Minggu, 16 Januari 2022

Rekor Kecil (Selular)


Saya pernah bercerita tentang dunia gadget di sini. Isinya mendongeng tentang perangkat telepon genggam yang pernah saya miliki. Alias sengaja ingin mengangkat jenis apa saja alat yang digunakan, untuk mengakses dunia luar dan komunikasi dalam genggaman. Apakah tahu bicara tentang apa? Yah intip saja kalau begitu. :P

Kemudian belum lama ini saya juga bercerita mengenai dunia selular di sini. Isinya kurang lebih juga serupa dengan yang di alinea pertama di atas. Bedanya jika sebelumnya berbicara mengenai perangkat telepon genggam, maka dunia selular lebih berbicara mengenai akses sinyal yang digunakan, untuk kita bisa terhubung dengan dunia luar.

Untuk cerita kali ini keduanya akan diangkat secara bersamaan. Kenapa bisa begitu? Yah bisa saja dibuat begitu, karena memang penulisnya ingin bercerita tentang itu. Mungkin juga karena ada sesuatu yang lain, pastinya saling berhubungan untuk mengangkat sebuah tema khusus yang layak untuk didongengkan, pastinya lebih berhubungan dengan pengalaman pribadi. :))

Pada zaman tahun 2022 yang berjalan ini, pastinya antara handphone dan sinyal selular sudah jadi hal yang sangat biasa. Siapa saja dapat dengan mudah menggunakan fasilitas teknologi ini, karena perangkat juga sudah murah meriah, tidak semahal satu dekade lalu. Tapi pastinya harga memang tidak bisa bohong, semakin tinggi harganya, pasti keunggulan dalam telepon genggam dapat kita nikmati, setuju?

Banyak tipe-tipe yang beredar, dikeluarkan oleh beberapa label terkemuka, hingga pilihan bagi konsumen semakin lengkap. Kemudian bisa juga berlaku sebaliknya, misalnya beberapa label terkemuka pilih bertahan atau mundur dari persaingan. Mundur di sini bisa mengurangi jumlah produk baru yang beredar, atau mundur dari satu wilayah pemasaran. Misalnya untuk pasar domestik kita, ada beberapa label yang memilih hengkang (misalnya = Lenovo), tidak lagi memasarkan lini produk smartphone-nya di pasar Indonesia.

Hal yang sama juga berlaku untuk layanan selular, karena konon biaya untuk menjalankan sebuah operator sangat tinggi, terlebih jika menjangkau seluruh daerah. Praktis hanya pemain besar saja yang bertahan, karena punya modal besar, untuk ekspansi melebarkan daya jangkau. Bahkan belakangan semakin marak penggabungan layanan ke operator yang lebih besar, misalnya Axis yang gabung ke XL, atau yang terbaru itu Indosat dan Three bergabung jadi satu atap yang sama.

Untuk cerita kali ini, kita mulai dari rekor kecil yang sempat pecah pertama kali. Apa itu? Maksudnya perangkat telepon genggam yang paling lama digunakan, jika diukur dari lamanya pemakaian. Dari beberapa jenis yang sempat dibahas, maka jenis full touchscreen adalah yang paling termuktahir, alias yang masih eksis hingga sekarang.

Satu perangkat yang paling lama digunakan adalah Asus Zenfone C, sebagai pilihan yang paling masuk dengan kriteria, ketika pertama kali menjajal jenis telepon genggam full touchscreen. Alasan pemilihan tipe itu juga unik, karena punya tenaga baterai paling besar di antara tipe lainnya kala itu. 

Pemakaian pertama itu bertahan selama dua musim, atau sekitar hampir dua tahunan. Alasannya kala itu ada keinginan untuk upgrade, menggunakan perangkat yang mendukung sinyal 4G, untuk bisa menikmati kuota yang tersedia di jalur sinyal tersebut. Jadi penggantiannya lebih ke arah fungsional, karena perangkat pertama itu hanya mendukung sinyal 3G saja maksimal.

Selama beberapa musim berikutnya, tangan dan mata seperti gatal untuk melirik beberapa tipe lain. Imbasnya terjadi juga dalam penggunaan, karena dengan berbagai alasan rata-rata pemakaian berikutnya hanya satu musim saja. Bahkan hingga tulisan tentang dunia gadget tadi diangkat, kala itu tangan baru saja menjemput label dan tipe paling anyar.

Satu perangkat yang dijemput itu berhasil memecahkan satu rekor kecil, berupa perangkat yang paling mahal secara nominal harga. Kemudian kedatangannya juga memecahkan rekor lain, karena jadi telepon genggam dengan tenaga baterai tertinggi. Mungkin saja pilihan tenaga itu cukup penting menjadi perhatian, tentunya setiap orang punya perhatian yang berbeda-beda, tergantung dari minat yang bersangkutan.

Pada akhir tulisan itu ada sebuah tantangan khusus, apakah telepon genggam itu bisa memecahkan rekor? Dalam arti paling lama digunakan. Secara berimbang diadu dengan jenis full touchscreen yang serupa, karena jika beda jenis akan berbeda pula ceritanya. Plus sebagai cara untuk menjinakkan mata dan tangan, agar lebih betah dengan yang sudah ada, tidak lagi melirik tipe lain sebelum waktunya. Xp

Kemudian ada tantangan lain yang juga diangkat, karena kebiasaan menggunakan dua telepon genggam ingin dipangkas, menjadi satu saja (satu untuk semua). Tapi sepertinya untuk rencana ini juga menemui hambatan, kenapa? Jawabannya masih ada celah yang membuat kurang puas dalam penggunaan. 

Menggunakan dua sinyal dalam satu telepon genggam tidak bertahan lama, karena penggunaan tenaga lebih agak boros. Mungkin sudah menjadi kebiasaan, bahwa telepon yang digunakan lebih ke arah irit, hingga tidak perlu setiap hari mengisi daya baterai. Kala itu penggunaan teknologi masih bercabang, nomor utama sebagai identitas komunikasi, sedangkan nomor kedua jadi andalan untuk sinyal internet.

Hingga akhirnya untuk mendapatkan sisi praktis yang sesuai, nomor utama mendapat kenaikan pangkat yang cukup signifikan. Selain sebagai identitas untuk komunikasi, sinyal internet juga didapat dari nomor yang sama. Awalnya jadi agak kikuk, karena terbiasa menggunakan dua telepon genggam dengan fungsi yang sama penting. Tapi belakangan jadi biasa karena terbiasa, satu telepon genggam utama terasa sudah cukup (satu untuk semua).

Menggunakan nomor utama untuk berinternet ikut menegaskan, bahwa sesungguhnya saya juga tidak terlalu boros kuota. Kegiatan selancar di dunia maya hanya untuk seperlunya saja, atau memang sekadar untuk sarana terhubung dengan dunia luar. Pemakaian sinyal dari nomor selular baru benar-bernar terpakai kala di luar, sementara di dalam sudah tersedia sinyal W-Fi yang gratis dan kencang. Jadinya sisa kuota yang tersedia bisa terakumulasi di bulan berikutnya. Xp

Meski untuk kegiatan komunikasi dan internet sudah dilakukan dalam satu layar, nyatanya kebiasaan menggunakan dua telepon genggam masih belum bisa hilang. Niat berikutnya hanya sekadar punya saja, serta sebagai cadangan untuk komunikasi, meski fungsi internet juga tersedia. 

Sebagai pemain cadangan, handphone Asus Zenfone Max Pro M1 juga tergusur kemudian, bertugas di tangan lain. Gantinya adalah saudara si perangkat utama, punya label yang sama, serta menggunakan perangkat lunak (software) yang identik pula. Hanya berbeda teknologi perangkat kerasnya saja, berupa chip prossesor, tipe dan jenis layar, berikut perbedaan kecil dari segi model.  

Pengganti pemain cadangan adalah Samsung Galaxy M11, dengan spesifikasi yang cukup standart, menggunakan layanan teknologi kelas menengah yang sebenarnya. Keduanya menjadi genggaman yang cukup mumpuni, hingga lirikan terhadap label dan tipe-tipe baru yang selalu beredar mulai berkurang.

Kehadiran dua perangkat dengan tipe terbaru itu agaknya sudah mulai "cukup". Berteman dengan keduanya sebagai jendela dan pintu untuk akses ke dunia luar, baik secara komunikasi atau internet. Ingin kembali jadi pengguna yang awet, seperti pada tipe jenis handphone pada generasi sebelumnya, seperti jenis QWERTY atau Numeric. Kala itu bisa cukup lama bertahan, meski salah satu alasan klasik yang kuat adalah karena masalah dana. Xp

Hukum ekonomi ketika ada dana cukup tersedia, maka pilihan untuk membeli barang & jasa akan semakin leluasa, ttentunya disesuaikan dengan minat masing-masing. Salah satunya perhatian terhadap perkembangan dunia gadget, meski sesungguhnya untuk zaman sekarang justru semakin seragam, oleh karena menggunakan sistem operasi yang sama. Gonta-ganti pegangan gadget, menjajal beberapa tipe yang lebih baru, pastinya ada kepuasan tersendiri.

Mengganti gadget dengan yang lebih baru tentunya tidak dilarang, asal dananya tersedia kita bisa beli dan jemput perangkat itu untuk dikirim atau dibawa pulang. Jika diukur secara fungsional, penggantian itu idealnya karena perangkat yang kita gunakan mengalami kerusakan, istilahnya sudah waktunya LEMBIRU, alias lempar beli baru. Xp

Jika alasan klasik penggantian gadget karena mengalami kerusakan. Maka ada alasan modern yang paling banyak dominan untuk zaman sekarang. Ingin mengganti yang baru karena lebih up to date, mengikuti perkembangan zaman, atau sekadar untuk lifestyle, semuanya itu tentu tidak masalah dan tidak ada larangan. Justru alasan itulah yang memang sengaja dikampanyekan para produsen gadget, tentu agar produknya laku keras. :P

Tapi untuk fungsional memang tetap melekat dalam pembelian pribadi, khususnya untuk gadget utama M30s, karena punya tenaga baterai paling besar di antara tipe sejenis. Sementara untuk gadget cadangan, mungkin alasan model masih berpengaruh, karena ingin menjajal juga model punch hole atau tompel yang ada di M11.

Kemudian selanjutnya tidak ada lagi hal-hal yang dilirik, karena memang dari segi fitur sudah mentok, tidak terlalu ada yang baru lagi. Jadi mungkin ada kebanggaan tersendiri, andai kita justru tidak (lagi) ikut terseret perkembangan zaman, meski sebetulnya bisa-bisa saja untuk melampaui zaman tersebut. 

Pada akhirnya rekor kecil itu terpecahkan sekarang, cukup menarik untuk melekatkan Samsung Galaxy M30S sebagai perangkat yang cukup awet dan bertahan lama, melewati periode "penting" dua tahunan. Sebagai pemain utama nyaris tidak tergantikan, oleh karena fitur yang tersedia juga sudah cukup buat puas.

Rekor harga udah pecah dua tahun yang lalu.
Rekor waktu juga udah pecah juga sekarang.
Jadi rekor apa lagi sekarang? 
Xp