Jumat, 22 Oktober 2021

Bulu & Tangkis


Jika melihat gambar di atas, pasti sudah tahu tema apa yang akan saya bicarakan di sini. Tentunya berhubungan dengan pengalaman saya sendiri, kemudian pastinya berbeda dengan orang lain, karena masing-masing kita punya cerita sendiri, setuju? :D

Tentang kegiatan yang terlihat biasa ini (bagi sebagian orang), mungkin bisa agak berbeda dengan saya, karena faktanya agak tidak biasa. Mengingat-ingat kembali kapan asal mula saya juga suka jadi penonton olah raga ini, serta kapan terakhir kali ikut bermain oper-operan kok di lapangan.

"Lihat nih gue, Alan beraksi" ujar saudara sepupu saya sewaktu zaman dulu. Mendengar sekilas tentang nama yang jadi favorit saudara saya itu, bermain bulutangkis di jalan umum berukuran kecil, karena termasuk dalam jalan gang pemukiman.

Kemudian saya baru tahu bahwa nama Alan Budikusuma merupakan atlet bulutangkis, sebagai salah satu andalan yang membawa bendera Indonesia di kancah dunia. Andalan lain yang "pertama kali" saya tahu, adalah pemain Joko Suprianto.

Peredaran generasi mereka berbarengan dengan tim putri, karena legenda Susi Susanti masih aktif bermain, begitu juga dengan atlet andalan lain Mia Audina. Hingga saya mulai gemar mengikuti dan jadi penonton olah raga ini, karena ternyata cukup seru juga. Tapi untuk bermain langsung masih ogah-ogahan, sekali2 saja dan sebatas oper-operan kok. Xp

Pada masa itu ada pemain ganda putra yang jadi favorit, pasangan Ricky Subadja & Rexy Mainaky, sebagai pemain dengan pukulan tradisional bermain agak ke belakang. Kemudian muncul ganda putra lain yang tidak kalah menarik, pasangan Chandra Wijaya & Sigit Budiarto, sebagai pemain dengan pukulan agresif karena berani main di depan Net (masih jadi inspirasi saya bermain di depan Net). Xp

Untuk tunggal putra generasi setelah Joko & Alan, tongkat estafet dipegang oleh Heryanto Arbi, kemudian Hendrawan, setelah itu Taufik Hidayat. Menjadi era keemasan terakhir, sebelum redup dan otomatis kurang saya ikuti lagi. 

Ada satu dua nama yang mulai naik lagi, tapi tidak segarang mereka yang aktif di pergantian abad, misalnya Sonny Dwi Kuncoro.

Biasanya mereka bergabung di pusat pelatihan yang dinamakan Pelatnas, hingga menjadi atlet yang mewakili negara, untuk mengikuti berbagai tournament bulutangkis. Kemudian untuk pemain ganda, baik putra putri dan campuran, biasanya akan ada penyegaran pemain, dengan mengganti pasangan dalam satu periode. Misalnya Chandra Wijaya & Sigit Budiarto di awal, kemudian berganti jadi Chandra Wijaya & Tony Gunawan.

Untuk sistem pertandingan juga berubah. Dari awalnya satu babak selesai dengan pencapaian angka normal (15), serta dengan sistem perpindahan bola, sebelum pemain mulai bisa mencetak angka (Sistem Lama). Menjadi sistem baru dengan pencapaian angka normal (21), serta dihapuskannya sistem perpindahan bola, karena pemain yang mencetak angka, akan langsung mengambil bola, untuk melakukan pukulan pertama. Memang lebih seru dan pertandingan bisa cepat selesai. Bahkan ada alasan konyol dari banyak komentator, tujuannya agar meminimalkan seorang pemain kalah dengan tragis, karena tidak dapat mencetak angka sama sekali di satu babak. Xp

Jadi setelah era keemasan bulutangkis yang tadi saya singgung di atas, saya jadi kurang mengikuti perkembangan lagi. Meski tahu ada pemain yang tetap jadi andalan berikutnya, tapi namanya tidak terlalu menancap seperti era keemasan. Kemudian baru belakangan inilah nama pemain bulutangkis mulai naik ke permukaan, serta punya branding yang kuat seperti dulu, seperti punya identitas yang terlahir kembali, untuk kemudian kuat menancap (lagi).

Awalnya tentu dari sektor ganda putra, karena di bagian inilah tradisi juara masih terus berlangsung hingga sekarang, alias jarang gagal seperti sektor lainnya. Duet Duo Minion yang dipopulerkan oleh Kevin & Marcus, akhirnya mulai mengembalikan antusias penggemar, termasuk saya sendiri. Imbasnya? Sektor lainnya ikut terangkat, seperti tunggal putra dan putri dan ganda putri dan campuran.

"Gile, gue gak nyangka Bang, ternyata elu bisa keringetan juga" ujar teman saya, sewaktu agak heran melihat saya, karena ikut bermain sebentar di sela jam kosong kampus.

"Yah iyalah bisa, emanknya gue robot" balas saya dengan tertawa. Karena jarangnya berolah raga, maka baru gerak sedikit saja sudah agak ngos-ngosan dan berkeringat.

Pada kesempatan itulah ingatan terakhir saya, ketika iseng-iseng ikut bermain bulutangkis, tanpa ada niat serius bermain seperti yang lain. Meminjam raket teman, serta ikut bermain oper-operan saja, berlokasi di lapangan yang tersedia sebagai fasilitas kampus.

Kemudian dari beberapa lingkaran pertemanan lain, ajakan untuk bermain bulutangkis bukan tidak pernah ada, tapi belum pernah menarik minat saya. Hingga akhirnya kemarin mungkin jadi kesempatan pertama yang diambil, bahkan raket-nya juga masih meminjam, atau berniat datang dengan tangan kosong, serta baru akan meminjam raket teman lain di TKP. :D

"Jangan ragu-ragu Ko, kalo ngarah ke si A langsung smash aja yang kenceng" ujar salah satu teman, sambil melemparkan canda kepada yang disinggung. Melihat pengembalian kok dari saya yang agak santai dan melambung. Masih agak bingung ini sekedar oper-operan atau bermain mencari angka, menggunakan aneka macam trik layaknya di pertandingan sungguhan. Xp

Hingga baru saya ketahui pula ada beberapa aturan kecil yang berlaku, seperti jika melakukan pukulan pertama, itu harus melewati batas garis tengah dari wilayah lawan. Kemudian mulai beraksi dengan pukulan-pukulan menukik, atau yang berusaha mengecoh lawan, meski sering lolos tidak kena raket. Karena masih amatiran dan baru mencoba lagi, jadi sekedar bermain santai saja, termasuk sedikit bergaya mengembalikan kok dengan tubuh terbalik membelakangi Net. :P

Jika melihat banyak kok berceceran di lapangan, saya juga ingat dengan kejadian masa kecil dan remaja. Kala itu kok (bola) -nya itu justru jadi barang mahal, asal itu ada kita semua bisa bermain, karena semuanya sudah punya raket masing-masing. Beda dengan kondisi sekarang, karena saat kita punya raket (pemukul), barulah kita bisa memainkan kok (bola) itu. Kemudian terutama yang lebih penting, ada juga pihak seberang yang akan mengembalikan kok (bola), hingga kita bermain dalam kesatuan yang sebenarnya.

Kenapa tiba-tiba saya jadi berminat ikut bermain? Tidak ada yang tahu, atau memang sebagian juga sudah tahu. Mungkin saja dalam menyambut keberhasilan para atlet kita, karena berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah Dunia. Xp

Pertama tentu tidak ada yang menduga, ternyata sektor ganda putri menjadi pemenang medali Emas di Olimpiade Tokyo kemarin, datang melalui duet Greysia Polii & Apriyani Rahayu. Sebuah kemenangan yang tidak pernah diduga, serta menjadi kejutan bagi banyak penggemar, terlebih sektor yang diunggulkan justru mengalami kegagalan.

Kedua tentu masih segar dalam ingatan kita, dengan aksi sektor putra yang bertanding secara beregu di Denmark. Mereka akhirnya memenangkan Piala Thomas, setelah 19 tahun dan terakhir juara di tahun 2002 (yang ternyata masih dalam era keemasan).

Bulu Tangkis asal katanya dari Bulu (Kok) dan Tangkis (Pukul / Kembalikan). Menangkis Bulu agar tidak terjatuh di wilayah kita, serta berusaha mencari nilai, mengarahkan bola ke wilayah lawan dengan tepat sasaran.

"In..do..ne..sia!!!"
Jeng.. jeng.. jengjengjeng...
(Anthem Kita)