Sabtu, 15 September 2018

Suasana Nginep




Pada kesempatan kali ini, saya masih ingin cerita tentang menginap. Belum lama ini sudah mengangkat cerita serupa, tentang menginap yang tidak biasa di sini.

Menginap itu idealnya berada di hotel, karena pilihan layanan jasa ini yang paling umum tersedia. Tingkatannya dibedakan dengan berapa banyak bintang yang melekat. Pastinya kenyamanan yang didapat akan maksimal, apalagi jika dikelola oleh jaringan nama besar yang sudah identik. Bahkan sebetulnya dengan fasilitas yang disediakan, kita bisa saja menganggap hotel sebagai satu jenis "wisata" untuk sedekar rileks.

Bagaimana dengan suasana yang didapat? Dari lokasi dan suasana sekitar. Apakah terletak di zona wisata atau hanya sekedar keramaian kota, atau malah cukup lenggang bahkan jauh dari kawasan wisata. Mungkin ada yang sedikit berbeda di sini.

Kawasan populer Bali pernah saya datangi di empat kesempatan berbeda, satu trip menggunakan tour bersama keluarga, sedangkan tiga trip lainnya saya lakukan secara independen tanpa jasa tour. Ketiganya selalu memilih tempat yang ramai di Jalan Poppies saat bermalam di daerah selatan, sementara pernah semalam di daerah utara yang tidak banyak pilihan tersedia. Kawasan pusat Lovina bahkan tidak terlalu ramai, tapi lumayan banyak orang berlalu-lalang di sekitar.

Pengalaman lainnya saya pernah menginap satu malam di daerah Kintamani, di tengah desa Toya Bungkah lebih tepatnya, di tepi danau Batur sebagai ikon wisata kawasan tersebut. Suasana di sana sangat sepi, karena tidak banyak orang berlalu-lalang, paling hanya ada warga yang sekedar lewat saja dengan kendaraan bermotor. Untuk ketenangan memang sangat baik, tapi tidak enak juga jika terlalu lama. Hal ini membuktikan jika kita manusia sesungguhnya membutuhkan sesama, baik secara langsung atau tidak. :P

Andai memilih tempat bermalam di tempat yang riuh, pertanyaannya yang ramai seperti apa. Ambil contoh di kota sendiri Jakarta, pastinya agak berbeda ramai di kawasan Kota Tua dengan Grogol. Yang satu ramai karena terletak di zona wisata, sementara yang lain memang jadi tempat lalu-lalang sehari-hari dari warga sekitar.

Nah itu semua jika bicara tentang suasana di luar penginapan, bagaimana jika di dalamnya?

Kondisi dalam penginapan pastinya juga berpengaruh. Setelah dibedakan dengan tingkat kenyaman dalam bintang-bintang, maka ada jenis lain selain hotel yang juga eksis, antara lain homestay, villa dsb. Serta yang lebih spesifik adalah bagaimana tempat tidur kita, ini bisa jadi salah satu pilihan, karena ada juga yang menyewakan kasur dalam arti sebenarnya, bukan lagi sekadar kamar.

Kamar jenis ini disebut dormitory atau asrama, karena yang disewakan adalah kasurnya saja. Sementara di dalam suatu ruangan bisa lebih dari satu kasur tersedia, dengan tamu yang berbeda-beda. Jadi kita harus berbagi ruangan dengan tamu lain. Terasa aneh? Jika belum pernah memang akan aneh, karena dalam bayangan kita jika menginap seharusnya bisa santai sendiri.

Menginap ala hemat yang disebut kamar asrama banyak tersedia di luar negeri. Bagaimana kalau di dalam negeri? Mulai bermunculan juga sekarang, khususnya di kawasan wisata populer. Mungkin saja dulu tidak tersedia, karena harga untuk kamar private saja sudah termasuk murah. :D

Pengalaman menginap kamar asrama ini pernah saya lakukan, pada trip luar negeri 2011 yang lalu. Mengambil kamar jenis ini di semua tempat bermalam, mulai dari Penang, Phuket dan Singapore. Jika hanya untuk sekadar tidur cukup nyaman juga, meski harus berbagi ruangan dengan tamu lain. Intinya jagalah ketenangan agar tidak mengganggu sekitar, mereka juga berpikir sama pastinya, biar sama-sama enak.

Pengalaman kedua juga ada di luar negeri, pada trip kedua saya pada waktu 2013, bedanya tidak di semua tempat menggunakan kamar asrama. Jadwal bermalam ramai-ramai hanya ada di Phi-Phi dan Langkawi saja, sementara di Pattaya dan Satun saya mengambil kamar private. Bahkan saya mendapat kemujuran pada malam pertama di Phi-Phi, dengan alasan sekelompok turis perempuan yang baru datang langsung kaget ketika tahu harus berbagi kamar. Jadi untuk satu malam saya "diungsikan" ke kamar private dengan gratis, barulah di malam kedua saya tidur di kasur yang sebenarnya. :D

Dengan jarak lima tahunan, ceritanya sudah jauh lebih berkembang. Ketika ingin melihat-lihat kembali tempat bermalam, saya menemukan kamar asrama yang punya rasa ruang private. Alasannya karena ada sekat-sekat atau pembatas yang dibangun, hingga bisa tidur dengan keadaan lebih "tertutup". Jadi agak beda dengan jenis classic yang terbuka tanpa ada batas. Tentunya pilihan ini menjadi alternatif lain. :D
agoda.com


Jadi suasana dalam menginap itu cukup penting, hingga kita punya pilihan untuk bermalam di mana. Sedikit berbeda dengan mengambil jasa tour, karena semuanya sudah diatur. Biasanya sang tamu hanya memberi request tentang hotel bintang berapa yang diinginkan, selanjutnya pihak penyelenggara perjalanan mencari rekanan di satu wilayah.

Bahkan ada satu kegiatan yang awalnya terasa konyol, tapi sebetulnya sangat praktis dilakukan, andai kita ingin mencari suasana baru tanpa harus jalan jauh.

"Buset, apa kata orang nanti, tinggal di Jakarta, menginapnya di sini" ujar salah seorang teman saya, masih ragu untuk menyetujui usul teman yang lain.  Pada waktu itu yang bersangkutan bersama saya batal pergi ke Puncak, hingga hanya jalan yang dekat saja ke wilayah Tangerang.

"Udah jangan protes, ini gara2 Bang Roy neh, Udah rencana jalan motoran ke Puncak, eh pakai acara kseleo segala kakinya. Lu juga kan udah ampe ganti ban luar segala, jadi tidak apalah kita nginap di sini" jawab teman saya yang lain, tidak ingin membatalkan rencana perjalanan dengan mengubah rute tujuan.

"Yah udah gue ikut lu berdua aja dah" timpal saya secara singkat.

Awalnya memang terasa aneh, masa kita tinggal di suatu kota, dalam hal ini Jakarta, tapi menginap di dalam Jabodetabek. Terkecuali kota Bogor yang memang agak jauh, sementara Depok Tangerang Bekasi kan kota tetangga, jalan sebentar sampai.

Tapi boleh juga menginap yang dekat-dekat atau malah di dalam kota sendiri. Jadi memang ingin cari suasana baru saja, untuk "berwisata" dengan cara lain. Memanjakan diri dengan fasilitas kenyamanan yang ditawarkan. Memang tidak ada yang salah dengan itu. :D

Jadinya saya memang ingin memberi selingan menulis tentang ini, unik juga bila diangkat dan dijadikan cerita. Kebetulan wisata "nginap" dan berwisata memang satu paket. Pagi hingga sore kita manfaatkan waktu dengan jalan-jalan, malamnya beristirahat. Model padat waktu demikian cukup efisien, tapi berleha-leha sejenak di tempat menginap ternyata juga bisa efektif. :P

Setuju? Jadi kapan menginap lagi?