Sabtu, 28 Desember 2019

Jejak Pertama (Curug)



Jejak Pertama? Sebetulnya mau buat judul Tempat Pertama.
Tapi karena tempatnya sudah bukan yang pertama, jadinya jejak pertama lebih tepat.
:D

Apa hubungannya? Jejak dan Tempat Pertama? Tempat itu lebih kepada tujuan, sebaliknya Jejak lebih kepada hasil dari sebuah tujuan. Sudah menangkap maksudnya? Jadi yang akan saya bahas lebih berhubungan dengan hasil dari buah pengalaman, bukan lagi sebatas "rencana" membangun pengalaman. :)

Sebelum mengangkat bahasan utama dan contohnya dalam pengalaman, ingatan saya langsung terbang ke masa remaja dulu. Situasinya cukup serupa, tapi hanya berbeda objek tempat yang dituju saja. Kala itu untuk anak seusia saya masih sulit untuk ke sana ke sini, karena fasilitas transportasi yang tidak lengkap dan kurang aman seperti sekarang. Jadi andai ingin ke Mal, biasanya ikut dengan orang tua, atau di-drop dan dijemput, tidak pernah jalan sendiri.

Pada masa remaja tersebut, ada dua kesempatan yang menjadi buah pengalaman, karena saya datang ke Mal secara independen, menggunakan angkutan umum. Pertama adalah ketika datang ke Mal Puri, menggunakan ojek pergi pulang, karena jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Kedua adalah menggunakan bis umum Kopaja, saat mendatangi Mal Taman Anggrek, kala itu jalannya selepas pulang sekolah, sekalian jalan maksudnya karena jarak yang jauh. Saat itu hanya segelintir murid saja yang sudah menggunakan roda dua, beda dengan sekarang.

Pengalaman datang ke Mal sendiri itu menjadi berkesan, karena untuk pertama kalinya melangkahkan kaki dengan "usaha" sendiri. Meski pada kesempatan sebelumnya kedua tempat itu sudah pernah saya datangi, jadinya bukan yang pertama lagi dari kategori kunjungan. Kebetulan di dua tempat itu, Mal Puri dan Taman Anggrek, tempat yang saya tuju itu tidak jauh berbeda, berupa toko kaset besar pada zaman itu, Disc Tarra dan Tarra Megastore.

Jadi sudah lihat perbedaan kecilnya bukan? Tempat "Pertama" itu ternyata tidak harus menjadi yang pertama pula, karena yang "Pertama" bagi kita itu bisa saja di tempat yang kesekian kali dihampiri, atau di tempat lain yang berbeda lokasi. Jadi yang penting itu bukan sekadar perjumpaan, tapi lebih kepada pengalaman, meski pengalaman itu pastinya didapat dari sebuah perjumpaan. :))

Nah sekarang kita mulai masuk dalam bahasan utamanya, saya ingin bicara mengenai pengalaman salah satu jenis wisata alam, apa itu? Gunung Pantai Luar Kota, beberapa di antaranya adalah berupa pemandangan Air Terjun, sebuah lokasi yang menjadi tempat alam bersuara, ketika limpahan air jatuh dari ketinggian tertentu mengeluarkan bunyi yang khas.

Pada saat saya gandrung dengan hobi jalan ke tempat2 wisata, ternyata Air Terjun ini menjadi salah satu tujuan yang belum saya datangi. Ingatan jadi terlempar kembali ke masa-masa sekolah dulu, ketika berada di kelas tiga sekolah menengah atas. Kala itu saya sengaja tidak ikut plesiran ilegal satu kelas, semua murid absen massal di satu hari untuk berwisata, menuju kawasan Situgunung di Sukabumi. Kebetulan di sana selain Danau ada juga Air Terjun yang cukup besar, hingga rasa sesal baru muncul beberapa tahun kemudian kala itu.

Air Terjun "asli" pertama, justru baru saya dapatkan di pulau tetangga, ketika singgah di Air Terjun Lembah Anai di Sumatera Barat. Kemudian berturut-turut lokasi waterfall yang saya kunjungi itu di Tawangmangu, Batu Malang, Bromo dan Bali. Semut di seberang tampak, Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, itulah pepatah yang tepat untuk saya, saat menyadari bahwa kawasan Bogor dengan julukan kota Hujan, tetanggaan pula dengan Jakarta, ternyata belum ada satupun Air Terjunnya saya datangi, termasuk penyesalan tidak ikut ke Situgunung Sukabumi. :O

Akhirnya pengalaman pertama ke Air Terjun di Jawa Barat, di titik Bogor (Cianjur lebih tepatnya) datang juga, baru kesampaian saat saya ke Cibodas di sini. Daerah yang cukup dekat dari rumah, Air Terjun (Curug) Cibeureum menjadi tempat "pertama" untuk sebuah pengalaman. Untuk menuju ke sana bisa dibilang "paling jauh" dari lokasi lain, karena harus jalan kaki hampir tiga kilometer dengan medan agak menanjak.


Wisata Air Terjun itu juga akan semakin lengkap, andai kita ikut nyebur atau ikut basah di bawah guyuran airnya. Baru di tempat inilah saya mengunjungi Air Terjun, sekaligus bermain air basah-basahan di kolamnya. Air Terjunnya juga cukup jernih, karena berada di dalam hutan lindung. Mungkin hanya tempatnya saja yang dirasa kurang (atau kotor), karena justru masih "alami" berupa tanah dan bebatuan. Jadi rasanya kurang lengkap andai hanya melihat pemandangan dan berfoto-foto saja.

"Gue pernah ke Air Terjun sono waktu retret ramai2. Senior gue waktu itu ngajak lanjut ke Air Panas, eh ternyata jauh banget. Ampe ada yang pingsan anak cewe, jadi pulangnya digotong2 pakai tandu sama petugas, kena denda semua kita" ucap salah satu teman saya, menjadi satu-satunya teman yang pernah (dan kapok) ke sana lagi.  

Jadinya sensasi datang kali pertama ke Puncak sendiri itu sangat membanggakan, cukup sederhana bukan? Meski bagi beberapa orang biasa saja. Jadi bukan soal seberapa hebatnya sebuah pengalaman, tapi bagaimana pengalaman itu membuat kita lebih baik dari sebelumnya, mirip dengan cerita saya yang ke Mal "pertama" kali di atas. :D

Selain di Cibodas, ada pula Air Terjun lain di kawasan Puncak, yaitu di daerah Megamendung dan Sukamakmur. Kemudian ada juga Air Terjun "nanggung" di perbukitan Sentul, karena tidak terlalu tinggi tebingnya. Lalu tempat kedua yang menjadi favorit saya adalah kawasan Gunung Salak Endah, yaitu sebuah daerah di Lereng Gunung, tapi punya banyak tebing yang memungkinkan beberapa aliran air terbelah, menjadi beberapa susunan Air Terjun.



Patokan saya jika mau mendatangi Air Terjun yang layak diselami, maka posisinya harus berada di dalam hutan, atau minimal berada di pinggir hutan, alias sumber airnya berasal dari tempat yang kosong dan alami, di mana mata air berkumpul menjadi aliran sungai. Jika posisinya berada di bawah pemukiman penduduk, artinya sudah tidak alami lagi dan sudah bercampur dengan limbah. :(

Terus kenapa Curug Cibeureum menjadi khusus? Karena setelah eksplore pertama kali (full dokumentasi), kemudian berlanjut dengan eksplore Air Terjun lain di daerah Bogor, tempat ini masih menjadi salah satu dari beberapa lokasi favorit untuk didatangi kembali. Bukan untuk sekali datang saja, meski rata2 untuk Air Terjun "Bogor" biasanya tidak hanya sekali saya datangi. Untuk kesempatan kedua dan seterusnya hanya untuk refreshing, tidak ada lagi foto-foto atau rekam video seperti kali pertama.

Salah satu yang membedakan juga, selain bisa main air aman (kolam cetek) dari sumbernya langsung (air gunung), ternyata bisa sambil sekalian olah raga jalan lintas alam (hiking). Jadinya selain segarnya dapat, bugarnya juga tidak ketinggalan. Bahkan setelah diingat2 lagi, kondisi sekarang sudah jauh berbeda. Jika dulu pas awal2 baru datang ke sana, jalan sedikit saja napas sudah ngos-ngosan, sekarang napas menjadi lebih panjang, bahkan sampai turun lagi ke bawah tidak terasa ngos-ngosan lagi. Xp

Untuk tahun ini saja (2019), sudah beberapa kali saya ke sana. Ternyata perbedaan (platform) zaman juga ikut berpengaruh, untuk mendokumentasikan kembali sepenggal foto perjalanan, sebagai jejak terbaru kalau saya pernah ke sana. :D

Apakah yang namanya tempat khusus itu harus sesuatu yang Wah? Punya nama besar dan terkenal dan ramai dikunjungi? Justru menurut saya (sekarang) sebaliknya. Khusus itu ternyata bukan sesuatu yang jauh, tapi bisa sangat dekat, hingga kita berulang kali datang ke sana tanpa rasa bosan. Tidak harus punya nama besar dan terkenal pula, tapi cukup membuat kita (tiap-tiap orang) nyaman berada di sekelilingnya, itulah arti khusus yang sebenarnya. :))

Jadi dari sesuatu yang bersifat khusus, sebuah jejak dapat menjadi lebih berarti, hingga jejak pertama kita bisa terekam dengan sangat jelas. Jika biasa-biasa saja dan umum, sebuah jejak tentu jadi biasa saja, tidak ada yang khusus. :D


"Jadi masih ingat dengan jejak pertamamu? Atau justru kita sedang membuat jejak pertama?"
:D


Curug Cibeureum (2020)