Rabu, 05 September 2018

Menginap (Tanpa) Kasur




Menginap arti dasarnya (bagi saya) kegiatan tidur di luar rumah, karena tidak mungkin kan? Andai kita tidur di rumah atau tempat sendiri bilangnya menginap. :P

Pada kesempatan ini, saya ingin mengangkat satu cerita, atau pengalaman lebih tepatnya. Alasannya judul sejenis tentang menginap tidak "normal" ini sudah cukup umum, tidak sulit kita temukan di mesin pencari, andai ingin mencari referensi tidur di Bandara, Terminal, atau Mal sekalian mungkin. Xp

Pengalaman pertama saya tentang menginap aneh (tapi wajar) ini adalah sewaktu dulu, ketika tahun 2011 mulai plesiran keluar negeri sendiri. Niat awalnya ingin menghemat waktu, memilih penerbangan paling awal atau akhir, hingga bisa memanfaatkan waktu seharian penuh. Tentunya saya juga mencari-cari info di mbah google, seperti yang tadi disebutkan sudah banyak pengalaman sejenis. 

Pada kala itu saya cukup pede mengambil penerbangan malam, hingga sampai di Bandara KL ketika tengah malam. Rencana untuk menginap di Bandara memang sudah disiapkan, hingga menjemput pengalaman itu dengan antusias. Tapi pada kenyataannya ada perubahan jadwal, hingga tidak langsung dieksekusi, karena ada tambahan jadwal beberapa hari sebelumnya dengan tidur normal  di atas kasur. :D

Tanggal yang disiapkan untuk menginap masih belum berubah, hanya berbeda asal muasal lokasi  kedatangan saya saja. Jika awalnya langsung berangkat dari Jakarta, maka malam itu saya baru kembali dari plesiran babak pertama di Phuket. Waktunya juga terbilang tepat, karena pada awalnya penerbangan saya itu sore, hingga sampainya masih cukup pagi sebelum jam 9 malam. Tapi ada perubahan jadwal yang justru lebih mendukung rencana, karena jam dimundurkan dan sampainya tetap pada rencana awal di tengah malam, selepas jam 11 malam.


Akhirnya untuk kali pertama saya mencoba untuk membuat diri senyaman mungkin, tidur di lokasi Bandara, yang belum pernah dilakukan. Suasana kala itu masih cukup ramai, bahkan tidak pernah sepi jika diperhatikan hingga pagi datang kembali. Bandara yang jadi tempat menginap saya itu berada di KL dengan nama LCCT, terminal khusus untuk maskapai Air Asia kala itu. (Sekarang sudah tidak digunakan).


Awalnya mencoba berbaring di kursi atau tempat lapang, tapi bawaannya masih terasa kurang nyaman. Memerhatikan banyak pengunjung lain yang duduk terlelap, atau berani agak berbaring dengan alas seadanya. Atau ada gerai siap saji yang buka, dengan banyak pengunjung yang tidur di mejanya masing-masing. Masih tetap mencari tempat yang bisa digunakan untuk istirahat dan duduk bersandar. 


Selama beberapa waktu rasanya belum ada kenyamanan dirasakan, suasana masih cenderung bising. Hingga berpindah ke dalam foodcourt yang tidak jauh dari sana. Suasana di sana tidak jauh berbeda, tapi lebih banyak kursi dan meja kosong yang bisa dimanfaatkan. Sebagian kedai makanan masih membuka gerai, bahkan hingga pagi menjelang. Beberapa pengunjung terlelap dengan merebahkan kepala ke meja, satu posisi yang sempat saya coba beberapa kali, tapi masih terasa kurang nyaman, mata masih terus terjaga tanpa ada kantuk terasa.


Tidak lama kemudian kembali berpindah ke terminal kedatangan, tapi tetap tidak bisa memejamkan mata dengan baik. Hanya ingin sekadar duduk dan menutup mata, untuk sesaat beristirahat, tapi sulit karena mendengar suara-suara dari sekitar. Kemudian jadi  menunggu sampai pagi menjelang, hingga saya bisa bertahan tanpa tidur di pengalaman pertama itu. =P

Ceritanya berlanjut dari sana, naik bus sewaktu subuh untuk menuju pusat kota. Waktu tempuh selama satu jam saya manfaatkan dengan baik, karena langsung terlelap tanpa mengetahui bagaimana bus itu melintas di jalan. Menjadi satu rangkaian pengalaman unik, karena saat beberapa kali naik bus, secara otomatis mata terpejam. Praktis pada plesiran itu saya hanya tahu sampai tujuan, karena selalu "tidak sadar" selama perjalanan. :P

Masih dalam waktu plesiran yang sama, salah satu rencana padat saya adalah menggunakan bus malam. Tentunya hal itu sudah sangat umum terjadi, jadi tidak ada yang baru. Nyaman tertidur di dalam bus, tapi hal itu tidak terjadi ketika saya sampai di terminal, karena di hentian Johor Bahru atau KL (yang lebih modern), saya justru malah kembali terjaga dan tidak terasa kantuk sedikitpun, hingga hanya menunggu sampai pagi menjelang untuk menuju tujuan selanjutnya. Memang realita kadang tidak berjalan sesuai rencana, tentunya berkaitan erat dengan situasi dan kondisi kita sendiri.


Kemudian cerita berlanjut pada waktu kepulangan saya di plesiran tersebut. Sampai di bandara pada jelang tengah malam, karena jam penerbangan saya di pagi esok harinya. Pilihan untuk menginap di bandara kembali dilakukan, tapi seperti pengalaman pertama, saya tidak bisa tidur, hingga mata terus terbuka dengan segar sampai waktu kepulangan esok paginya. Dan kembali lagi, saat duduk di pesawat, mata langsung bisa tertutup dengan lancar.


Pengalaman lainnya ada di rangkaian plesiran lain di tahun 2013, ketika saya sampai di Bangkok pada tengah malam. Masih tetap pada style kedatangan dan keberangkatan paling awal atau akhir, hingga bisa memaksimalkan waktu seharian secara penuh. Tiba di Don Mueang sebagai bandara nomor dua di kota tersebut, sebagai tempat maskapai berbiaya murah.

Pada kesempatan tersebut, akhirnya mata saya mulai bisa terpejam di tempat umum, saat membaringkan diri di kursi yang berbaris sejajar. Mungkin juga didukung dengan suasana yang lebih lenggang, tidak terlalu banyak pengunjung ikut menginap, hingga bisa "off" selama beberapa lama, meski tidak panjang, mungkin dua sampai tiga jam.

Situasi dan kondisi yang lebih mendukung juga terjadi kedua kalinya, saat saya kembali ke sana menjelang tengah malam dua hari kemudian. Ketika itu bersiap berangkat ke propinsi lain di Krabi pada jam pagi. Bedanya saya datang dengan sedikit luka di dengkul, dengan rasa nyut-nyutan dan nyeri yang belum hilang, setelah mengalami insiden kecil di hari itu. Keadaan itu membantu saya untuk tidur terlelap, pada tempat yang sama selama beberapa jam. Mungkin akan lain ceritanya andai fisik saya sehat tanpa ada luka, hingga pengaruh Si-Kon sangat berpengaruh.


Kenapa tidak mengambil hotel saja dan berangkat subuh? Jawabannya karena tidak ingin ribet tergesa2 untuk jalan dari penginapan, apalagi jaraknya juga lumayan jauh dari pusat keramaian. Meski bisa ambil hotel yang dekat, tapi tetap saja masih kurang praktis ketika harus berpindah, tidak mau terlalu resiko juga karena ini di luar negeri, lain cerita jika TKP ada di dalam negeri. Lebih baik sudah stand by di TKP sejak awal biar aman, lagipula hanya sekali-kali dan tidak tiap hari. Plus memang bisa mendapatkan suasana yang tidak biasa, dengan sedikit mengorbankan kenyamanan. :P

Si-Kon memang berpengaruh, karena pada plesiran itu ketika akan pulang ke Jakarta di penerbangan paling pagi, mata saya kembali segar dan terjaga ketika tiba di bandara LCCT pada saat tengah malam, ketika saya baru mendarat dari propinsi lain Langkawi. Kemudian cukup mudah tertidur saat masuk pesawat ke Jakarta. 

Mungkin yang saya sadari, kondisi suhu ruangan ikut berpengaruh. Jadi selama di terminal LCCT itu, saya tidak pernah bisa istirahat tidur sejenak atau sbentar saja. Alasannya mungkin masih berada di ruangan yang cukup terbuka, belum "masuk" dalam kondisi ruangan ber-AC yang lebih nyaman. Sekarang terminal itu sudah tidak digunakan, karena penerbangan murah dipindahkan ke terminal KLIA2, kita lihat saja nanti, apakah saya bisa terlelap di tempat baru tersebut atau tidak. 


Kondisi terkini Foto TKP LCCT dari Google Maps


Ada cerita yang pernah kita dengar bukan? Ada orang yang langsung ngantuk saat masuk ruangan ber-AC yang dingin. Mungkin itulah fakta yang terjadi. Tapi jangan lupakan pula sebaliknya, ada juga orang yang jadi mual-mual saat kena hawa dingin dari AC tersebut, atau malah jadi tidak bisa tidur karena kedinginan.

Atau ada lagi satu bandara di negeri tetangga yang cukup buat penasaran, hingga saya sengaja ambil penerbangan paling malam, agar bisa lebih mantap tinggal sampai pagi, alias ingin menjajal menginap di bandara (lagi). Xp

Niat untuk memadatkan waktu di waktu jam kedatangan hanya terjadi bandara di luar negeri, tapi belum pernah saya lakukan di dalam negeri . Sepertinya boleh juga untuk dicoba, mungkin saja atmosfer dari bandara (inter) nasional kita tidak kalah nyaman. Siapin rencana ah nanti.... :P

Jadi perkara memejamkan mata sebetulnya cukup sederhana, karena selain Si-Kon sekitar, ada juga Si-Kon dari dalam yang berpengaruh. Contohnya andai seseorang stress, maka yang bersangkutan jadi tidak bisa tidur, karena pikirannya terus berkelana dan tidak bisa diajak kompromi untuk istirahat. Istilahnya insomnia.

Pikiran yang berkelana saat mau tidur itu bisa baik atau buruk. Tentunya yang buruk jangan terlalu dianggap penting, karena kekuatiran tidak akan mengubah keadaan. Atau sebaliknya, ketika kita sangat antusias terhadap sesuatu, pasti jadi salah satu gejala tidak bisa tidur, karena berbagai rencana dan bayangan sudah berputar di kepala. Benar tidak?

Jadi dari pikiran itu kita bisa tidur atau tidak, karena dari otak semua perintah diproses. Untuk bangun, tidur, buang air, konsentrasi dsb. Sementara untuk tidurnya sendiri bisa di mana saja dan kapan saja.

Pastinya posisi tidur terbaik itu ada di atas kasur, hingga tubuh kita dapat direnggangkan seluruhnya. Satu kondisi yang ikut membuat kita rileks untuk beristirahat secara maksimal. Sementara bisa juga dilakukan dengan posisi kepepet, misalnya duduk, berbaring di alas keras (kaga empuk), atau sambil berdiri sekalipun, karena pusatnya itu di mata dan pikiran, serta bisa tidaknya pikiran kesadaran kita bisa off sejenak, atau tetap on dengan bugar. :O

Jadi sudahkah kita tidur (cukup) hari ini? Atau masih ngantuk? 

Kenapa saya jadi mengangkat cerita tentang ini? Sepertinya ingin sekadar nostalgia belaka, atau mungkin mulai kangen untuk jalan-jalan ala sendiri (lagi). :D