Kamis, 01 April 2021

Dongeng Inspirasi



Siapa di sini yang pernah dengar cerita dongeng? Pastinya sebagian dari kita pernah dengar, entah diceritakan secara langsung, melalui buku-buku pada zaman dulu, atau melalui artikel di zaman internet seperti sekarang.

Dongeng Sejarah mengenai satu bangsa pernah saya ceritakan di sini. Maksud dari tulisan itu bahwa bicara mengenai asal tempat, karena dari mana cerita itu bermula jadi sangat penting. Kenapa? Karena ada kejadian-kejadian yang berlaku di sana (tempat itu). Idealnya andai ada cerita yang belum terjadi, nantinya hal itu akan kejadian di sana juga, bukan di tempat lain.

Kemudian apa bedanya Dongeng dengan Sejarah? Andai dikaitkan dengan realitas? Perbedaannya hanya satu, andai Sejarah sudah pernah terjadi, maka Dongeng (Nubuatan) itu belum kejadian. Sudah menangkap maksud perbedaannya? Jadi antara Dongeng dan Sejarah sebetulnya jadi satu kesatuan, tidak bisa dipisahkan. Andai ada Dongeng, maka kita harus lihat dulu sejarahnya, demikian sebaliknya.

Terus bagaimana dengan Dongeng yang tidak terkait realitas? Apakah ada? Jawabannya ada dan justru sangat banyak, karena jadi tempat berkreasi dari banyak orang-orang. Misalnya cerita-cerita fiktif yang dibuat oleh pengarangnya, seperti komik Doraemon, kemudian cerita petualangan segala macam putri-putri dari dunia Disney dan lain-lain. Artinya memang tidak nyata, alias tidak ada realitasnya. 

Tapi apakah yang fiktif itu selalu bohongan? Jawabannya tidak selalu begitu. Apakah kita pernah mendengar, tentang sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata? Nah salah satu daya tarik cerita fiktif ada di sini. Faktanya sekecil apapun sebuah realitas, hal itu dapat dikembangkan lebih luas, alias bisa ditambahkan segala macam bumbu, tujuannya tentu agar cerita lebih menarik (kekiniannya itu sebagai konten).

Saya sendiri pernah menjadi penulis fiksi, atau bahasa modern-nya itu Novel, karena cerita yang dibangun "tidak nyata" secara kronologis. Artinya saya bisa menciptakan tokoh sesuka hati dan bebas, meski niatnya itu bisa sebagai identitas lain dari tokoh yang ada di dunia nyata. Bahkan bisa saja tiga kepribadian yang ada di dunia nyata, mampu disatukan ke dalam satu tokoh, tentu penggunaan setiap adegan untuk kepentingan cerita itu sendiri.

Jadinya cerita fiktif itu ada yang dikondisikan mirip dengan cerita aslinya, atau sebaliknya sengaja dikaburkan dengan identitas lain. Tapi pada akhirnya cerita asli hanya sebatas sebagai sumber inspirasi, karena yang patut diperhatikan adalah cerita akhir yang tersaji. Fakta inilah yang kita jumpai, disebarkan kepada banyak orang melalui "Cerita Baru", bisa juga ditambahkan dengan embel-embel based on true story.

Kali ini saya ingin membedah satu cerita baru yang sangat menarik, hingga cukup terngiang-ngiang di kepala. Antara terjadi secara kebetulan, atau memang ada hubungan dari sumber inspirasi berlaku di sana. Film yang akan saya bahas di sini adalah Raya & The Last Dragon (Ada Spoiler).

Saya akan menceritakan secara berurutan dari waktunya, ketika ada Cahaya Jahat yang merubah mahkluk hidup menjadi batu. Dikatakan Cahaya Jahat itu timbul akibat dari keserakahan manusia, untuk menguasai yang lain dan sejenisnya. Ada lima Naga tersisa yang bertahan, tapi menolak untuk menyerah. Keempat Naga mengumpulkan kekuatan terlebih dahulu, untuk diserahterimakan kepada Naga terakhir, sebelum mereka ikut jadi batu.

Naga terakhir inipun beraksi menyebarkan kekuatan dari Bola Energi tadi, hingga Cahaya Jahat menghilang, kemudian mengembalikan orang yang jadi batu hidup kembali. Tapi tidak dengan teman-teman Naga lainnya, karena mereka tetap jadi batu. Hingga akhirnya Naga terakhir itu tertidur di suatu tempat, alias menghilang.

Nah dari peta dan kaum manusia yang terpecah jadi lima bagian, sedikit banyak ada kemiripan dengan sebuah lokasi di dunia. Terutama di bagian yang menjadi kawasan padat sedunia, daerah mana lagi kalau bukan Nusantara bagian Barat, yang terhubung sampai ke utara dengan beberapa negeri tetangga. Mungkin ini hanya imajinasi saya saja, berhubungan dengan ilmu cocoklogi. Xp

Peta Asli Film
Naga menghadap ke kiri, dengan Kepala yang juga ke kiri secara datar.


Peta Asia Tenggara
Ekor Naga tetap dari kanan, tapi Kaki berada di atas, kemudian Kepala Naga memutar dari kiri ke atas, hingga Kepalanya menghadap ke kanan.


Belakangan cerita fiktif untuk menyamarkan lokasi Asia Tenggara juga jadi semakin jelas. Kenapa? Karena soundtrack dari film tersebut juga dibawakan oleh penyanyi berbeda, selain dari pada penyanyi utama yang berbahasa inggris. Ada yang bisa mewakili posisi ASEAN ini, misalnya dari Filipina atau Indonesia, selain dari versi lainnya bahasa Korea, Spanyol dan Italia.

Siapa yang tahu, bahwa Kumandra dalam film, itu bisa jadi artinya kawasan Asia Tenggara pada zaman dulu, sebelum akhirnya "Cahaya Jahat" datang, membuat semua orang jadi batu. Imbasnya? Ketimbang semuanya menjadi batu, akhirnya beberapa "Naga" perlu mengorbankan diri, alias "mengalah" untuk menghentikan sepak terjang Cahaya Gelap itu. Kemudian Naga Terakhir yang dipercaya akhirnya selamat, memilih untuk hilang dari peredaran. Nah Naga Terakhir di film itu bernama Sisu, diceritakan sudah tidur selama 500 tahun. 

Dari metode cocoklogi, mungkin agak mirip dengan cerita legenda, tentang keruntuhan salah satu kerajaan besar di Nusantara. Kata kuncinya adalah ada tokoh yang akan kembali lagi setelah 500 tahun (cari saja di Google). Tokoh Penasehat ini lebih pilih menghilang ketimbang ikut jadi "batu", karena berseberangan dengan tokoh Raja-nya, ketika yang bersangkutan pilih berdamai dengan "musuh", tentunya ada sejumlah syarat dan ketentuan yang harus dijalankan.
Sabdo Palon Naya Genggong

Andai di film pada akhirnya Naga Terakhir yang bernama Sisu itu terbangun, maka nubuatan dari Dongeng Sejarah akhirnya mungkin (sudah) kejadian. Kata kuncinya coba cari di Google (lagi), tentang tanda-tanda kembalinya Tokoh Penasehat yang dimaksud. Ada salah satu tanda penting yang sangat mudah dibaca, ketika Gunung Merapi menggelegar, kemudian laharnya berbau busuk dan mengarah ke Barat Daya. (Letusan Merapi 2010)

Nah dalam film itu wilayah Kumandra jadi terpecah-pecah, tapi sudah dalam keadaan damai, oleh karena Cahaya Jahat yang menghilang sekian lama. Diceritakan di awal film Bola Naga itu kembali diperebutkan, tatkala kelima kaum bertemu kembali. Hasilnya? Tidak sengaja terpecah (lagi) fisiknya, kemudian kelima kaum mengambil pecahan tersebut, untuk menangkal Cahaya Jahat yang kembali datang. Hal itu sebagai simbol bahwa keserakahan manusia dalam "menguasai" kembali datang.

Uniknya ketika Cahaya Jahat itu kembali, waktunya sudah tidak terlampau lama. Hal itu terlihat dari tokoh utama film yang awalnya masih kanak-kanak, sudah menjadi agak dewasa. Kemudian berhasil membangunkan Naga terakhir yang telah tidur 500 tahun itu. Setelahnya bertualang hingga akhir film, sebelum sampai ke akhir film yang menceritakan Kumandra bersatu kembali.

Jadi menurut saya pribadi, penggambaran orang-orang menjadi batu, mungkin sejajar dengan menjadi "buta" dalam realitas. Karena cerita orang menjadi batu sungguhan hanya ada di dongeng Malin Kundang, sementara dalam kenyataan tidak pernah ada. Jadi dari karya seni film itulah, sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin dalam sebuah cerita.

Plus di akhir cerita film, kekuatan Bola Naga itu kembali, tapi berasal dari keyakinan orang-orangnya, yang menaruh kepercayaan satu sama lain dari perwakilan lima kaum berbeda. Hasilnya? Cahaya Jahat kembali hilang, sebagai simbol adanya persatuan orang-orangnya, tidak lagi punya niat untuk "menguasai" satu sama lain. Mereka yang menjadi batu kembali hidup, sekaligus juga dengan Naga-Naga yang pada masa lalu ikut jadi batu, ikut kembali menjadi hidup. 


Mungkin saja Naga-Naga yang beraneka warna itu sebagai simbol, untuk beragamnya keyakinan yang ada. Mereka berkorban untuk menyatukan kekuatan sebelum ikut jadi batu. Sementara Naga Terakhir Sisu yang tetap memegang teguh prinsipnya, memilih hilang setelah berhasil menghilangkan kekuatan Cahaya Jahat.

Nah jadi ada yang rancu di sini? Jadi apakah kita tidak boleh berkompromi? Meski tujuannya itu untuk kebaikan? Menurut saya boleh saja dan itu ada batasanya. Caranya? Tentu dengan tetap teguh memegang prinsip dan keyakinan kita, alias secara tindakan boleh saja kita bereaksi untuk kebaikan semua, tapi yang dari dalam jangan sampai ikut "terjual" untuk kepentingan tertentu.

Saya jadi inget pernyataan salah satu guru spiritual, ketika membagikan pandangan yang bersumber dari keyakinan yang sama. "Dari pada kita terlihat beda tapi sebetulnya sama. Lebih baik kita terlihat sama tapi aslinya berbeda."


Bukan rahasia bila imajinasi
Lebih berarti dari sekedar ilmu pasti
Dewa - Bukan Rahasia