Rabu, 19 April 2023

Titip Uang


Titip uang? Bisa untung tuh?
Untung atau rugi siapa yang tahu.

Untuk tema bahasan ini saya akan menggunakan judul Titip Uang, karena memang pada hakekatnya kegiatan dasar ini yang dilakukan di berbagai identitas terkini, sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pasti sudah pada mengerti bukan? Kita menitipkan uang kepada pihak lain, sesederhana itu hukumnya.

Sebagai permulaan ini ada satu fenomena yang membuat saya heran sejak dulu, khususnya mengenai status beberapa perusahaan yang terkenal, alias jadi idola di kalangan masyarakat, berlaku di berbagai bidang. Apa tuh yang bikin heran? Jawabannya tentang sebuah kata bernama valuasi, alias harga dari satu badan perusahaan.

Salah satu yang membuat takjub ada di awal zaman media internet, ketika salah satu raksasa teknologi bernama Yahoo naik ke permukaan, sebagai perusaahaan yang punya nilai valuasi sangat besar. Bagaimana cara menghitungnya? Mudah saja secara awam, artinya uang yang masuk ke perusahaan mereka sangat besar jumlahnya. 

Bagaimana uang tersebut masuk? Jalannya bisa dari berbagai macam, contoh salah satu yang jadi andalan adalah berupa pendapatan. Banyak pihak yang memasang iklan di sana, agar bisa diakses oleh pengguna, tentunya itu harus ada harga yang dibayar. Kemudian jalan lainnya adalah dari sejumlah dana yang disuntik, untuk jalan ini bernama modal, karena berasal dari pihak yang menginvestasikan uangnya di perusahaan. 

Konon pada masa itu, identitas Yahoo dikatakan menjadi perusahaan yang tidak punya arah. Mengaku sebagai perusahaan teknologi, tapi cara kerjanya seperti perusahaan media yang menjual iklan. Hingga akhirnya mengalami kejatuhan, karena berfokus pada pendapatan iklan, tapi tidak terlalu mengurus operasional dari website-nya sendiri.

Pada kala itu Google juga masih jadi perusahaan kecil, bahkan sempat menawarkan algoritma kepada Yahoo, tapi mendapat penolakan. Tujuan algoritma itu agar iklan yang ditampilkan menyasar ke pengguna yang sesuai. Seperti sekarang ini, ketika kita (sekali saja) mencari tentang hape televisi, seterusnya iklan hape televisi akan selalu eksis di halaman internet kita. Itulah salah satu keunggulan dari operasional halaman website tertentu.

Jika dilihat dari grafik di atas, saya justru baru "bergabung" dengan Yahoo setelah kejatuhannya. Alias tanggalan sudah berada di abad 21. Kala itu saya hanya ingin sekadar punya e-mail saja. Bahkan untuk membuatnya "belajar" dulu di toko buku, membaca buku di bagian komputer, sebelum media sosial ikut ambil bagian terjun di dunia internet. Xp

Untuk sebuah website bisa bertahan lama, tentu harus selalu mengikuti perkembangan zaman. Termasuk juga mempersenjatai halaman website dengan segudang fungsi, hingga tetap relevan dan tidak tergilas perkembangan zaman. Salah dua yang terkenal adalah halaman Facebook dan Twitter yang masih eksis hingga sekarang, lebih dari sepuluh tahun tetap bertahan dengan pengguna aktif.

Kemudian cerita berlanjut pada masa kini, ketika istilah "bakar uang" dikenal sebagai strategi dari satu perusahaan. Ada yang bilang bahwa itu terjadi selama masa pandemi tahun (2020) kemarin, ketika diberlakukan pembatasan aktifitas, hingga masyarakat tidak dapat berkegiatan secara normal di ruang publik. 

"Hah dari sini ke sana cuma dua ribu perak? Gak salah tuh? Lebih murah dari parkir gue donk, dari tadi ampe sekarang empat jam lebih kayaknya udah sepuluh ribuan" ujar saya, ketika membandingkan tarif ojek online dari teman, saat akan bubar dari pertemuan dengan jarak yang cukup lumayan jauh.

Jadi strategi bakar uang itu sudah ada sejak sebelum pandemi, hingga pada masa pembatasan justru semakin mengukuhkan strategi itu. Bukan hanya tarif transportasi, tapi berlaku juga untuk tarif pemesanan makanan dengan diskon besar. Tapi untuk apa? Jawabannya adalah fenomena capital gain yang marak kala itu. Artinya seseorang mengambil keuntungan dari penjualan modal saham. Membeli di harga murah, langkah selanjutnya mendandani perusahaan agar tampil menarik, agar harga saham ikut melonjak, kemudian langsung jual untuk ambil untung.
Harga beli langsung itu 30rb per satu porsi 
Harga via App, untuk tiga porsi hanya 35rb pakai voucher.

Capital Gain dengan bakar uang terlihat seperti strategi licik, ibaratnya "membeli" pelanggan dengan berbagai penawaran dan diskon. Memoles satu perusahaan agar terlihat memikat, hingga mendatangkan traffic pengguna yang tinggi. Imbasnya harga saham melambung, seolah-olah jadi primadona di masyarakat dan tetap laku dijual. Konon untuk sekarang strategi ini sudah sulit diterapkan, karena pihak investor sudah lebih pintar, tidak akan mudah tertipu dengan strategi demikian.

Bahkan ada perusahaan yang tidak berfokus pada keuntungan (profit) operasional, tapi hanya mengandalkan suntikan dana saja. Terus memoles citra bisnis dan usaha, agar terlihat menarik di mata investor. Sekalinya mendapat pendanaan dari luar, maka dana itu digunakan untuk operasional selama beberapa periode ke depan, termasuk dengan gaji para karyawan yang terlibat aktif di sana. Tentu strategi ini tidak akan bertahan lama, aroma hangus akan terlihat jelas di laporan keuangan, berlaku pada data yang sesungguhnya tanpa ada manipulasi angka.

Fenomena ini berlanjut pada sebuah rentetan peristiwa, ketika mulai banyak bermunculan sebuah institusi profit (sesungguhnya sudah ada sejak dulu). Caranya adalah mengajak masyarakat untuk bergabung, dengan menyetorkan sejumlah dana (titip uang), serta akan mendapat keuntungan sekian puluh persen dalam jangka waktu tertentu. Pada periode terakhir ini memanfaatkan teknologi robot trading sebagai kendaraan, hingga muncul beberapa identitas secara bersamaan. Termasuk juga kendaraan lainnya sebagai topeng, salah satu lainnya adalah suntik modal alkes, alias sunmod alat kesehatan.

Jawabannya sudah kita ketahui bersama, semuanya menggunakan sistem Ponzi, alias skema gali lubang tutup lubang. Faktanya ketika tidak ada pengguna baru, maka seketika sistem yang terbangun langsung runtuh, karena terhentinya aliran dana yang masuk. Seketika itu pula seluruh identitasnya masuk dalam kasus, ketika para korban melaporkan kegiatan "titip uang" ini sebagai kasus penipuan.

Salah satu yang menarik terjadi di satu produk robot trading, ketika ada satu pelaku yang tidak senang, karena tidak ingin dikorbankan oleh pelaku lain. Hingga berani membongkar modus operasional mereka sendiri, bahkan menganjurkan pihak korban untuk melapor ke pihak berwajib. Segala sesuatunya sudah disiapkan, termasuk dengan "menghilangkan" jejak identitas pribadi. Strateginya memang berhasil, karena rekan-rekan yang dituduh itu akhirnya kena tangkap, sementara dirinya sendiri sudah kabur, serta konon berganti identitas di luar negeri sana.

Cerita di atas adalah ketika kita menitipkan uang ke pihak lain, serta berharap dapat keuntungan besar dari sana. Arah sebaliknya juga bisa berlaku, ketika kita "dititipkan" uang, memangnya bisa? Sangat bisa. Untuk zaman sekarang justru sangat marak, satu institusi bersedia menitipkan uang di kita, alias kita meminjam uang kepada mereka, alias berhutang kepada mereka. Artinya? Uang yang kita pinjam itu adalah hutang dan harus dikembalikan.

Bahkan untuk zaman sekarang, iklan dari pinjaman online ini menawarkan iming-iming yang sangat menjebak. Bahwa segala masalah bisa beres, ketika kita mengajukan pinjaman uang. Dana bisa cair seketika secara kilat dan langsung dapat digunakan, agak berbeda dengan identitas jasa perbankan yang lebih selektif. Istilah lebih keren juga digunakan untuk mengaburkan inti tujuan, seperti kredit digital, pinjaman online dan lain-lain. Artinya tidak lain dan tidak bukan adalah berhutang. :P

Apakah hanya begitu? Seperti iklannya menggambarkan pengguna mendapat hawa dan suasana surgawi? Siap melesat dan berekspansi tanpa batas dan lain-lain. Kenyataannya tidak, karena tetap saja pinjaman itu harus dikembalikan, termasuk dengan biayanya. Mereka tidak peduli dengan segala resiko yang ada dari pihak kita, karena tujuannya jelas. Gue kasih (atau titip) uang sepuluh juta, nanti elu harus balikin sebelas juta, kelebihan biaya satu jutanya itu profit buat gue. Xp

Dari sini jadi sebuah anomali perputaran uang itu sendiri. Dari kita yang ingin berekspansi bisnis untuk mendapat profit lebih tinggi. Menjadi target profit dari pihak yang punya uang lebih, serta siap menitipkan kelebihan uang tersebut di kita. :O

Kemudian ada sebuah selentingan, tentang siapa yang menjadi masalah dan dikejar-kejar debt collector. Itu karena mereka meminjam tapi tidak ada niat untuk bayar cicilannya, alias menganggap bahwa pinjaman itu sebagai dana ajaib, bantuan dari surga. Dari pihak peminjam atau bank sendiri sudah jelas, ketika seseorang meminjam dan mengembalikan pinjaman sesuai waktu, tentu itu tidak akan jadi masalah.

Kejadiannya hampir mirip dengan penawaran "Pembayaran Minimum" dari tagihan Kartu Kredit. Hutang sekian tetap harus dibayar seluruhnya, meski bisa saja dibayar sebagian kecil dalam jumlah minimal. Tapi selisihnya tetap akan dihitung sebagai hutang, serta akan dikenakan biaya alias bunga di tagihan berikutnya. Banyak yang terjebak dengan selalu bayar minimal setiap bulan, hingga nilai total hutang justru semakin bengkak membesar. Jadi pengetahuan tentang aturan main berhutang ini penting untuk dimiliki.

Saya juga pernah dengar cerita, ketika salah satu pebisnis ingin melebarkan jangkauan usaha. Cara yang dipakai adalah dengan mengajukan kredit di bank, misalnya pinjam hanya sekitar 100 juta saja, angka itu sudah terstruktur dan masuk hitungan. Tapi faktanya bisa berubah, ketika ditawarin angka hingga 10x lipatnya, alias mendapat tawaran pinjaman sampai satu milliar dari pihak bank, bisa jadi rencana yang sudah disiapkan itu menjadi buyar seketika.

Cerita tentang peminjam uang itu bagi kita mungkin seperti mendapat durian runtuh, tapi sesungguhnya bisa menjebak andai ada di luar pengendalian. Kemampuan yang diukur dan disadari adalah tambahan dana 100 juta saja, tapi uang yang masuk mencapai satu milliar. Bagaimana mengolahnya dan memanfaatkan "peluang" pedang bermata dua ini. Jadilah banyak rencana mentah yang kurang efektif, jadi habis tidak karuan. Padahal angka itu bukan didapat secara cuma-cuma, tapi harus dikembalikan termasuk dengan "biaya" yang disebut bunga.

Pada akhirnya uang sebanyak itu cepat habis, bahkan untuk pengeluaran yang tidak bermanfaat bagi perusahaan sendiri. Dari awalnya ingin memanfaatkan "dana dadakan" itu dengan segera, berganti menjadi ludes tidak bersisa. Sementara kewajiban mengembalikan hutang tetap berjalan, tidak peduli dengan alasan gagal kita atau strategi yang tidak lancar berjalan. Tentu menjadi kemalangan yang tidak terduga, dari awalnya optimis untuk ekspansi, jadi stress bagaimana caranya untuk bayar hutang, karena jangkauan ekspansi jadi terlalu jauh dan dini.

Berbagai contoh di atas berlaku pada dunia usaha, carut marut dan trik intrik di dalam menjalankan roda bisnis, termasuk pula memberdayakan keuangan yang dimiliki. Kemudian berlanjut pada sisi pribadi orangnya, atau kita sendiri yang bergerak menggunakan uang yang dimiliki. Pertanyaannya di manakah posisi kita sekarang? Ini yang menarik.

Pada akhirnya setiap dari kita perlu tahu seberapa jauh kemampuan kita. Seperti cerita peminjam uang di atas, alangkah lebih baik mengambil pinjaman kecil seratus dan berhasil, ketimbang menyanggupi pinjaman hingga seribu yang berujung dengan kegagalan. Kalau begitu tidak boleh optimistis donk? Boleh saja asal ada dasarnya (fakta), itu yang penting.

Untuk skala pribadi idealnya seseorang perlu menyisihkan sebagian pendapatan. Tujuannya tentu agar punya simpanan dan bisa digunakan dalam keadaan mendesak. Meski mulai banyak iming-iming lain, ketika ada selentingan bahwa uang yang kita miliki harus bisa bekerja dan menghasilkan. Pilihannya entah dengan berinvestasi, atau langsung diputar dalam kegiatan bisnis agar menghasilkan profit.

Menurut gue mending saving, dari pada latah ikut-ikut investasi sana dan sini. Kalau untung memang bagus, kalau buntung rugi begitu, banyak berkurang atau hilang semua, jadi gigit jari gak dapet apa-apa" ujar saya, mengomentari tentang tantangan informasi zaman ini, tentang uang yang disimpan jumlahnya akan semakin kecil di masa depan.

Setiap zaman memang menentukan nilai uang, tapi perlu diingat bahwa korelasinya tetap sama antara pendapatan dan harga barang dan jasa pada zaman yang berjalan. Misalnya tiga juta sekarang itu kecil, tapi sepuluh tahun lalu itu besar. Hal yang sama juga berlaku pada barang dan jasa pada zaman itu, pastinya harga sekarang lebih juga ikut terkerek naik, sementara sepuluh tahun lalu belum ada kenaikan signifikan.

Jadinya dongeng Titip Uang ini malang melintang dengan berbagai tema. Dari menyuntik dana di bisnis hingga berpengaruh pada valuasi perusahaan. Kemudian dana yang melimpah itu mungkin saja bisa salah digunakan oleh pihak perusahaan. Tidak sedikit yang dananya hilang atau hangus, karena berpedoman pada perjanjian investasi yang selalu ada resiko merugi, salah satunya karena strategi bakar uang.

Berlanjut sistem titip uang melakukan strategi jemput bola, menjanjikan keuntungan cepat dan banyak masyarakat tergiur untuk ikutan. Posisinya bahkan dapat berbalik, jadi kita (masyarakat) yang dititipkan uang, alias diberi hutang atau pinjaman online. Sejumlah dana yang didapat itu tentu tidak gratis, karena bukan hadiah atau pemberian cuma-cuma, tapi memang harus dikembalikan sesuai aturan yang berlaku. 

Artinya uang memang sangat dinamis bergerak, banyak tujuan dari pemiliknya saat menggunakan uang tersebut. Hingga sudah sepantasnya kita bijak dalam mengelolanya, hingga mengetahui batasan dari kemampuan kita sendiri, agar tidak terjebak dengan tipu daya Mamon, atau daya tarik uang yang dikatakan bisa membeli apa saja.

Untuk cerita tentang uang ini sudah diangkat di sini, mendongeng tentang uang receh saja. Karena membawah uang receh pastinya lebih aman dan nyaman. Xp

Titip uang? Bagaimana tuh?
Artinya dipinjamkan, bukan diberikan.
Suatu saat harus dikembalikan.