Jumat, 30 Oktober 2020

eksplore Bali Lempuyang



Setelah sekian lama dengan jarak enam tahunan, akhirnya saya mengunjungi Bali lagi dua tahun lalu (2018). Cerita ringkasnya sudah diangkat di sini, bedanya di tulisan itu saya hanya fokus pada keunikan saja, tentang style perjalanan yang sebetulnya berlaku umum, tapi mulai saya jalankan pula pada kesempatan tersebut.

Kali ini saya akan menuliskan pengalaman lengkapnya, dalam bentuk catatan perjalanan. Sebuah pengalaman yang bukan hal baru, tapi untuk beberapa bagian termasuk baru bagi saya sendiri. :D

Cerita dimulai saat saya sampai pada jelang tengah malam di bandara. Tujuan awalnya ingin menjajal dan bermalam di bandara tersebut, dengan maksud sebagai perbandingan. Kenapa?  Karena ada sebuah rencana di tahun berikutnya (2019), untuk bermalam di kawasan sejenis. Tentang menginap di tiga bandara negeri tetangga, pada trip ASEAN tersebut pembukanya sudah ditulis di sini.

Saya bertahan di terminal domestik hingga subuh, suasana di sana cenderung sepi, hanya beberapa orang saja yang ikut bermalam di sana. Kemudian baru bergerak ke terminal mancanegara ketika jam subuh. Ternyata suasana di sana lebih agak ramai, serta lebih banyak tempat untuk sekadar meluruskan kaki. :P

Saya sudah janjian dengan pemilik rental motor di pukul 7 pagi, bertemu di tempat parkir kendaraan roda dua. Posisinya itu jauh di depan gedung terminal mancanegara, karena melewati pula gedung parkir kendaraan roda empat, sebelum menyeberang lagi ke utara, berbatasan langsung dengan jalan Dewi Sartika, sebagai jalan raya umum terdekat. 

Tujuan pertama saya adalah langsung menuju Lempuyang, karena rencananya akan bermalam di daerah sana hari pertama. Tapi sebelum lanjut, saya sempatkan pula ke pantai Kuta sebentar, untuk sekadar "Say Hay" dengan air laut. :P

Jalur yang saya ambil adalah melewati jalan By Pass Ngurai Rai, bergerak ke arah timur hingga ke Sanur. Kemudian berbelok ke arah utara, hingga bertemu pertigaan jalan besar. Jika ke arah utara maka akan mengarah ke Sukawati atau Ubud. Kemudian lanjut jalan ke arah timur, nama jalan berubah menjadi Ida Bagus. Jalan besar dan lebar itu terus saya telusuri cukup panjang, hingga sampai di Klungkung.

Kondisi jalan selepas Klungkung berubah, mulai menyempit jadi dua jalur saja ketika akan memasuki daerah Karangasem. Saya sempat pula santap siang di kedai ayam goreng lokal di sana. Hingga lanjut dan bertemu tugu selamat datang kabupaten, sempat juga berhenti sebentar untuk mengambil video di sana.  Melewati pelabuhan Padang Bai, kemudian sempat pula mampir di daerah Candidasa, untuk tujuan pertama wisata dengan rehat sejanak di sana. 

Kemudian lanjut lagi dan kondisi jalan agak naik bukit sedikit, sebelum sampai di lokasi Taman Ujung, dengan kota terdekatnya bernama Amlapura. Menjadi tujuan kedua saya di sana, berwisata dengan kondisi terik panas di siang hari. Jalan-jalan dan mengambil pula dokumentasi untuk kenang-kenangan.

Selepas itu baru menuju kotanya yang tidak terlalu besar, serta menuju lokasi Tirta Gangga untuk mencari penginapan di sana. Beristirahat sejenak di dalam kamar, kemudian selepas siang langsung keluar untuk menuju kawasan Amed, karena lokasinya sudah tidak jauh dari sana.

Menyusuri jalan menuju pesisir di utara, hingga tahu situasi dan kondisi di daerah tersebut. Saya jalan dan berhenti hingga batas bukit yang agak menanjak, tempat berdirinya salah satu resto cafe di tikungan. Dari sana pemandangan Gunung Agung terlihat dengan jelas, dengan batas tepi pantai langsung. Menjadi tempat yang ramai kala matahari terbenam, tapi saya tidak berencana hingga petang di sana.

Kemudian saya turun dan mampir di tepian pantai di sebelah bawah. Kondisi pantai Amed adalah perairan tenang, serupa dengan kondisi Lovina dengan banyaknya kapal nelayan merapat. Menyelupkan pula kaki sebentar di sana, banyak pula warga lokal yang menawari untuk snorkeling atau diving di sekitar sana.

Menjelang sore akhirnya saya kembali ke penginapan, kemudian tinggal menyeberang untuk masuk lokasi wisata Tirta Gangga, dengan ciri khas kolam, serta adanya formasi batu-batu sebagai jalan setapak. Pada sisi yang lain ada kolam besar juga, tapi tidak terlalu menarik layaknya kolam utama. Tidak lama saya di sana, hingga keluar dan bergerak ke arah kota untuk santap sore dan beristirahat.

Esoknya pada jam subuh saya sudah keluar, untuk menuju Lempuyang sebagai salah satu tujuan utama di sana. Melaju dengan udara yang masih sejuk cenderung dingin, hingga berbelok dan jalan agak menanjak sampai ke parkiran. Bahkan sempat jalan terlalu naik, hingga beberapa warga yang melintas memberitahu, bahwa parkirannya itu di tikungan bawah. Xp

Kala itu hanya saya seorang diri saja yang baru sampai, atau memang karena di sana bukan titik berburu matahari terbit. Suasana masih gelap, kemudian baru saya ketahui Pura Lempuyang itu ada beberapa bagian sampai puncak bukit. Beruntungnya lokasi yang mulai terkenal itu posisinya paling bawah, hanya jalan kaki sebentar dari tempat parkir.

Menunggu di sana hingga langit gelap mulai agak cerah, hingga beberapa turis lain baru sampai di sana dengan pemandu. Bayangan Gunung Agung terlihat sebagai latar belakang gerbang Pura, hingga kala semakin terang juga ikut merekam suasana di sana.

"Dek, fotonya antri, tamu saya duluan" ujar salah satu pemandu, ketika melihat saya mulai ancang-ancang cari posisi,  meminta bantuan pemandu lain untuk mengambil gambar.

"Oh dia yang pertama datang di sini" jawab pemandu lain yang membantu saya, untuk mengambil foto dengan latar belakang gunung Agung.

"Lah memang kalau mau foto harus antri?!" timpal saya dengan heran, karena pagi itu turis yang datang belum sampai sepuluh orang. Masih belum tahu bahwa ada aturan main di dalam pengambilan gambar.

Hingga baru mengetahui bahwa pondokan yang berdiri di sebelah kiri, ternyata sebagai tempat antrian saat pengunjung mulai ramai. Di sana ada satu juru foto yang membantu, untuk mengambil gambar dari kamera tiap pengunjung. Posisinya agak jauh, hingga fisik gerbang pura terlihat utuh, tapi dampaknya penampakan kita (orangnya) akan kecil. Jadi saya memilih pengambilan gambar yang dekat, agar wajah kita (orangnya) terlihat jelas. Xp

Kemudian saat hari mulai terang saya kembali, kemudian mulai keluar juga dari penginapan untuk kembali ke Kuta. Bedanya rute yang dilalui akan beda dengan kedatangan, karena akan melewati beberapa objek wisata yang belum pernah dikunjungi. Jalurnya itu melewati Besakih, untuk mampir pula di Pura yang cukup terkenal tersebut.

Lokasi di sana cukup ramai dengan pemandu, serta banyaknya orang berjualan bunga. Kebetulan kala itu bersamaan dengan hari raya kepercayaan setempat, hingga banyak warga mengadakan acara di lokasi tersebut. Jalan-jalan di sana dan sepertinya biasa saja, tidak terlalu banyak yang menarik, karena buruan utama saya berupa pemandangan tidak ada pada jam tersebut.

"Wah kalau mau lihat gunung di sini yang bagus dan jelas itu sore dek. Kalau pagi ke siang cuma keliahatan bayangannya saja, lebih banyak tertutup awan" ujar penjaga lokasi wisata di sana. Sosok yang bertugas mengecek tiket pengunjung yang datang.

Terjawab sudah kenapa view yang saya inginkan tidak dapat. Meski gagal dapat pemandangan terbaik, paling tidak akhirnya saya tahu lokasi tersebut. Salah satu lokasi yang terkenal sebagai objek wisata, meski pastinya tiap-tiap orang punya kegandrungan tersendiri. Untuk saya sendiri lebih berburu pemandangan Pura Besakih dengan latar belakang Gunung Agung.

Selanjutnya tujuan saya adalah daerah Tampaksiring, jalurnya itu terus ke arah Barat melewati Bangli, serta memotong lewat jalan alternatif, hingga bisa tiba lebih cepat di sana. Ada satu tujuan yang belum saya datangi, yaitu Pura Gunung Kawi, dengan ciri khasnya berupa pahatan batu di goa-goa yang dikeruk.

Tujuan selanjutnya adalah Sangeh, sebagai lokasi khas berkumpulnya kawanan monyet. Tapi setelah memerhatikan peta, ternyata tidak ada jalan alternatif untuk memotong lebih dekat, hingga perlu memutar agak jauh ke arah selatan. Memilih jalur Tegallalang dan berhenti sebentar di sana untuk mengambil foto dan video. Kemudian melewati Ubud dan memutar di perempatan Banjargede.

Lokasi Sangeh cukup luas, tapi kala itu hanya ada beberapa wisatawan saja yang berkunjung. Menjadi lokasi kawanan monyet yang "pertama kali" saya dengar sejak dulu, tapi baru kesampaian dikunjungi kala itu. Lokasinya cukup teduh karena berdirinya pohon-pohon, sebagai atap alami tempat wisata tersebut.

Sekaligus dalam lima kunjungan, pasti ada salah satunya lokasi wisata kawanan monyet yang disinggahi. Pertama itu Alas Kedaton bersama keluarga, kedua adalah Ulutawu bersama teman (tapi tidak puas). Berlanjut sisanya adalah solo trip, ketiga di Monkey Forest Ubud, keempat balik lagi ke Uluwatu (saat itu baru puas), kemudian terakhir ini adalah Sangeh.

Setelah dari sana agenda wisata sudah selesai, hingga mulai kembali ke Kuta dan ternyata jaraknya masih lumayan jauh. Memasuki pula keramaian kota Denpasar, hingga sampai Kuta melalui jalan Imam Bonjol, tapi ternyata kala itu sedang ada pengalihan jalan, karena ada pelebaran proyek jalan di sana. Hingga sampai dan langsung mengambil penginapan dua malam di jalan Poppies.

Awalnya berencana menyeberang Nusa Lembongan atau Nusa Penida, dengan menggunakan tour sehari layaknya di Phuket sana. Tapi ternyata setelah tanya-tanya agen tour di sana, sistemnya itu masih grup pribadi, atau hanya sekadar transport menyeberang saja. Belum ada fasilitas tour grup umum, dengan ketentuan siapa saja boleh ikut selama ada kuota, mungkin karena masih kurang peminat, atau tipikal turis yang ingin melancong secara pribadi. 

Hingga balik ke rencana awal, karena ingin berleha-leha selama berwisata. Tidak lagi kejar target mengunjungi tempat wisata seperti di dua hari awal. Salah satunya adalah bermain pantai, karena baru sadar di empat kunjungan Bali sebelumnya, ternyata hanya sekadar sightseeing di pantai, tidak pernah berendam atau basah-basahan dengan air laut. Xp

Esoknya selepas subuh sudah bergerak kembali, menuju Nusa Dua untuk singgah di Waterblow, tapi kala itu ternyata sedang ada renovasi. Waktunya bersamaan dengan acara yang dilangsungkan di sana, agak lupa anatara lari massal, jalan cepat atau bersepeda, karena tiap peserta sudah membawa nomor punggung. Tujuan dialihkan ke pantai Geger, satu pantai umum yang belum dikunjungi, hingga kembali ke penginapan. 

Menjelang siang baru keluar lagi, awalnya mengincar ombak yang tinggi untuk bermain pantai. Berturut-turut dari pantai Suluban, pantai Pandawa, pantai Dreamland, dan terakhir pantai Kuta, sebelum kembali ke penginapan. Sengaja basah-basahan dan tidak langsung ganti kaos kering, karena matahari juga terik hingga mengering lebih cepat.

Hari terakhir awalnya masih ingin berleha-leha lagi sebelum keluar dari penginapan. Selepas subuh masih keluar ke pantai Kuta, serta menyaksikan bulan yang posisinya seperti matahari. Bulatan putih di tengah langit subuh, bersinar cukup terang menjelang matahari terbit dari arah berlawanan (timur), karena pantai Kuta ini menghadap ke barat.

Hingga akhirnya terbesit ide untuk mendatangi tempat baru lagi, setelah mencari lokasi wisata di internet, ketika menemukan wisata Hidden Canyon Beji Guwang. Jelang siang sudah keluar, kemudian santap siang (sarapan) terlebih dahulu. Jalurnya itu mengarah kembali ke Sanur, kemudian berbelok ke arah Sukawati.

Tapi sayang ternyata tempat wisata itu sedang ditutup, alasan penjaganya karena debit air sungai sedang tinggi. Hingga mengalihkan ke tujuan lain, kebetulan ada air terjun Tegenungan yang belum saya kunjungi. 

Sesampainya di sana pemandangan air terjun cukup bagus, dengan limpahan air yang cukup deras, tapi sudah berwarna cokelat pekat. Hal itu cukup masuk akal, karena daerah itu bukan masuk kawasan hutan lindung, di atasnya ada banyak pemukiman hingga ke hulu sungai.

Setelahnya menuju tujuan akhir selepas siang, tapi singgah dulu untuk membeli oleh-oleh di daerah Kuta, kemudian santap siang di Jimbaran. Hingga mengarah ke selatan untuk mampir di GWK, dengan ikon baru patung Garuda Wisnu yang katanya tertinggi. Tapi setelah ditelisik untuk patungnya sendiri tidak terlalu tinggi, karena posisinya memang berada di atas bangunan tinggi. Secara keseluruhan memang cukup tinggi, tapi tidak dengan ukuran asli patungnya.

Saya di GWK hingga langit berubah jadi gelap, sekaligus menonton pertunjukan tari kecak di sana. Ternyata baru diketahui lokasi wisata itu buka sampai malam, dengan penerangan yang digunakan di sekitar objek wisata tiga patung utama. Hingga keluar selepas pukul 7 malam, kembali ke Kuta dan mengulur waktu di sana.

Pukul 8 malam akhirnya saya kembali ke bandara, menuju tempat parkir kendaraan roda dua untuk mengembalikan motor. Hingga selesai perjalanan saya ke Bali yang kelima secara keseluruhan, kemudian secara pribadi yang keempat. :D