Rabu, 02 Juli 2014

(AirAsia) Si Pemancing Impian



Tanggal 3 Desember 2011 bersiap masuk dalam rencana. “Tapi sepertinya tidak jadi. Mengapa?”

Ternyata waktu yang terpilih itu harus berbagi dengan bulan sebelumnya, karena tanggal 30 November 2011 tidak tertinggal. “Bagaimana ceritanya? Apakah hanya itu saja?”

“Tidak. Ada lika-liku untuk sampai kesana, sekaligus membuka hal lain yang tidak terduga sebelumnya, termasuk mimpi.”  Bagaimana mungkin? Apakah impian itu bisa tidak terduga? Sangat bisa karena kita semua mungkin mengalaminya, disadari atau tidak.

Impian ini bermula saat saya mendengar cerita teman. Tentang suatu acara yang akan menyenangkan setiap pribadi yang melakukannya, berwisata dan tamasya ke tempat tertentu, suatu daerah yang terkenal atau tidak, untuk suatu kepuasan.

Apa enaknya jalan-jalan? Sepertinya hanya membuang uang saja. Hal itu terlintas dalam benak diri melihat teman lain yang begitu antusias mengajak. Tapi selalu ada celah yang datang, selentingan biaya tiket penerbangan yang murah, tentunya dengan usaha yang harus dilakukan.

“Dapat tidak? Ke Phuket atau Singapura? Jangan berpikir terlalu lama jika ingin beli!” seru teman saya.

Pada satu waktu untuk pertama kalinya saya mulai berusaha, meski gagal. Dengan pengetahuan tidak seberapa, membuka dan melihat website maskapai yang sedang mengadakan Promo menjual tiket.  Mulai mengetahui, bahwa harga tiket pesawat ternyata tidak setinggi bayangan saya selama ini, yang harus dibeli dengan jumlah ratusan ribu mendekati jutaan.

“Bagaimana? Jadi ikut tidak lu pada?” tanya saya dengan jengkel, beberapa bulan kemudian. Melihat tingkah teman lain yang mengulur waktu untuk menyetujui ajakan, membeli tiket dari satu maskapai yang sudah terkenal dengan julukan harga rendah dan terbaiknya.

“Lu jadi pergi? Serius?” tanya teman keheranan. Tidak menyangka tentang keputusan saya yang berani, membeli tiket tujuan tertentu.

“Serius. Kalau menunggu lu semua bisa-bisa gagal” jawab saya. Sudah menyimpan tiket pulang pergi ke Kuala Lumpur Malaysia, untuk keberangkatan yang masih panjang di akhir tahun, sembilan bulan berselang. Tanggal pada waktu itu sedang melewati bulan Februari 2011.

Singapura juga akan didatangi melalui jalan darat. Rencana itu langsung terlintas dalam kepala. Mengetahui bahwa hal itu dapat terwujud, mendengar cerita pejalan lain. Sekali mendayung, dua pulau terlewati. Mengambil tiket AirAsia untuk perjalanan seorang diri, menggunakan metode debit atau pemotongan saldo dari bank lokal yang bekerja sama dalam transaksi on-line. Biayanya hanya Rp. 225.000,- PP termasuk pajak bandara kepulangan menggunakan mata uang lokal.

Jalan sendiri sebetulnya biasa, terlebih pada zaman teknologi seperti saat itu, internet dapat menyajikan informasi tidak berbatas. Tetapi untuk suatu pengalaman pertama memang akan mendatangkan kejutan, hal itu yang belum siap dihadapi hingga berencana tamasya dahulu di negeri sendiri. Keinginanpun bersambut kala maskapai yang sama mengadakan penjualan special harga rendah, perjalanan pulang pergi ke Bali akhirnya terencana empat bulan kemudian.

Niat untuk melakukan perjalanan segera membumbung tinggi, seperti satu impian yang mulai disadari.  Penyulut lainnya adalah ketika mengetahui daerah dataran tinggi di Jawa Tengah bernama Dieng, dua ribu meter di atas permukaan laut. Tempat ini menyadarkan impianku untuk melihat keindahan alam di tempat lain.

Perjalanan Dieng melalui darat dilakukan, mendahului rencana awal. Tujuan yang berakhir di daerah Yogyakarta, juga sebagai pengalaman pertama ke sana. Dari sana memanfaatkan layanan penerbangan dari maskapai yang sama, identik dengan warna merah dan putih, untuk kembali ke Jakarta.

Sudah dua tujuan akhirnya dijalani, untuk sebuah impian pengalaman. Maskapai bernama AirAsia mengantar kala berada di daerah Bali dan Yogyakarta. Menikmati layanan dalam pesawat secukupnya. Idealnya hal itu tetap dipertahankan sebagai suatu ciri khas yang berbeda, hanya membeli layanan yang kita perlukan. Tentu disesuaikan dengan keperluan banyak pelanggan lainnya, tidak memaksakan suatu kehendak sendiri.

“Lu pasti pergi? Tidak salah tujuan lu itu?” teman kembali bertanya, beberapa waktu berselang, tiga bulan sebelum tanggal yang dinantikan. Mendengar kabar tentang membeli tiket tambahan, pada periode harga rendah yang diadakan kembali oleh AirAsia.

Langsung saja jalan ke beberapa tujuan sekaligus, pikir sayaNiat itulah yang mendorong saya kembali membeli tiket lanjutan. Fasilitas lain sudah dipersiapkan untuk menjangkau fasilitas transaksi on-line, yaitu kartu kredit yang menerima pembayaran semua mata uang.

Dua tiket tambahan didapatkan, perjalanan satu arah dari Jakarta menuju Penang Malaysia pada tanggal tertentu sebesar Rp. 199.000,-. Kemudian berlanjut dengan perjalanan dari Phuket Thailand, menuju Kuala Lumpur Malaysia dalam mata uang Bath Thailand. Memajukan tujuan perjalanan awal, dari tanggal 3 Desember menjadi 30 November 2011.

“Jadinya tiket pergi ke Kuala Lumpur yang pertama tidak terpakai? Sayang sekali” ujar teman saya.

“Iya tidak terpakai, memang disengaja. Karena dapat tujuan lain yang lebih menarik. Tapi tiket pulangnya tetap dipakai” balas saya, melewatkan salah satu hak yang sudah didapatkan. Hanya untuk melapangkan suatu rencana yang lebih menguntungkan. Impian yang singgah dari rencana perjalanan yang bertambah. 

Cara maskapai ini juga layak diikuti yang lain. Suatu kebaikan dan kelancaran idealnya menjadi berkah bagi yang lainnya bukan? Hal yang sama berlaku sebaliknya, maskapai merah putih ini dapat mencontoh pihak lain, yang sudah lama bermain di tujuan domestik dalam negeri, bekerja sama dengan pihak ketiga seperti yang lainnya.

Lu yakin menang ke Nepal? Bagaimana kalau kalah? Juara dua atau tiga, pikir saya dalam keraguan.
 Jadwal impian tambahan (13-08-2014)

Harus yakin, saya tidak akan sampai menulis ini dan mencoba peruntungan kalau kurang yakin. Lagipula bukan soal menang atau kalah, yang lebih penting sebagai bentuk ekspresi, kepada maskapai yang memberi kesempatan untuk berwisata murah meriah.

Bali sudah jelas saya pernah ke sana, demikian juga Penang Malaysia sebagai pembuka paspor. Seperti halnya impian mendatangi satu dataran tinggi di pulau Jawa, tentu saya juga ingin mengisi pengalaman, mengunjungi satu dataran tinggi dalam ruang lingkup benua Asia, bahkan dunia, sebagai kawasan atap dunia.

Semuanya pemenang, tidak ada yang kalah. Kita menang bersama-sama, pikiran berseru. Memantapkan diri menulis tema “Bagaimana AirAsia mengubah hidupmu?”

Maskapai yang kita bicarakan ini sudah memasuki usia 10 tahun, mengantar kepada impian pribadi. Hal yang sama pasti berlaku pada pribadi lain dalam mencari dan menggapai impiannya.

Tentunya tulisan ini sebagai apresiasi, kepada kalian yang memberi kesempatan menjemput keberuntungan. Mendapatkan tiket berbiaya rendah dalam balutan Promo untuk mempertahankan label yang sudah tersemat ke dalamnya. 

“Tunggu dulu, tujuan perjalananmu hanya itu?"

“Tidak, ada tujuan lainnya. Kebetulan tulisan ini membahas perjalanan yang  tanggal 30 November 2011 lalu. Garis yang merah sudah dijalankan, kalau yang gagal berangkat sengaja tidak digambarkan. Kemudian garis biru untuk perjalanan nanti”  tutupku.