Rabu, 25 Mei 2022

Minat Wisata


Minat Wisata? Apaan tuh?
Sederhananya apa yang kita inginkan ketika berwisata.

Nah kali ini saya akan mendongeng tentang berwisata. Cerita yang hampir mirip itu sudah pernah diangkat atau disinggung sebelumnya, tentang kegandrungan dan kecenderungan saya memilih tujuan wisata. Untuk kali ini sepertinya menarik juga untuk dikupas, bersamaan dengan datangnya pengalaman lain, serta adanya fenomena baru.

Biasanya incaran pertama saya itu adalah wisata alam, sebuah keadaan alami yang terbentuk dengan sendirinya. Kedua baru wisata sejarah yang punya peninggalan dalam bentuk fisik, idealnya berupa bangunan utuh atau hanya sisa-sisanya saja, dengan berbagai macam bentuk yang disesuaikan dengan minat masing-masing.

Nah tentang minat ini yang ingin dibahas secara khusus. Misalnya untuk wisata sejarah tadi, tidak semua tujuan favorit orang akan serupa satu sama lain. Pastinya setiap orang punya kegemaran masing-masing ingin ke mana. Misalnya saya lebih suka ke daerah tertentu, sementara yang lain lebih suka ke daerah sana, hingga sifatnya itu tetap relatif, tergantung dan akan kembali lagi pada masing-masing.

Daerah yang jadi contoh bahasan kali ini adalah Bali, karena tempat ini merupakan sebuah titik populer. Konon menjadi miniaturnya kerajaan dan budaya dari masa lampau. Di sana berbagai macam wisata tersedia, hingga cocok disebut sebagai pulau surgawi. Punya julukan pulau Dewata, artinya dewa yang kedudukannya lebih tinggi dari dewa utama. Terdengar familiar di telinga bukan? Masih relevan dengan zaman sekarang, ketika pamor Bali bisa mengalahkan Indonesia sebagai induknya. :P

Tapi kemajuan industri pariwisatanya juga punya efek samping lain, karena adanya beberapa titik yang menjadi hak eksklusif pihak investor. Misalnya saja beberapa pantai yang tepiannya dikuasai pihak hotel, karena warga umum yang melintas di sekitarnya agak dibatasi. Termasuk juga pantai khusus yang hanya bisa diakses tamu, hingga warga umum tidak bisa masuk, contohnya pantai Karma Kandara.

"Gue ke pantai situ masuknya via resto Bluepoint, bayar sekian sekian sekian" ujar teman saya, ketika mengunjugi satu pantai yang cukup populer. Menyangka bahwa pantai yang dimaksud itu berbayar, hingga hanya tamu saja yang bisa ke sana.

"Gue ke situ gratis, cuma bayar parkir aja. Langsung masuk dari parkiran di sebelahnya, di situ ada tangga turun langsung ke pantai" jawab saya, mengetahui trik untuk menikmati tempat wisata yang memang terbuka untuk umum. Alias hanya beli yang diperlukan saja, sesuai minat masing-masing. Xp

Bluepoint adalah sebuah resto dan villa hotel, sudah cukup eksis lama dan lokasinya berdekatan dengan pantainya bernama Suluban. Pantainya sendiri cukup sempit, karena posisinya ada di celah tebing, hingga punya keunikan yang tidak dimiliki pantai lain. Bahkan terakhir kali ke sana, nama Suluban lebih ditonjolkan sebagai identitas pantai tersebut.

Saya juga jadi ingat dengan pengalaman pertama ke Bali secara independen. Pada waktu saya sedang gandrung jalan-jalan satu dekade yang lalu. Tempat-tempat club ini sudah cukup banyak, tapi beroperasi pada malam hari. Misalnya saja Sky Garden di jalan Legian dan lain sebagainya. 

"Ternyata geng teman gue yang kemaren itu agak kurang pas. Masa udah mau siap2 keluar malem, ke mana keg gitu nyantai-nyantai, eh mereka pada ogah dan milih tidur" ujar seorang teman yang lain dengan nada menggerutu.

"Wah justru temen lu itu mirip2 sama gue style-nya" timpal saya dengan terbahak. 

Satu jenis wisata yang masih belum sukses menembus minat saya, karena jenis yang lain mulai berhasil seperti kuliner. Hingga kembali lagi bahwa minat masing-masing orang itu berbeda-beda, tentang apa yang dapat menyenangkannya, termasuk kegiatan berwisata yang dilakukan turis, sebagai salah satu devisa terbesar di dunia. 

Kemudian untuk wisata nongkrong ini, ada juga yang melakukan inovasi, club yang dipadukan dengan tempat wisata, hingga sudah dapat beroperasi sejak pagi. Tempat pertama yang terkenal pertama kali itu bernama Potato Head, berlokasi di kawasan Seminyak dan berada di tepi pantainya langsung. 

Perjalanan terakhir saya ke Bali sana, tentu ada sebuah dokumentasi untuk kenang-kenangan, apalagi jika baru pertama kalinya mengunjungi satu tempat. Kebetulan daerah utama yang dituju itu daerah paling timur, yaitu Karangasem dengan Lempuyang sebagai andalan objek wisatanya, ceritanya sudah dituliskan di sini.

"Wah harusnya lu ke Omnia juga Ko, sayang banget udah ke Bali tidak mampir ke situ" ujar salah seorang kenalan.

Dari komentarnya saja sudah sangat jelas apa yang diminati, tentang sebuah tempat terkenal hingga dikunjungi banyak orang. Kemudian jenis wisata "nongkrong" ini mulai banyak ekspansi, semakin menjamur di segala sudut Bali, tipikalnya adalah menyediakan ruang bersantai bagi pengunjung, diiringi alunan musik seperti di club-club. Fasilitas terbarunya itu menyediakan kolam renang, hingga sekalian bisa bermain air dengan pakaian khusus.

Ketika saya ke Bali empat tahun lalu, tempat wisata nongkrong ini semakin menjamur. Salah satunya bernama Omnia yang disinggung kenalan saya itu. Lokasinya berada di sekitar Uluwatu. Di sana tersedia kolam renang yang menghadap laut, posisinya sendiri berada di atas tebing yang cukup tinggi.

Mendirikan sebuah club yang berdekatan dengan lokasi wisata, ternyata mulai banyak bermunculan sekarang. Bahkan di setiap zona wisata pasti ada tempat komersial yang dimanfaatkan, tentunya dengan menjual pemandangan wisata alam yang berdekatan. Misalnya di Kintamani ada Montana Del Cafe, atau di Tegenungan ada Omma Dayclub, atau ada tempat-tempat lainnya yang semakin bertambah.

Untuk wilayah Kuta sendiri, setelah satu dekade lalu pamornya bergeser ke Seminyak, kemudian sekarang bergeser lagi ke wilayah Canggu. Alasannya mulai banyak club-club yang menjamur, baik malam atau siang yang punya julukan beach-club atau day-club. Mungkin saja pergeseran ini tentu lebih mengincar lahan kosong, untuk dibuka dan dibangun, hingga mendatangkan keramaian di sana, setuju?

Saya juga ingat waktu dulu Canggu itu hanya tempat wisata biasa, pantai favoritnya peselancar bermain ombak. Dari suasana pantai tidak ada yang terlalu unik, posisinya masih satu garis dengan Kuta dan Seminyak di selatan, serta semakin ke barat akan berujung di pesisir Tanah Lot, tapi kini dikenal sebagai titik berdirinya banyak club baru. Xp

Fenomena itu tentu ada sebab ada akibat, karena kembali lagi pada minat wisata masing-masing. Selama ada permintaan di sana ada penawaran, hukum supply dan demand, termasuk juga untuk wisata nongkrong yang semakin banyak, khususnya di Bali sana. Perkembangan zaman tentu akan terus berjalan, termasuk industri pariwisata yang jadi salah satu andalan negeri kita, meski dari segi jumlah (konon) masih kalah jauh dibanding negeri tetangga.

Untuk contoh Bali yang perjalanan terakhirnya sudah dituliskan. Serta tentang perubahan minat dan style perjalanan juga sudah dituliskan lebih dulu di sini, tentang adanya minat kuliner dan berleha-leha untuk berwisata santai.

Apa yang kita inginkan ketika berwisata?
Bebas dan sesuai dengan selera masing-masing.
B)