Selasa, 06 November 2018

Wisata Santai & Makan



Belum lama ini saya berlibur selama beberapa hari, tidak jauh karena hanya ke Bali saja. Tapi gaya jalan saya yang biasa cepat hit and run sepertinya mulai berubah.

Niat awal ingin menjajal bandara lokal juga langsung dijalankan, karena sampai TKP di Ngurah Rai itu tengah malam. Ternyata suasananya tidak terlalu enak untuk bermalam di sana, karena pintu masuk dan keluar langsung ditutup, alias tidak buka selama 24 jam. Di luar jam operasional hanya pihak2 yang berkepentingan saja yang boleh masuk, seperti petugas maskapai dsb. Kondisi itu berlaku di terminal kedatangan dan keberangkatan domestik, tapi bisa lain cerita dengan terminal internasional.

Saya baru menuju terminal internasional itu selepas subuh, awalnya mencari lokasi tempat parkir motor, karena kendaraan yang akan saya sewa selama plesiran di Bali diantar ke sana. Kondisi di sana cenderung lebih ramai, dengan halaman tiga tingkat yang lebih luas sebelum pintu masuk. Jika melihat situasi dan kondisi di sana, mungkin saat tengah malam sampai subuh akan lebih ramai ketimbang terminal domestik.


"Dulunya jalan ini tidak ada kan Bli? Seingat saya jalan yang paling dekat cuma Dewi Sartika saja" ujar saya, menujuk jalan lokasi pertemuan kami, di depan tempat parkir kendaraan roda dua bandara.

"Wah orang lama nih, sudah tahu jalan yah berarti" jawab beliau dengan tertawa, saat menyimpan nota dan kartu identitas sebagai persyaratan untuk sewa kendaraan. Mengetahui pula tujuan saya di hari itu langsung menuju titik terjauh.

Pada dua hari pertama jadwal classic masih saya jalankan dengan memadatkan waktu. Menuju arah timur ke daerah Karangasem lewat jalan pesisir Klungkung - Candadisa, untuk bermalam di kota Amlapura, atau Tirta Gangga sebagai satu zona wisata. Kemudian esok harinya mulai kembali ke Kuta melewati jalur Besakih - Bangli - Tampaksiring - Ubud.

Pada hari ketiga barulah saya bersantai ria, meski tidak sepenuhnya berleha-leha, karena pada waktu subuh juga sudah keluar. Menuju Nusa Dua - Waterblow untuk matahari terbit, tapi sayangnya sedang ada renovasi. Waktunya bersamaan dengan kegiatan lari massal pada tempat tersebut. Kemudian bergerak sedikit menuju Pantai Geger untuk sunrise, ternyata garis pantainya sangat pendek tinggal sejengkal, mungkin hanya beberapa ratus meter saja, digempur dengan berbagai Hotel dan Resort di kanan-kirinya.

Ketika hari sudah terang, saya jalan memutar dari Nusa Dua ke arah Uluwatu dan Jimbaran, untuk kembali ke penginapan. Baru keluar lagi pas sudah cukup terik, karena saya ingin bermain di pantai ketika ombak sedang tinggi. Ceritanya agak berbeda dangan dulu, ketika saya lebih memilih datang ke pantai saat ombak surut, agar bisa sampai ke tepi pantai paling ujung.

Hari ketiga bisa dibilang saya cukup banyak membuang waktu, atau lebih tepatnya mengisi waktu dengan sekadar bermain air di pantai. Pertama-tama di pantai Suluban, di sana hanya saya seorang diri yang bermain air di batas ombaknya, karena para pengunjung lain lebih banyak mengambil foto selfie, sedangkan turis lainnya berenang ke tengah laut dengan papan selancar.

Pada saat bermain air, ternyata ombaknya tidak sebesar dulu. Saya ingat sewaktu pertama kali ke sana secara independen, ombaknya naik sampai pada batu karang pertama di dekat tangga. Tapi pada siang itu ombaknya hanya sampai batu karang kedua di depannya, kemudian terjangan ombak semakin berkurang ketika saya akan kembali, menjadi batu kesekian sebagai patokan pasang surut ala saya. :D

Tempat kedua yang jadi pemberhentian saya adalah Pantai Dreamland, di sini ombaknya cukup kencang, hingga bermain puas dorong-dorongan dengan ombak. Kemudian suasana sekitar juga cukup ramai, karena banyak pengunjung yang ikut berenang bermain air, atau sekadar berjemur matahari. Batas pasir pantai di sini langsung agak dalam, tidak landai memanjang layaknya di pantai Kuta, hingga tepi pantainya terlihat berwana biru terang. 

Kemudian selanjutnya menuju Ungasan, dari perempatan utama di kawasan Uluwatu berbelok ke arah timur yang berujung di Nusa Dua. Tujuan selanjutnya adalah singgah di pantai Pandawa, karena waktu masih cukup siang. Kembali bermain-main dengan air di tepi pantai yang dangkal sebelah ujung yang agak lenggang. Menjelang sore kembali ke kawasan Kuta untuk (kembali) bermain air di pantainya.

Berwisata santai dengan berleha-leha akhirnya bisa juga saya lakukan, hanya perlu mengulur waktu saja, alias tidak memadatkan tujuan secara maksimal. Justru longgarnya waktu dimanfaatkan dengan kegiatan santai secara padat, berusaha rileks menghilangkan kepenatan dengan suka-suka sendiri. Hal itu sebetulnya juga berlaku pada kegiatan nongkrong, tapi kurang saya sukai, termasuk satu hiburan yang masih tidak bisa saya lakukan, karena untuk apa diam mengobrol dan duduk-duduk saja? Mungkin agak lain ceritanya dengan wisata kuliner.

Untuk kuliner sendiri mulai ada keinginan untuk menjajal jenis wisata tersebut, niat itu baru pada hari keempat bisa dilakukan. Ingin mencicipi masakan khas Bali, sudah membayangkan bagaimana hidangan nantinya di meja, bedanya saya tidak terlalu hafal apa nama dari kuliner yang dimaksud. Awalnya mengira sajian itu mungkin dinamakan Ayam Betutu, karena jenis masakan ini sangat banyak dijumpai di sana.

Pada waktu check-out penginapan jelang siang, style classic kembali datang saat "menyelipkan" jadwal ke Sukawati di tengah jam kosong. Akhirnya baru pada siang menjelang sore kembali ke daerah Kuta, sekaligus untuk makan siang di salah satu kedai makanan, tempat yang punya ciri khas logo unik untuk kategori Ayam Betutu, berasal dari Gilimanuk.

Dugaan saya ternyata meleset, karena hidangan Ayam Betutu itu tidak seperti yang dibayangkan. Satu potong ayam berkuah kuning disajikan, dengan bumbu rempah kacang-kacangan untuk dicocol sebagai sambal. Pada detik itu baru tahu ternyata yang namanya Ayam Betutu seperti itu, sekaligus searching di internet memang demikian.
https://iklantravel.com

Menyadari hidangan yang saya inginkan ternyata bernama lain, yang ada potongan ayam, sate dan lalapannya sebagai pelengkap. Kemudian mulai searching kembali lokasi TKP yang menyajikan menu tersebut. Menemukan titik lokasi dengan judul Nasi Ayam Bu Oki, searah dengan jadwal berikutnya ke daerah Kuta Selatan untuk mampir di GWK.

Selain menuju lokasi kuliner yang diinginkan, saya sudah berencana untuk membeli jajanan, atau istilahnya oleh-oleh, bedanya ini untuk dinikmati sendiri (:P). Satu cemilan yang sudah direncanakan itu Pia Legong, karena isi cokelatnya yang meleleh dan membuat lidah ingin menggoyangnya kembali. Setelah searching ternyata harganya cukup "mewah", karena satu kotak isi delapan dihargai 100rb rupiah. Ditambah cara pembeliannya juga agak ribet, karena harus antri atau memesan beberapa hari sebelumnya, serta katanya dibatasi satu tamu hanya dua kotak.
Lazada.com

Akhirnya saya datang ke lokasi toko dengan nothing to lose, kalau dapat syukur, kalau tidak dapat yah tidak masalah. Kebetulan jalurnya searah, dari daerah Kuta menuju Kuta Selatan dengan jalan By Pass Ngurai Rai sebagai satu-satunya akses darat ke sana (selain Tol Mandara). Lokasinya persis di sebelum persimpangan jalan menuju Tol, langsung di pinggir jalan, tidak ada lagi halaman ruko seperti cerita2 terdahulu.

Parkir kendaraan roda dua di gang sebelah sampingnya, beruntungnya tidak ada antrian, alias langsung masuk. Satpam memberitahu stok masih tersedia jika mau beli. Mungkin saja suasana lebih lenggang karena jatuh di hari senin. Awalnya ingin membayar pakai debit, tapi kpembayaran non-tunai minimal harus beli tiga kotak, ternyata bisa lebih juga kalau lagi sepi. Berhubungan ruang di tas sudah terbatas, jadi hanya mengambil dua kotak, karena isi tas sudah full maksimal. Memang sengaja sebelum jalan saya sudah memadatkan isinya, agar tersedia cukup ruang untuk membawa pulang jajanan tersebut.

Setelah itu akhirnya menuju lokasi Nasi Ayam Bu Oki di Jimbaran, berbekal peta dari google maps. Hingga sampai di sana dan suasananya cenderung lenggang, karena hanya ada satu grup dan dua pengunjung yang santap siang. Saat akan menikmati hidangan, baru tahu kuliner khas Bali yang saya inginkan itu tersedia di sana, dengan judul menu Nasi Ayam Campur. :D
https://www.tripadvisor.co.id


Kemudian belum lama ini tiba-tiba saya ngidam untuk ngemil kue pia. Mencari info jajanan tersebut di lokasi Jakarta tidak memuaskan, karena hanya ada satu toko yang menjual aneka macam oleh-oleh khas dari daerah tertentu. Tempat itu bernama Rumah Makan Nusa Indah, banyaknya meja cukup terbatas di dalam, karena setengah ruangan digunakan untuk display oleh-oleh.
https://www.tripadvisor.com

Saya langsung menuju ke sana, karena tidak ingin menunggu jika membeli via jalur on-line dari lokasi asli di Bali sana. Mengangkut jajanan yang bernama Pia Eiji sebagai incaran awal, yang isinya terlihat serupa dengan Pia Legong, dengan cokelat meleleh pas digoyang lidah. Di sana harganya 50% lebih mahal, mungkin berlaku pula untuk semua jenis jajanan lain. Sayangnya juga jenis rasa isi pia-nya terbatas, karena hanya tersedia kotak mixed campuran isi cokelat dan keju.

Karena merasa kurang puas, akhirnya coba lagi beli on-line dari penjual dari lokasi asal. Untuk isi full cokelat semua baru saya dapatkan via pembelian on-line di sini. :D

Wah kenapa ceritanya jadi campur-campur begini? Ada tentang bandara, catper singkat, lokasi berleha-leha, wisata kuliner, sampai memenuhi rasa ngidam beli jajanan yang super duper jauh. Namanya juga sekadar ingin cerita, jadi begitulah ceritanya. Xp

Ini dia sedikit video perjalanan saya di trip dadakan Bali kemarin. :D