Kamis, 02 Desember 2021

Tinggalin Jejak



Tinggalin Jejak? Memangnya mau ke mana?
Tidak ke mana-mana.

Saya jadi ingat dengan salah satu hobi, sudah dilakukan sejak dulu sampai kini. Bedanya keadaan sekarang dan dulu tentu sangat berbeda, karena adanya kemajuan teknologi. Apa hubungannya? Karena salah satunya berupa alat pendukung, digunakan di dunia maya atau internet ini. Bentuknya berupa aplikasi yang tersedia dan bisa kita akses di mana saja, melalui perangkat yang terhubung.

Jadi apaan tuh hobinya? Tidak lain dan tidak bukan adalah membaca Peta, sebagai denah atau gambaran satu lokasi dari sebuah tempat, sesuai dengan gambar di atas. Ruang lingkupnya bisa negara, pulau, kota, bahkan kawasan dalam ukuran luas tertentu. Misalnya jika kita berkunjung ke satu taman wisata, biasanya di sana juga tersedia "Peta" atau Denah. Kemudian ada keterangan khusus bahwa kita sedang berada di bagian yang mana, biasanya ada tanda panah cukup jelas digambarkan.

Awal mula saya gemar membaca peta, tentunya karena ingin mengetahui semua titik lokasi di satu daerah. Di mana tuh? Di mana lagi kalau bukan di kota sendiri, sebagai tanah kelahiran di ibu kota Jakarta. Bahkan saat baru mulai jalan agak jauh sedikit saja, ketika itu mendatangi daerah Kelapa Gading, itu seperti sedang mengunjungi dunia lain, karena memang daya jelajah saya kala remaja masih sangat terbatas. Xp

Hingga akhirnya karena sudah memantau berkali-kali, lambat laun jadi biasa karena sudah terbiasa. Tapi memang ada beberapa wilayah yang masih jauh dari jangkauan, misalnya daerah Taman Mini dan sisi timur bagian selatan dari daerah Jakarta. Sementara untuk sisi barat semakin sering dilewati, meski kala itu masih sebatas berputar-putar di dalamnya saja. 

Peta digital akhirnya datang melalui Google Maps, tapi kala itu masih cukup terbatas. Jalan yang tersedia dan tergambar juga masih sedikit. Hanya di kota besar saja dan cukup jauh berbeda dengan negeri tetangga yang punya banyak jalan akses. Belum ada fasilitas lengkap seperti sekarang, tapi dengan adanya peta digital, hampir seluruh wilayah jadi terjangkau hanya dengan sekali klik. Tentunya sangat berbeda dengan peta manual yang dicetak di atas kertas.

Layanan lain yang muncul adalah Google Earth, kala itu bentuknya masih aplikasi atau software yang perlu di-install, belum tersedia secara website. Sebuah penemuan yang sangat bermanfaat, karena melalui aplikasi ini kita juga dapat melihat visual dari arah atas. Peta yang tersaji bukan lagi peta buta, melainkan ada gambaran situasi dan kondisi di sana, meski dengan resolusi gambar yang cukup terbatas kala itu. Saya juga beberapa kali memanfaatkan layanan itu, untuk melabeli titik tertentu, sebagai daerah yang pernah atau akan saya jelajahi. Xp

Kemudian peningkatan selanjutnya saat akan mulai berwisata ke luar daerah. Kala itu pertama kalinya berwisata ke Bali secara mandiri, hingga memanfaatkan dengan benar teknologi peta yang tersedia. Tapi karena masih agak sulit diakses, maka saya mengakalinya dengan dicetak langsung di atas kertas. Kenapa bisa begitu? Karena kala itu teknologi GPS masih terbatas, belum tersedia pula aplikasi yang bisa digunakan secara langsung. Kemudian ada pula versi Google Earth yang sudah saya tandai TKP yang akan dikunjungi. :D

Jika membuka Peta Google Maps dari browser internet, maka yang tersaji hanya berupa sketsa jalan biasa saja, belum ada penambahan fasilitas dan fitur seperti sekarang. Hinga memanfaatkan akses peta dari internet komputer tersebut, mencetak beberapa bagian dari jalur Kuta menuju Bedugul, karena akan menggunakan motor sewaan selama di sana. :D

Selanjutnya dengan jarak yang berdekatan, ada lagi jadwal untuk berwisata ke Dieng dan Jogja. Metode serupa juga digunakan dengan mencetak peta di beberapa bagian, karena ingin menguasai medan yang akan dijelajahi. Bahkan pada perjalanan itu, untuk pertama kalinya saya meninggalkan jejak digital, melalui aplikasi Foursquare, karena kita bisa check-in atau meninggalkan titik keberadaan kita di suatu tempat.

Menjadi satu kegandrungan baru, karena bisa "eksis" melalui jarak yang ditempuh dalam satu waktu. Bahkan keseruan itu ingin saya lanjutkan, ketika ada wisata ke luar negeri, menuju tiga negara tetangga. Tapi sayangnya aplikasi itu hanya bisa menggunakan sinyal lokal, dalam artian harus menggunakan layanan internet dari penyedia jasa di sana. Sementara untuk sinyal Wi-Fi yang tersedia, belum bisa untuk melakukan update tentang titik keberadaan kita di sana.

Tapi metode mencetak peta di atas kertas masih tetap saya lakukan, karena memang belum adanya aplikasi peta di telepon genggam kala itu. Masih tetap ingin punya orientasi medan, agar lebih afdol dan tidak ingin membuang banyak waktu, andai tersasar atau keluar dari jalur yang sudah direncanakan. 

Bahkan hingga dua tahun berselang, sinyal Wi-Fi independen masih belum bisa menjangkau, untuk kita melakukan update titik lokasi melalui aplikasi Foursquare. Kemungkinan masih harus menggunakan sinyal internet dari operator lokal, atau kita harus mengaktifkan layanan roaming internasional yang bekerja sama dengan nomor selular yang kita gunakan. Hal itu terjadi (lagi), ketika berkunjung kembali ke negara tetangga, serta melakukan perjalanan ziarah ke daerah Timur Tengah sana, meski banyak sinyal Wi-Fi gratisan bisa diakses, tapi untuk lokasi tidak berubah sejak keberangkatan dari Jakarta.

Sementara untuk perjalanan di dalam negeri, saya selalu check-in jika sedang berwisata ke tempat baru, sebagai satu keseruan yang sayang jika dilewatkan. Karena serunya masing-masing dari kita tentu bisa berbeda, tapi untuk hal ini (meninggalkan jejak) masih tetap pada jalur hobi yang berlaku untuk saya sendiri. Xp

Selain Foursquare, kala itu terdapat aplikasi lain yang punya layanan serupa bernama Path, tapi saat ini sudah bubar. Kebetulan layanan lain itu tidak menarik minat saya sebagai pengguna, karena andai sudah punya satu pegangan, untuk apa mencari pegangan lain, meski tujuannya sebagai alternatif dan cadangan. :D

Foursquare sendiri akhirnya mengembangkan layanan mereka, karena mulai fokus pada tempat-tempat di satu lokasi, atau TKP sebagai tempat banyak penggunanya melakukan check-in. Sementara untuk kegiatan meninggalkan jejaknya sendiri, mulai dialihkan kepada aplikasi lain yang juga dikembangkan, bernama Swarm.

Google Earth sendiri tentu semakin berkembang dan punya resolusi gambar yang semakin baik dan tajam. Bahkan semakin lengkap dengan informasi yang tersedia di sana, serta tingkat medan yang lebih rinci ketimbang sebelumnya. Menjangkau hingga ke belahan dunia yang tidak pernah dibayangkan, alias satu dunia sudah "terjangkau" hingga ke kedua kutub. :O

Kemudian teknologi Peta mulai semakin maju dan mudah dijangkau. Google Maps mulai tersedia dalam aplikasi, serta teknologi GPS yang selalu memperbaharui lokasi kita.  Tampilan awalnya masih berupa peta buta, karena hanya menampilkan sketsa dan garis saja, seperti peta pada umumnya. Kemudian pengembangan lebih lanjut, akhirnya mulai ada tampilan satelit ala Google Earth, karena peta yang tersaji mulai ada penampakan nyata, layaknya mengambil foto dari atas satelit.

Selentingan kita bisa jalan-jalan melalui internet semakin nyata terjadi, ketika layanan Google Street View mulai eksis, karena kita bisa melihat visual atau foto di sisi jalan yang tergambar. Istilah kekiniannya, kita bisa virtual tour. Kesemuanya itu mulai bisa diakses dalam satu genggaman aplikasi.


Kemudian setelah sekian lama tidak melancong ke luar negeri, saat mampir (lagi) ke negeri tetangga dua tahun lalu, ternyata saya sudah bisa melakukan check-in di sana. Keberadaan kita sudah ter-update dengan baik. Jadinya sinyal GPS sudah dapat dijangkau, melalui sinyal Wi-Fi yang tersedia secara gratisan, tidak lagi hanya melalui sinyal internet dari jalur selular saja.


Keseruan bermain-main dengan aplikasi peta ini semakin lengkap. Ternyata jejak kita bisa tergambar dalam garis, sebagai jalur yang telah kita tempuh. Daya jangkaunya juga tergantung dengan seberapa aktif kita di sana, atau berpengaruh dari pengaturan internet di telepon genggam kita, apakah selalu aktif, atau beberapa waktu sekali ada pembaharuan, atau hanya ada update saat kita mengaktifkan telepon genggam tersebut.

Fasilitas ini (garis jalur) justru sudah lebih dulu dimanfaatkan oleh beberapa pihak, misalnya transportasi online dan sejenisnya. Jalur yang dilalui akan tergambar dalam peta, hingga jarak tempuhnya juga tersaji secara akurat, sebagai perhitungan jumlah biaya sebagai tarif akhir ke penumpang.

Hobi meninggalkan jejak cukup menarik (bagi saya), karena dengan adanya jejak, maka sebagai tanda bahwa kita pernah ada di sana, setuju? Ingat saja kata pepatah, Harimau mati meninggalkan belang, Gajah mati meninggalkan gading, Manusia mati meninggalkan nama. Tapi itu jika bicara tentang sisa-sisa fisiknya saja, bagian dari identitas kita sebagai mahkluk hidup. Terutama manusia yang punya nama berlainan satu sama lain, berbeda dengan mahkluk ciptaan lain.

Jadi apa tuh yang bukan sisa-sisanya saja? Tentu jejak yang kita tinggalkan selama hidup. Misalnya untuk kita sebagai manusia, apa sudah kita buat? Tentu apa yang kita lakukan selama hidup. Tidak usah muluk-muluk meninggalkan sesuatu yang spektakuler, atau dikenal oleh seluruh dunia, karena pada dasarnya posisi itu hanya didapat segelintir orang saja, berkaca dari fenomena gunung es. 

Jadi bagaimana dengan yang bagian besarnya? Tentu yah kita semua ini, yang banyak dianggap biasa-biasa saja, kenapa? Karena kita semua pastinya melakukan rutinitas yang biasa-biasa itu, setuju? Apa yang kita jalankan itu tetap (lebih) penting, terlebih jika dilakukan dengan riang gembira, hasilnya? Bisa pula berpengaruh dengan pihak-pihak yang dikenal di sekeliling kita, sebuah pengalaman yang sedang kita kerjakan dan akan kita tinggalkan. :))

Pastinya apa yang kita tinggalkan sebagai jejak itu bisa bermacam-macam. Entah itu kegiatan kita, membuat sesuatu yang berkesan, melakukan hal-hal yang membuat kita puas. Bisa di dalam lingkaran pertemanan yang kita kenal, atau untuk diri kita sendiri. Bahkan sesederhana menikmati makanan yang jadi kesukaaan kita, setuju? Khusus untuk tulisan ini, jejaknya adalah tentang titik lokasi yang pernah saya jelajahi. :P

Jadi sebetulnya ada kata yang lebih tepat menggambarkan, tentang jejak sebagai sesuatu yang kita tinggalkan, apa tuh? Jawabannya adalah cerita, karena pastinya setiap dari kita akan punya cerita masing-masing. Bahkan jika berhubungan dengan pepatah tadi, Harimau dan Gajah juga bisa meninggalkan cerita, tentunya saat mereka masih hidup, serta biasanya ada interaksi dekat dengan manusia, karena yang bisa menyampaikan cerita itu hanya kita, sebagai ciptaan yang paling tinggi derajatnya. Jadi hal itu juga berlaku juga pada kita sebagai manusia, kita juga bisa punya banyak cerita, ketika mengisi hidup dan menjalaninya, apalagi jika dibarengi dengan sukacita. :))

Kemudian apakah yang namanya jejak harus selalu kita umumkan? Misal melalui berbagai jalur yang tersedia, media sosial dsb. Jawabannya tidak selalu harus kita "pamerkan" kepada sekeliling, karena bisa pula jejak itu tetap kita tinggalkan, serta hanya kita saja yang menikmatinya, sesekali tidak masalah untuk diekspresikan. Xp

Sebaliknya bagaimana andai setiap jejak selalu diekspresikan? Yah itu kembali lagi pada orang tersebut. Pastinya itu hak mereka dan kita punya cara masing-masing merayakan kegembiraan. Ada kalanya kenikmatan meninggalkan jejak itu lebih penting, ketimbang mengambil sedikit jejak untuk diekspresikan kepada sekeliling, setuju?

Justru karena sudah ke mana saja, itu yang mau ditinggalkan jejaknya.
Xp