Jumat, 04 Mei 2012

Follow?



Rasanya sudah tidak asing lagi bagi kita mendengar istilah "follow" yang sebetulnya pengertiannya standart, tetapi sekarang memiliki nilai lebih karena berhubungan dengan aktifitas salah satu jejaring sosial model microblogging di jaringan internet yang bernama Twitter.


Sebelum Twitter muncul ke permukaan sebagai salah satu website raksasa, istilah follower yang dalam arti menjadi pengikut sepertinya sudah agak nge-trend lebih dahulu karena suatu iklan seingat saya, kalau tidak salah iklan shampoo, yang ber-tagline "Jangan jadi follower kalau bisa jadi Trendsetter...."


Beberapa tahun yang lalu pernah dengar iklan tentang sms artis? yang harus daftar untuk menerima sms aktifitasnya dari yang bersangkutan atau tidak dengan memotong pulsa, munculnya twitter ini secara tidak langsung memang diarahkan kesana namun dengan kemudahan internet sebagai jaringan, dimana umumnya mereka memiliki follower (Pengikut) yang jumlahnya banyak sehingga dapat dijadikan perhitungan tentang popularitas yang bersangkutan.


Dahulu saya memandang jumlah follower yang lebih banyak dari yang di following (ikuti) maka yang bersangkutan adalah orang yang bukan sembarangan alias keren lah jika di ranah twitterland.

Yang sering saya simak adalah kata "follow back" dari tiap2 individu yang sudah mem-follow, rasanya jadi tuker menukar pengikut, lain jika sedang lomba mengumpulkan follower, bisa saja pasang iklan di media dengan tampilan yang Wah sehingga orang banyak yang penasaran dan banyak yang terjaring :D


Untuk sekarang kondisinya berbalik, mana enak sih andai kita menulis sesuatu dapat dilihat oleh seluruh yang jadi follower alias jadi pusat penyimakan (simak lebih tepat dari pada di perhatikan karena objeknya hanya tulisan) jika memang berniat seperti itu.

Hal tersebut hanya berlaku bagi sifat account yang terbuka, karena jika terkunci maka yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk memilih siapa saja yang dapat menyimak tulisannya.

Beda dengan pihak2 yang memang punya kepentingan, dalam hal ini menjadikan setiap kicauan tweet sebagai alat promosi, maka hal ini dapat sangat efektif dengan respon yang lumayan cepat ketimbang surat elektronik alias email.


Pada akhirnya coba bayangkan andai belum ada jejaring sosial seperti sekarang, atau orang2 yang tidak ingin terlibat dalam komunitas nge-tweet tersebut, rasanya cerita plus minus diatas tidak perlu ada, kehadiran teknologi selain memudahkan nyatanya memiliki sisi lain yang secara tidak langsung menggiring suatu kebiasaan yang benar.


Beberapa tahun lalu ada film yang memiliki relevansi tentang penggiringan, mungkin sudah nonton, ceritanya kehadiran teknologi boneka robot yang menggiring kebiasaan manusia pada umumnya.