Rabu, 20 Mei 2020

Kamar Payung


"Kamar Payung? Maksudnya di dalam kamar ada payung?"
"Bukan begitu, maksudnya kamar yang dipayungi."

Kali ini saya ingin bercerita lagi, mengenai salah satu hobi yang murah meriah. Sebuah aktifitas yang juga sudah lama ada, tapi baru saya sadari belakangan, hingga muncul niatan untuk menjajal kegiatan tersebut.

Pada bahasa sehari-harinya sering disebut sebagai kegiatan kemah atau camping, karena akan menggunakan tenda sebagai tempat bermalam. Salah satu yang teringat adalah kegiatan Pramuka, karena mereka melakukan aktifitas di lapangan terbuka.

Ternyata kegiatan bertenda ini belum pernah saya lakukan. Jadi ke mana saja selama ini? Tidak ke mana-mana. Jawabannya karena dulu masih malas untuk ikut2 kegiatan sejenis, seperti Pramuka dsb. Tapi belakangan ada kegitan lain yang juga menggunakan metode serupa, seperti kemah di alam terbuka, atau mendaki gunung yang harus bermalam di dalam hutan.

Hingga akhirnya niatan itu muncul dan ingin mencoba bertenda. Pilihan kegiatan yang cukup nyambung dengan hobi adalah mendaki gunung. Kala itu belum terpikir untuk bermalam di camping ground, karena belum tahu tentang kondisi alamnya yang justru cukup mendukung. Suasana di bumi perkemahan tidak kalah menarik, meski posisinya ada di dekat pemukiman penduduk, tapi umumnya sudah berada di tengah ruang terbuka yang hijau.

Niat untuk bertenda muncul saat ada rencana ke Papandayan di bulan Februari 2015, hingga langsung beli tenda agar punya sendiri. Jenis tenda yang saya angkut itu berukuran kecil untuk dua orang. Sebuah langkah yang dirasa cukup mendatangkan antusias tersendiri, hingga ingin berwisata dengan cara lain.

Ada beberapa macam tenda, mulai dari yang satu lapis sampai dua lapis. Semakin tebal tentu akan lebih aman, khususnya jika melewati kondisi cuaca hujan. Untuk ukuran ada yang kapasitas dua orang, tiga sampai empat, bahkan lebih dari lima orang. Bermacam-macam tentunya pilihan, serta model yang tersedia untuk produk tenda.

Tenda sudah di tangan, serta tas keril juga sudah diangkut, meski penjualnya salah kirim. Awalnya beli tas ransel berukuran 60L, tapi malah dikirim yang sedikit lebih besar berukuran 80L. Kala itu saya maunya tenda dibawa dalam tas, biar tidak ribet, meski sesungguhnya hal itu mendatangkan keribetan lain, karena tas harus punya cukup ruang lebar dan tinggi.

Merakit tenda juga mendatangkan keseruan lain. Beberapa kali simulasi dulu di kamar, ternyata hanya butuh waktu beberapa menit saja, tidak terlalu sulit. Tiang-tiang dihubungkan satu sama lain pada dua garis yang berbeda, kedua garis tadi dipasang menyilang secara diagonal, hingga melengkung ke atas dan tenda terbangun dengan sendirinya.

Tapi sayang rencana ke Papandayan diundur, oleh karena status gunung yang sedang tidak bisa dikunjungi. Menunggu selama beberapa lama, hingga akhirnya pengalaman bertenda datang lebih dulu dari jalur lain, ketika ikut mendaki Gunung Gede bersama satu kelompok perjalanan di bulan April 2015.

Pada saat itu kapasitas tenda diisi dengan jumlah maksimal, setiap orang tidur berbaris. Kami hanya bisa terlentang saja, tidak bisa geser dan gulir ke kanan dan kiri. Alias kalau kata banyak orang tidurnya seperti ikan asin dalam kaleng. Xp

Jadi tenda yang nyaman itu idealnya diisi setengah dari kapasitas, agar ada ruang untuk bergerak di dalam. Sekaligus berfungsi sebagai kamar mini, bukan sekadar kasur yang berukuran jauh lebih sempit ketimbang kamar. :D

Tapi tetap saja kala itu sensasi bertendanya jadi berkurang, karena saya hanya terima beres. Dalam arti menggunakan tenda kelompok yang sudah disiapkan, serta dirakit juga oleh tim yang bertugas, hanya tinggal masuk, jadi kurang greget pengalamannya. 

Sampai akhirnya sebulan kemudian saya berencana mendaki Gunung Gede (lagi), dengan memasukan identitas teman saya secara diam-diam, meski ujungnya batal berangkat. Berkemah perdana di Mandalawangi Cibodas, lokasinya bersebelahan dengan kantor Taman Nasional yang mengurus izin pendakian. 

Kala itu saya sampainya sudah petang hari dan gelap, serta buta kawasan tentang bumi perkemahan tersebut. Tambahan lagi saya datangnya itu minggu sore, jadi keramaian sudah jauh berkurang. Tujuan awalnya agar bisa mengurus simaksi pendakian keesokannya di hari senin (hari kerja).

Datang tanpa tahu posisi dan keadaan di dalam taman, hingga saya jumpai ada satu tenda berdiri dekat dengan warung. Satu keluarga yang sedang camping ceria, antara ayah ibu dan anak-anak yang masih kecil. Jadinya saya mendirikan tenda di sebelahnya saja, jadi pengalaman pertama merakit tenda jenis single dome sendiri. :D

Tenda yang ukurannya cukup besar di dalam kamar, ternyata jadi berukuran mini dan imut-imut saat eksis di alam terbuka.

Kemudian rencana yang tertunda ke Papandayan akhirnya bisa dieksekusi di bulan Juni 2015. Datang ke sana dengan dua tujuan utama, Telaga Bodas dan Papandayan itu sendiri. Menjadi trip camp pertama saya, karena dua malam menginap dalam tenda. Plus hanya di trip itulah tas keril 80L saya keluar, selebihnya hanya diam di rumah karena ukurannya terlalu besar untuk sekadar jalan-jalan.

Kemudian bertenda selanjutnya lebih banyak dilakukan di Mandalawangi Cibodas, dengan posisi favorit itu di tepi danau. Tujuan wisatanya bolak-balik ke Curug Cibereum sebelum pulang. Datang menjelang sore atau sudah malam, kemudian esoknya sebelum siang tengah hari sudah kembali. Trip kilat untuk sekadar refreshing, berulang kali dilakukan tidak pernah bosan.

Kalau untuk trip kilat, tenda saya bawa dalam tas berukuran 38L, hingga lebih dari setengah kapasitas tas sudah digunakan untuk tenda saja. Meski belakangan jadi semakin simple, karena tenda hanya dibawa menggunakan plastik, jadi tas ransel bisa diisi dengan keperluan lain. Xp

Tenda yang tidak terlalu tinggi lebih cocok untuk camping di gunung, untuk mengurangi efek hembusan angin yang lebih kencang. Sementara tenda untuk camping ceria lebih tinggi, karena tidak ada masalah dengan hembusan angin, serta dengan ukuran yang lebih besar.

"Ini serius lu? Udah mau tengah malam gini masih bisa dapat tenda?" tanya teman saya, ketika melaju ke Puncak di malam hari.

"Pasti ada, katanya di sana 24 jam" jawab saya, meyakinkan untuk bermalam di Cibodas, pertama kali pula berencana memakai tenda sewaan.

Bahkan ada beberapa jasa wisata yang menawarkan sensasi bermalam di tenda. Selain untuk tidur juga ada ruang lain di tenda, misalnya untuk dapur, ruang santai-santai dsb. Kegiatan semacam itu lebih terkenal dengan sebutan glamping, bukan lagi sekadar camping, jadinya sudah masuk dalam kategori "Rumah Tenda."

Jadi sebetulnya membeli atau menyewa tenda, itu adalah pilihan bagi banyak orang. Termasuk ingin terima beres tinggal pakai, atau perlu berusaha sedikit merakit tenda dengan tangan sendiri. Beberapa jenis tenda tertentu tidak bisa dirakit sendiri, perlu bantuan lebih dari dua tangan, oleh karena formasi garis tiang yang tidak bisa terangkat sendiri.

Tenda yang saya angkat di tulisan ini jenisnya untuk kemah. Karena ada juga beberapa jenis tenda lain, misalnya untuk warung kaki lima, atau tenda untuk berteduh di acara ruang terbuka. 

Fungsi tenda kemah idealnya sebagai kamar, bukan sebagai rumah. Punya dan bisa pasang sendiri tentunya akan lebih nendang. Kembali lagi itu merupakan sebuah pilihan, jadi jenis style apa yang kita pilih? Jawabannya bebas. :D

"Kamar yang dipayungi? Bagaimana tuh?"
"Maksudnya tenda itu seperti kamar, terus dindingnya serupa dengan payung, jadinya kamar payung."
:D