Kamis, 29 Februari 2024

Kalender Waktu (Kabisat)



Untuk cerita ini masih ada kaitannya dengan tulisan berjudul Fenomena (Keajaiban) Alam di sini. Plus ada data yang baru saya ketahui, berasal dari sumber lain dan berhubungan dengan tema yang dibahas. Secara kebetulan penayangan tulisan ini disiapkan untuk hari ini, tanggal unik yang hanya sekali dalam waktu empat tahun.

Untuk masa kini fenomena alam itu masuk dalam ilmu Geografi, Astronomi dan Antariska, serta bidang-bidang ilmu lainnya yang saling terkait. Bahkan ada kepercayaan di luar bidang keilmuannya sendiri, seperti bumi kita ini bentuknya datar, berlawanan dengan kepercayaan umum bahwa bumi kita berbentuk bola. Tapi yang pasti para ilmuan hanya mencari pembenaran dari sisi logika, bagaimana sebuah fenomena alam itu terjadi.

Logika ilmu itu pasti, bagaimana dengan Keyakinan atau Iman? Menurut saya ini lebih dari sekedar kepastian. Jika ilmu logika punya angka maksimal 100% saja, sebuah keyakinan itu punya nilai imajinasi yang melampaui logika, bisa jadi di atas angka 100% dan tanpa batas pula. Logika itu kepastian Fisika, Iman itu di atasnya Fisika yang bernama Meta-Fisika.

"Wahyu itu ilmu tingkat tinggi, seperti ramalan atau nubuatan, ini paling seru, dunia fantasi tentang masa depan. Kalau intelijen itu ilmu yang memprediksi hari esok, ini serunya gak kalah, dunia cocoklogi. Kalau jurnalisme mah itu paling belakangan, udah kejadian baru beraksi, dunia berita doank, hitungannya hari ini dan kemarin" ujar saya, kepada salah satu teman saat berdiskusi, serta membedakan metode masing-masing.

Untuk itulah kita akan mengupas sebuah data yang agak unik, artinya tidak akan sama dengan kepercayaan umum. Mirip dengan fakta yang sengaja disembunyikan, atau jika disampaikan sifatnya itu off the record dalam dunia jurnalisme. Alias tidak ada yang bertanggung jawab, atau sumber berita tidak akan mengakui, kalau informasi yang keluar itu berasal dari dirinya sendiri.

Dalam ilmu astronomi modern dikatakan, bahwa satu tahun adalah satu putaran, ketika Bumi punya gerakan revolusi mengelilingi matahari. Jumlahnya itu 365 hari, kemudian ternyata ditemukan ada beberapa angka di belakang koma, hingga tulisan ini keluar, berjudul Hitungan Waktu (Tahun Kabisat), diangkat di tahun (2012) yang lalu.

Awalnya ditetapkan 365,25 hari dalam setahun, berlaku dalam kalender Julian yang pertama, pada tahun 45 SM (Sebelum Masehi). Tokoh yang mengabadikan namanya sendiri, Julius Caesar di bulan Juli, menggantikan nama bulan aslinya yang bernama Quintilis. Kemudian pergantian nama bulan ini berlanjut di tahun 8 SM, oleh penguasa Romawi bernama Octavianus Augustus, mengganti nama bulan ke delapan dari nama Sextilis, menjadi Agustus sesuai namanya.

Nah penanggalan kalender yang pertama ini, menjumlahkan sisa 0,25 hari di tahun keempat, hingga di bulan Februari tahun kabisat ada 29 hari. Setelah diteliti ada penyimpangan kecil (tidak sampai satu jam), hal itu baru diketahui pada abad ke 15, dengan alasan penentuan hari Paskah yang kurang tepat. Ternyata satu tahun itu punya 365,24219 hari, alias bertambah ada kelebihan beberapa menit yang tidak terhitung. 

Imbasnya pembaharuan dilakukan lagi, dalam versi kalender Gregorian pada waktu itu. Dalam jangka waktu 1500 tahun lebih, ternyata ada selisih sepuluh hari. Hingga pada bulan Oktober di tahun 1528, terjadi pemotongan hari, dari tanggal empat langsung lompat ke tanggal lima belas. 

Asal mulanya ternyata dari kekeliruan penentuan hari Paskah, yang artinya sebagai hari Pencipta, ditulis oleh Musa (kitab Bilangan) pada saat bangsa Israel keluar dari Mesir. Jadi nama hari Paskah itu sudah ada dari dulu, dari zaman sebelum Yesus hidup di dunia. Kemudian tentang misi Yesus di dunia ini pastinya berkaitan juga, hingga peristiwa kebangkitanNya juga disebut sebagai Paskah.

Kemudian ada salah satu tokoh bernama Henokh, diceritakan di Alkitab sebagai keturunan Adam (generasi ketujuh), serta digambarkan naik ke langit tanpa mengalami kematian. Hampir mirip dengan tokoh Elia yang diangkat hidup-hidup ke langit. Pastinya juga kemungkinan ada pula sejarahnya, tapi memang tidak ada secara utuh arsipnya. Bisa saja hanya dari cerita turun temurun, atau dengan media lainnya, sebelum arsip berbentuk tulisan diabadikan.

Kenapa bisa begitu? Karena dari urutan waktu Alkitab, tokoh Adam, Henokh sampai ke Nuh itu terjadi sebelum bencana banjir besar, ceritanya juga sangat terbatas. Tapi uniknya Alkitab, garis waktu dari Adam hingga Abraham itu semuanya lengkap (Kejadian 11), tercatat nama keturunannya, siapa melahirkan siapa. Bahkan catatan dari Adam hingga ke Nuh (Kejadian 5), usia mereka tercatat lengkap, kapan mempunyai anak dan kapan usia hingga kematiannya. 

Kemudian dari Abraham cerita berlanjut cukup lengkap, melalui anaknya Ishak dan Yakub (Israel) cucunya yang migrasi ke tanah Mesir, ketika ada peristiwa bencana kekeringan. Semuanya berada dalam garis waktu di kitab Kejadian, dicatat oleh seorang manusia bernama Musa, melalui ilham dari Pencipta, atau mungkin juga mengetahui sejarah tidak tertulis, melalui cerita turun temurun.

Musa sendiri berasal dari salah satu dari dua belas suku, sebagai keturunan anak Yakub yang dikenal sebagai Israel. Melalui beliau inilah cerita sejarah yang lebih nyata bermula, sebagai generasi pertama yang jadi saksi hidup sejarah, sebagai penulis lima bagian (kitab) awal di buku Alkitab itu sendiri. Sejarah tertulis yang paling tua, dengan kaumnya masih eksis hingga sekarang.

Pada tulisan Fenomena Alam sebelumnya di sini, sempat disinggung di bagian akhir, tentang tokoh Musa yang jadi saksi sejarah lain. Mereka dapat keluar dari Mesir, setelah melalui beberapa rangkaian keajaiban alam, atau Alkitab menyebutnya sebagai tulah hukuman bagi bangsa Mesir. Salah satunya ketika rotasi bumi yang berhenti selama beberapa hari, hingga timbul niatan untuk mencari sumber lain yang masih sejalan, dengan kejadian alam yang belum terpetakan oleh ilmu pengetahuan.

Jika memakai logika ilmiah, arsip utama dari Musa sudah pasti dapat pengesahan, sebagai sumber utama (primer) yang menuliskan catatan tersebut. Berbeda dengan sejarah tokoh bernama Henokh, karena masih tidak jelas dan melewati pergantian zaman yang tajam. Misalnya dari bencana banjir besar Nur, dari sana ada pengaturan ulang oleh Pencipta, untuk seluruh kehidupan di dalam dunia Bumi, baik manusia dan kondisi dunia Bumi sendiri.

Saya juga pernah menggunakan imajinasi yang liar tentang tema ini, melalui tulisan dongeng Novel berjenis Fiksi Fantasi, tentang bagaimana kehidupan sebelum banjir besar. Apakah benar ada bangsa Atlantis atau Lemuria? Apakah benar teknologinya sangat maju dan canggih? Untuk saya sendiri tetap dengan metode ilmiah, misalnya ada teknologi rekayasa genetik, hingga manusia dapat berukuran sangat besar menjadi raksasa.
Baca Novel gratisnya di sini.

Pastinya daya khayal saya juga tidak sembangan, karena tetap berangkat dari catatan Alkitab. Pada tulisan Musa di kitab Kejadian, disebutkan pula tentang adanya populasi manusia raksasa ini. Dari urutan waktu maka tokoh Henokh hidup pada zaman ini, ketika manusia punya usia yang sangat panjang, beratus-ratus tahun.

Apakah tidak ada catatan sejarah sebelum peristiwa banjir besar? Apakah semuanya musnah? Arsip tulisan bisa saja hilang tidak berbekas, tapi tidak dengan ingatan manusianya sendiri. Sejarah dapat terus berjalan, melalui cerita turun temurun, termasuk juga dengan kisah Henokh ini, serta bagaimana tugasnya selama di dunia.

Sejarah ternyata tidak hanya hitam putih, karena ada warna abu-abu yang lebih luas. Daerah ini bukan soal benar atau tidak, tapi bisa jadi benar dan bisa jadi salah. Alasannya karena ada sejarah yang tidak tertulis, tapi kejadiannya tetap ada sebagai fakta. Untuk zaman sekarang dikenal istilah untold story, karena memang tidak tertulis.

Lebih jelasnya coba cek video di bawah ini, ada sebuah kitab khusus yang tidak diedarkan oleh "editor" buku Alkitab dulu, tapi ternyata data (tulisan) sejarahnya eksis. Sempat masuk dalam bab Alkitab, hingga akhirnya dihapus, karena mungkin saja tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Hingga patut kita cermati dengan baik apa isinya, apa berkaitan atau tidak, berlawanan atau tidak dengan bagian kitab-kitab lainnya. Ada kalanya sesuatu yang benar itu tidak serta merta akan diakui, berkaitan dengan kepentingan pihak-pihak yang terlibat.

Ilmu pengetahuan modern menyebut ada 365,25 hari dalam satu tahun, dengan penambahan 0,25 hari di tahun kabisat. Kemudian diketahui bahwa sesungguhnya ada enam angka di belakang koma, itu yang membuat pembaharuan kalender Gregorian. Faktanya masih ada selisih sangat tipis dalam jangka waktu tertentu. Jika kalender Julian melenceng 78 hari dalam sepuluh ribu tahun, maka di kalender Gregorian diminimalkan jadi melenceng 3 hari saja, tapi tetap saja masih ada selisih, beberapa menit mungkin. Ini berbeda dengan kitab Henokh, bahwa di sana dituliskan dengan jelas, bahwa satu tahun itu 364 hari saja, titik tanpa koma. 

Kemudian tentang satu tahun kalender di Bumi, dari pengetahuan modern itu adalah revolusi Bumi mengelilingi matahari. Jalur edarnya agak melonjong, hingga pada bagian tertentu posisi planet Bumi bisa dekat atau jauh dari matahari. Sementara di kitab Henokh menyebutkan, bahwa peredaran matahari itu melewati enam jalur, dari dua belas gerbang pintu utama. Jika dibagi dalam enam bagian (jalur), garis edarnya itu artinya satu per empat bagian, dari jalur orbit ilmu astronomi yang kita ketahui.

Kemudian tentang tahun baru di bulan pertama, jika kalender internasional kita mengacu pada kebijakan bangsa Romawi dulu, maka bulan pertama itu di Januari. Sedangkan dari catatan Henokh yang lokasinya di sekitar Subtropis, maka bulan pertama di tahun baru itu adanya di bulan April, sekaligus sebagai batasan tentang penentuan hari Paskah (Pencipta) di tulisan sejarah.

Fenomena alam lainnya kenapa posisi bola Bumi itu miring (tetap) 23 derajat? Ini yang belum terjawab dalam ilmu pengetahuan. Tapi yang pasti fakta ini terjadi dalam jalur perputaran revolusi Bumi, hingga durasi beredar matahari bisa berbeda-beda di banyak tempat. Ilmu pengetahuan membedakan daerah itu menjadi kawasan beriklim Tropis, Subtropis, Sedang dan Kutub.

Henokh sebagai keturunan Adam, serta dengan keturunan berikutnya Abraham hingga ke Yesus, posisinya itu ada di sekitar Timur Tengah sekarang. Artinya secara geografis ada di iklim Subtropis, bukan Tropis seperti negeri kita, yang sepanjang tahun itu durasi siang dan malamnya seimbang di angka 12 jam.

Pada kitab Henokh tidak diceritakan dengan lengkap, tentang beredarnya matahari di langit siang. Melainkan hanya menyebut, bahwa durasi satu hari itu ada 18 bagian. Mungkin saja itu sebagai cara orang zaman dulu membagi waktu. Berbeda dengan masa kini yang punya bagian 24 jam, dengan menit dan detik sebagai satuan yang lebih cepat. 

Jika dihubungkan (24 jam dibagi 18 bagian), maka satu jam pada masa Henokh itu setara, dengan satu setengah jam lebih beberapa menit di zaman sekarang. Tentang beredarnya matahari lebih lama di musim panas, serta lebih singkat di musim dingin, ini juga dijelaskan di kitab tersebut. Mungkin saja ini sebagai cara sang tokoh, untuk menjelaskan fenomena alam di lokasi tersebut.
Bulan November
(Subtropis Utara sedang Musim Dingin)
Matahari beredar lebih singkat dibanding Malam Hari

Jika demikian sesungguhnya sama saja, hanya beda di satuan dan batasannya saja. Ternyata ada sudut pandang baru, dari kitab yang kurang jelas asal-usulnya, tapi tetap menyajikan sebuah fakta yang sesuai dengan realita.

Untuk itulah catatan sejarah dari zaman Henokh itu bersifat tetap, bahwa setiap tahun ada 364 hari. Kemudian di bulan pertama hari kesekian, ada hari Pencipta yang penting. Bahkan ada tulisan klenik pula, bahwa untuk masa-masa nanti akan ada penyesatan waktu, karena ketidakakuratan perhitungan waktu. 

Konon hal inilah yang sedikit menyudutkan bangsa Romawi, sebagai penguasa beberapa abad, termasuk periode penting bergantinya tanggal dari sebelum menjadi sesudah Masehi. Mengharamkan sejarah dari kitab Henokh yang tertulis tersebut, oleh otoritas gereja yang kebetulan berpusat di Vatikan Roma sendiri.

Jadinya kalau hanya sekadar cerita umum, atau yang sudah dipercaya banyak orang, pastinya kita sudah tahu semua, tidak ada yang baru. Justru munculnya sumber alternatif itu yang menarik, bisa dalam bentuk dongeng khayalan belaka, atau memang pernah terjadi, tapi tidak bisa diterima secara logika, alias dibantah oleh banyak orang.

Contohnya di tulisan belum lama ini, tentang Pusat (Buku) Sejarah di sini. Di sana saya membahas tentang penemuan satu tokoh bernama Ron Wyatt, peneliti amatir yang bukan professional, alias tidak mencari uang dari penelitian. Berusaha mencari bukti di abad modern sekarang, tentang kejadian yang pernah diceritakan buku Alkitab.

Penemuan yang masih abu-abu kebenarannya, antara benar atau tidak. Tapi jika sesuatu itu memperteguh keyakinan kita, kenapa tidak? Bisa saja kita mencari alasan lain, bahwa sebuah fakta tidak serta merta akan diakui, karena ada beberapa pihak yang berkepentingan. Istilah yang umum untuk fenomena ini adalah white lies, alias kebohongan putih. :))

Tapi sebuah sumber alternatif memang bisa menjadi guyonan, andai apa yang disampaikan juga jauh dari kebenaran fakta. Misalnya tentang penganut teori bumi datar, banyak fakta-fakta yang mereka sampaikan, cukup masuk akal, tapi belum ada bukti yang menyertai, jadi sebatas di keyakinan saja.

Faktanya justru banyak bukti yang membantah teori-teori mereka. Hal itu terjadi dalam perjalanan menggunakan pesawat terbang, salah satunya di rute perjalanan dari benua Amerika Selatan (Chili) menuju Australia (Sydney). Jika menggunakan peta bumi datar, maka jaraknya akan sangat jauh, karena seperti menjelajahi dunia dari ujung ke ujung.

Sementara itu dari pantauan radar, pesawat yang terbang dari Amerika Selatan menuju Australia, jalurnya itu agak melengkung. Melewati pinggir dari kutub selatan, hingga secara jarak tidak terlalu jauh. 

Bahkan jika dibandingkan dengan peta dua dimensi sendiri, jaraknya itu bisa sama jauhnya, karena mengarungi hampir setengah peta dunia. Kenapa bisa begitu? Karena pandangan mata kita sendiri yang melihat secara datar, bahwa pergerakan di atas peta dunia hanya ke kanan atau ke kiri (dua dimensi). Padahal bisa juga ke atas dan bawah, karena bentuknya bola (tiga dimensi).

Peta bola dunia yang digambarkan dalam peta dua dimensi, itu adalah hasil karya Mercartor, di mana pada bagian khatulistiwa ukurannya jadi agak lebih mengecil, karena polanya sesuai apa adanya. Sebaliknya di bagian iklim Sub-tropis ke Sedang, hingga ke kutub di ujung bola bumi, maka akan ada distorsi, kenapa? Karena mengalami perbesaran dari ukuran aslinya, ada bagian yang hilang, ketika pola gambar bola dunia diubah ke bentuk dua dimensi.
(Ukuran asli)
Pola bola Bumi ke gambar dua dimensi


Bagian hilang inilah yang akhirnya disambung, jadinya terlihat besar karena "dipaksa" nyambung, alias dibuat lebar dari ukuran aslinya. Kalau dibandingkan melalui aplikasi The True Size, maka wilayah Indonesia yang ada di khatulistiwa, jika digeser ke utara, maka ukurannya akan membesar, dengan panjang yang melebihi keseluruhan benua Eropa.

Itu jika bicara mengenai sumber alternatif yang kurang meyakinkan. Kemudian ada pula yang bisa jadi guyonan atau candaan banyak pihak. Misalnya tentang munculnya tokoh dalam negeri, membawa fakta dari versi dirinya sendiri dengan identitas Sunda Empire. Disampaikan dengan cara jenaka, hingga sisi seriusnya tenggelam, berganti menjadi komedian di mata banyak pihak lain. :P

Jadi apakah sumber alternatif itu benar atau salah? Tidak ada yang tahu, karena akan kembali pada kepercayaan kita masing-masing. Fakta berwarna abu-abu masih berlaku, bahwa sumber alternatif itu bisa tidak benar, bisa juga tidak salah. Alias bisa benar bagi yang percaya, atau memang salah bagi yang menyangkal, sesederhana itu penggambarannya. :)

Seperti juga penggambaran peta dunia Bumi, dalam bentuk datar dan bola. Kalau hanya berpikir datar artinya hanya bisa bergerak ke kanan dan kiri, seperti itulah fakta atau kepercayaan umum dari banyak orang. Sementara ada pula arah lainnya, berpikir secara bola, jadi bisa melewati atas dan bawah, meski hal itu tidak (atau belum) diakui banyak orang, serta belum diterima sebagai bagian dari fakta.

Jadi berpikir datar itu berlaku searah, tidak lain dan tidak bukan mirip dengan jalur logika kita. Sementara ada pula jalur keyakinan yang tidak punya batas, alias percaya bahwa fakta itu berlaku ke segala arah, baik yang diakui secara resmi atau tidak. Fakta itu kejadian nyata, sementara andai perlu diakui oleh banyak orang, maka perlu diberitakan, jika tidak perlu pengakuan yah diam-diam saja. :P

Ini juga berlaku kepada kehidupan kita sehari-hari. Ada sebuah fakta dari kita yang tidak perlu orang lain tahu, karena memang sangat penting untuk diri kita sendiri. Atau jika berkaitan dengan kepentingan banyak orang, andai kita punya sebuah fakta yang berpengaruh, bisa juga hanya diam saja. Kenapa? Karena hal itu bisa mengubah fakta yang selama ini dipercaya oleh banyak orang, tentu tidak akan disetujui dengan mudah oleh orang lain, setuju?

Kita punya keyakinan, tapi keyakinan itu akan tergantikan oleh sesuatu yang lebih meyakinkan. Sebuah keyakinan asalnya dari kita sendiri, tidak harus diakui dan dipercaya dulu oleh banyak orang. Hidup dengan keyakinan, tentu akan lebih baik.