau setuju boleh diterima
Kalau tidak setuju yah ngawur
Xp

Ada sebuah meme (gambar lelucon) yang sangat menarik. Ketika seorang bayi baru lahir, kemudian tahu dirinya jadi anak seorang artis yang kaya. Dalam impiannya sudah langsung berbangga, serta punya tujuan jauh ke depan. Sehabis lulus kuliah langsung jadi motivator sukses di usia muda (tabungan uang sudah banyak diisi orang tua), pasti akan banyak peminatnya. Xp

Kenapa banyak peminat? Karena tipikal dasar manusia sendiri, mereka senang mendengar hal-hal yang menyenangkan telinga. Sangat gemar dan gesit berburu hadiah secara instan, tapi kurang suka untuk berusaha, karena untuk mencapai "hadiah" itu yang konon ada jatuh bangun, kesukaran dan mungkin juga penderitaan. 

Secara alamiah tidak ada yang instan, karena mencari kekayaan instan ada juga jalannya, tapi tentu punya resiko yang besar. Salah satunya dengan berjudi, tapi para pelakunya tahu betul bahwa dirinya sedang bertaruh, melipatgandakan taruhannya, atau hilang semua. 

Kemudian bisa juga dengan strategi tipu sana tipu sini, biasanya mereka sangat mudah meraup uang secara cepat, dari para korban tentunya, hingga statusnya diberi nama "uang panas", secara ideal tidak akan bertahan lama. Dari sini sangat penting bahwa seseorang juga harus dibekali pengetahuan yang cukup, agar tidak mudah terkena tipu daya, dengan iming-iming menjadi kaya secara cepat.  :))

Contoh lainnya lagi seseorang yang menampilkan hasil kesuksesan, dengan cara bergaya hidup mewah dan mahal. Pada zaman internet ini sebuah informasi akan bergerak sangat cepat. Fakta dari media sosial, apa yang ditampilkan bukan jaminan realitasnya akan begitu. Misalnya pamer kekayaan, belum tentu barang yang dipamerkan itu milik orang itu, karena bisa saja hanya sewa. Atau yang paling terkini, ternyata ada jasa capture screenshot gambar dari gadget terkenal. Xp

Saya tidak banyak berbicara mengenai ini (motivasi), tapi hanya (sekadar) memberi saran, bahwa tiap-tiap orang punya cerita sukses dari jalur masing-masing. Sukses seseorang itu bisa berbeda-beda dalam pencapaian, tidak bisa kita sama ratakan harus begini begini dan begitu. 

Ketimbang membandingkan diri dengan orang lain (asing) yang tidak kita kenal, lebih baik bandingkan dengan orang-orang yang kita kenal baik di sekitar, termasuk juga keluarga (inti) yang tentunya paling tahu bagaimana perkembangan kita. Misalnya di usia kita sekarang, bagaimana kondisi orang tua kita dulu, karena kita sebagai keturunannya, bukan malah sibuk membandingkan diri dengan orang lain yang sudah sukses dari sananya. Xp

Sebuah tolak ukur boleh saja dibuat, tapi itu tidak berlaku untuk semua orang, karena situasi dan kondisi seseorang bisa berbeda-beda. Ingin hasil lebih banyak, tentu harus berupaya dan berusaha lebih banyak pula, sesederhana itu timbal baliknya.

Saya jadi mengingat slogan dari teman atau kenalan yang cukup keren. Bunyinya tentang pengangguran yang berpenghasilan, sepertinya ini menarik juga. Tapi harus ingat, pohon tidak tumbuh jika tidak ditanam, alias kita tidak akan menuai jika tidak menabur, setuju? :D



=== Akhir ===


Jadinya apakah kita harus menolak semua? Mereka yang memberi nasehat? Yah tidak begitu juga, karena sebuah nasehat tentu untuk kebaikan kita, terutama datang dari mereka yang masih peduli dengan kita, hingga memberi masukan saran dan kritik sekaligus. Ingat saja kata pepatah, barangsiapa tidak memberi perhatian pada nasehat, maka orang itu disebut bebal atau bodoh.

Nasehat itu idealnya sebagai trik untuk kebaikan, tapi bisa juga berlaku sebagai intrik, apaan tuh? Maksudnya itu nasehat yang bohong atau menipu, itu bisa saja terjadi. Misalnya nasehat dari pihak lain, yang tidak kenal dan tidak tahu bagaimana cerita "hidup" kita, tiba-tiba datang dan memberi ukuran (mereka) jika sukses itu harus begini dan begitu, punya ini dan itu, jelas saja tidak bisa dibandingkan secara mentah-mentah. :O

Atau berlaku secara tidak langsung, saat kita tidak sengaja melihat konten seseorang di media sosial, tentang ukuran kesuksesan versi mereka. Kemudian langsung kita percayai dan menganggap bahwa ternyata kita termasuk gagal, karena tidak masuk ukuran sukses versi konten mereka. Ini bisa menjadi masalah di tengah bebas lepasnya arus informasi. 

Seorang yang bukan siapa-siapa, bisa saja melakukan intrik nasehat tentang kesuksesan. Hanya bermodal penampilan rapih ala kantoran elit, hingga percaya diri ngoceh2 tentang kesuksesan dalam konten (akting) yang sengaja dibuat, apakah itu bisa? Yah sangat bisa. Xp

Jadinya kembali lagi pada kitanya, harus berhati-hati dengan segala macam jenis "kabar" di sekitar. Nasehat yang membangun tentunya harus kita terima, sebagai cara merendah untuk senantiasa belajar selama waktu hidup. Kemudian sebaliknya berani menolak informasi "sesat" dan "ngaco" yang beredar, karena justru bisa meruntuhkan semangat kita. :)) 

Menurut pendapat saya pribadi, ada sebuah perbedaan mencolok, tentang para pemberi nasehat ini. Biasanya tentu setiap mereka punya agenda masing-masing, pastinya itu juga menjadi hak mereka dalam mendapat upahnya.

Pertama itu yang "gelap" karena mereka yang ngoceh-ngoceh dengan tutup telinga. Biasanya agenda utama mereka sekadar berbicara saja, karena itu pekerjaan dan profesi mereka. Istilah yang terkenal adalah penjual ludah. Mereka tidak peduli dengan para pendengarnya, karena yang jadi fokus adalah dirinya sendiri, mencari makan dari ocehannya sendiri.

Kedua itu yang agak abu-abu (remang-remang), mereka pemberi nasehat yang ocehannya seakan-akan memberitahu bahwa mereka yang paling benar (sedunia). Biasanya pasti "memaksa" pendengarnya untuk satu kata dengannya, jika tidak yah tidak bisa sukses seperti yang mereka ocehkan itu. Ibaratnya sambil memberi nasehat, sekaligus juga punya mental mendakwa para pendengar, siapa tuh yang punya julukan sebagai pendakwa? Xp

(dakwa yang ditulis itu beda arti dengan dakwah, jadi harus kita ketahui pula artinya)

Ketiga ini yang mulai terang benderang, mereka yang fokus pada isi nasehat yang diocehkan olehnya sendiri. Jadi hanya sekadar menyampaikan kabar baik, termasuk cara mereka untuk berhasil dan sukses. Sifat penyampaian lebih ke arah mengajak, tentunya karena ada kepedulian kepada para pendengar, bukan justru balik menuduh (dakwa). Apa yang disampaikan, tentu semua akan kembali lagi pada pendengarnya, apakah mereka mau setuju dan ikut, serta berusaha melakukan bagiannya atau tidak, setuju? :P

Saat kita sudah melakukan bagian kita dengan baik, serta (pada akhirnya) bisa merasakan kesuksesan menurut ukuran kita masing-masing. Nah di sinilah kita bisa ikut berbagi ocehan, tentunya apa yang kita ungkapkan itu dari cara kita, bisa juga berbeda pada orang lain yang idealnya punya cara masing-masing.

Kata-kata kita itu paling penting dan terutama.
Kata-kata mereka sifatnya hanya sekadar mengarahkan.
Tolak kata-kata mereka yang berpotensi menjebak.
Kata-kata kita bisa saja untuk mereka nantinya.
0:)