Selasa, 25 Juni 2024

Kepala Gadget


Cerita kali idenya selalu menarik, karena mendongeng tentang dunia Gadget, alias Gawai dalam bahasa Indonesia-nya. Dongeng terakhirnya ditulis di sini, berjudul Sayap Gadget, membicarakan ada berapa perangkat telepon genggam yang saya punyai. Terkesan tidak penting memang, tapi akan selalu menarik, karena sudah menjadi gaya hidup kekinian di masa sekarang.

Dari tulisan sebelumnya itu diceritakan, tentang nostalgia punya perangkat lebih dari satu, dari zaman hape batang, QWERTY, hingga era hape touchscreen sekarang ini. Sempat diulang kembali punya empat perangkat, ternyata jadi bingung sendiri, hingga di akhir tulisan ada update terbaru. Bahwa saya hanya menggunakan tiga perangkat saja, satu yang utama, serta dua lainnya sebagai sayap, sesuai dengan judul tulisan Sayap Gadget.

Untuk dongeng kali ini sesuai judul Kepala Gadget, arah cerita akan membahas perangkat utama, sebagai andalan dari segi fasilitas yang ditawarkan oleh telepon genggam. Apa saja tuh contohnya? Misalnya layar yang berwarna cerah, kemudian tingkat kejernihan atau bening dipandang mata, hingga ketajaman kamera dalam mengambil gambar dan lain-lain.

Pada awalnya perangkat cadangan (kedua) itu hanya sekadar pelengkap saja. Jadi fasilitas dan kemampuannya cukup jauh dari hape utama. Lambat laun karena kemajuan teknologi, serta dengan harga yang lebih terjangkau, jarak kualitas antara keduanya semakin dekat. Menggunakan hape untuk sekadar berkomunikasi tidak masalah, karena yang dikejar adalah konektivitas, alias komunikasi yang terhubung melalui sinyal dan internet.

Pada awalnya juga, hape utama saya masih pakai nomor kedua. Alasannya karena harga internet yang lebih murah. Jadi nomor utama tidak terlalu digeber, karena lebih santai berdiam di hape kedua sebagai sayapnya. Kemudian cerita tentang rekor kecil selular terbit di sini, menyadari bahwa tumpukan kuota saya cukup besar juga, hingga nomor utama naik pangkat ke hape utama (juga).

Jarak kualitas antara hape utama dan cadangan lambat laun jadi dekat. Tapi cerita berubah (lagi) saat saya membeli perangkat yang memecahkan harga tertinggi, ceritanya ada di sini. Kualitas yang didapat itu sudah menengah ke atas, alias ada beberapa fasilitas unggulan yang memanjakan pengguna. Dari layar yang tajam terang dan bening, hingga kualitas kamera yang bagus, serta adanya lensa lebar (ultrawide). Sesuatu yang belum pernah saya dapatkan di hape kelas menengah sebelumnya, karena masih kelas yang (mendang-mending) nanggung. Xp

Pernah membeli perangkat saudaranya, tapi jarak kualitasnya cukup jauh. Contoh ada di hape tipe Samsung M11, secara penampakan awalnya menarik, tapi hanya dapat Layar PLS yang dikembangkan Samsung sebagai produsennya. Perbandingannya masih belum setajam layar standart jenis IPS di banyak hape label lain, hingga kelah telak dengan hape utama yang berjenis layar S-Amoled.

Pendamping hape utama datang silih berganti, hingga akhirnya label Infinix dan Tecno bisa mencuri panggung. Tapi tetap saja kualitasnya masih ada di bawah, karena yang diangkut itu kelasnya menengah (ke bawah) dengan harga yang terjangkau. Keduanya tergabung di grup konglomerasi yang sama bernama Transsion Holdings, berhasil mengacak-acak pasar dengan harga murah meriahnya.

Konon harga murah (Transsion Holdings) itu didapat dari strategi fokus di hardware, alias memberi chip dan fasilitas yang tinggi dengan harga murah. Kelemahannya? Mereka tidak terlalu mengurusi divisi pengembangan, seperti adanya update software secara berkala, hingga sangat sedikit "tambalan perangkat" lunak yang tersedia.

Tapi sebagian pengguna memang tidak peduli dengan update software, selama hapenya bisa lancar digunakan yah tidak masalah. Mendapat spesifikasi tinggi dengan harga murah, itu menjadi sebuah keunggulan tersendiri. Jadi secara kualitas tetap dapat bersaing di semua lini, mulai dari entry-level menengah ke bawah, hingga menengah ke atas dan kelas atas sekaligus.

Praktis hape berlabel Infinix Hot 30 Play dan Tecno Pova Neo 3 menjadi sayap, dongeng tentang kedatangannya sudah ditulis di sini. Menjadi satu keseruan tersendiri, untuk menjajal produk mereka yang punya ciri khas serupa. Bahkan sudah punya pasar tersendiri, karena konon salah satu strateginya berfokus di bagian gaming.

Jika melihat kualitas pegangan, hape utama belum tergantikan. Kualitas kameranya masih peringkat satu, bahkan mulai digunakan untuk merekam video perjalanan, dengan hasil gerakan gambar yang halus. Sekaligus menjadi pilihan yang mudah, karena tidak perlu lagi membawa perangkat lain, cukup bermodal hape saja sudah bisa beraksi.

Dalam beberapa kesempatan terakhir hingga tulisan ini dibuat, hape utama menjadi andalan untuk mengambil dokumentasi video, hingga sudah berkarya setara dengan kamera digital konvensional. Salah satunya tentu keunggulan teknologi kamera, karena bisa mengambil gambar dari sudut lebar (ultrawide).

Tapi memang usia pemakaian tidak bisa diakali, hingga beberapa fungsi mengalami penurunan performance, atau malah butuh upgrade di beberapa sektor lain. Karena yang namanya produk elektronik, akan ada usia masa pakainya. Jika ingin tetap digunakan lebih lama, perlu ada penggantian beberapa suku cadang baru.

"Ini layarnya sudah ada shadow yah di sebelah sini" ujar petugas pusat servis. Ketika memeriksa perangkat yang akan ditinggal sebentar, untuk penggantian batterai baru.

Sebagai pengguna awam, kekurangan yang tidak kasat mata bukan suatu masalah. Istilah shadows atau yang lain, mungkin hanya bisa dilihat oleh pengguna advanced. Contoh ketika saya menjual hape tidak terpakai, pembeli protes karena di layarnya ada yang kurang, sesuatu yang tidak bisa saya bedakan dalam pandangan mata. Jadi langsung saja beri opsi potong harga, atau pengembalian produk (retur - kirim balik) juga tidak masalah.

Awalnya ingin menggunakan hape utama sampai batas waktunya, alias dipakai hingga rusak atau mati total almarhum dan lain sebagainya. Tapi godaan untuk segera melakukan penyegaran datang silih berganti, beruntungnya spesifikasi yang ditawarkan selalu kalah. Hingga penurunan fungsi akhirnya menjadi alasan, untuk membuka peluang upgrade ke perangkat baru yang lebih segar.

Praktis pemakaian hape sebagai pemain utama, cukup panjang waktunya bertahan lama. Empat setengah tahun, mungkin sudah lebih dari cukup, bahkan setara dengan pentolan di hape saya yang jenis lain dulu, seperti hape batang SE T610 dan BB Gemini QWERTY. Secara kebetulan peluang itu bak disambut sang produsen, karena peluncuran produk yang harganya sesuai dengan kantong, plus dengan fungsi yang seimbang sebagai penerusnya.

Memangnya hape tipe apa tuh? Yang berhasil menggeser posisi si Samsung Galaxy M30S ini dari posisi utama? Jawabannya ini dia, masih saudara mudanya di label dan seri yang sama. Punya spesifikasi yang seimbang, beberapa justru terdapat peningkatan. Satu perangkat yang tetap melihat fungsi sebagai andalan, tidak hanya sekadar penampakan belaka.

"Semua foto disimpan di hape doank? Emangnya memory hape lu seberapa gede?" tanya saya. Agak heran dengan kebiasaan masa kini, karena beberapa pengguna sudah tidak butuh memory card eksternal lagi.

"Memory hape gue dua lima enam, kalo lu berapa?" jawabnya.

"Wah gede banget, kalau gue cuma enam empat." balas saya dengan tertawa. Mulai merasakan bahwa kapasitas penyimpanan hape yang menyempit, hingga perlu memperluas ruangnya menjadi lebih besar.

Untuk posisi ini, fungsi dan fasilitas pemain baru setara (sepadan) seperti pendahulunya. Bisa dipastikan bukan hanya sekadar menjadi sayap saja, tapi menjadi "pendamping" untuk saling bahu membahu, layaknya hubungan berpasangan. Alias keduanya bisa punya peran yang sama pentingnya, ini adalah timbal balik yang menarik.

Kenapa saya bisa bilang kali ini perannya sama penting? Karena berbeda posisi dengan gadget cadangan sebelumnya. Fungsi hape utama, dengan dua hape sebagai sayap, ternyata punya jarak cukup jauh perbedaan kualitasnya. Maklum saja harganya memang murah untuk kelas entry-level. Bahkan untuk mengambil konten atau dokumentasi, sangat jarang dari hape cadangan tersebut, oleh karena kualitasnya yang kalah.

Hape cadangan awalnya hanya sekadar "baterai" cadangan dalam wujud telepon genggam. Bahkan ketika iseng sekali2 membuka bagian Gallery, ternyata hampir seluruhnya merupakan salinan konten dari hape utama. Gambar foto atau video dari hape itu sangat sedikit, karena hanya sebagai penjelajah cadangan, di kala ingin menghemat atau kehabisan tenaga di hape utama.

Jadi jika di tulisan sebelumnya kita mengupas tentang Sayap Gadget, sekarang giliran Kepala Gadget ikut ambil bagian. Sebuah perangkat telepon genggam andalan kita, sebagai dunia kecil kita yang berjalan, serta dibawa ke mana saja kita berpergian. Bahkan bisa pula menggantikan dompet, oleh karena teknologi cashless yang diakses dari aplikasi tertentu di dalamnya. Jargon yang terkenal kini, tidak apa lupa membawa dompet, asal jangan lupa membawa handphone. Xp

Jadi bagaimana? Apakah kita harus punya banyak hape? Tentu tidak, idealnya memang hanya satu saja sudah cukup. Sayangnya saya bukan tipe yang bisa begitu, karena tidak puas hanya menggunakan satu perangkat saja. Tinggal bagaimana masing-masing kita menyesuaikan diri, antara kegemaran dan hobi, serta dengan daya kantong kita sendiri. :P

Bahkan untuk sekarang sudah lebih baik, saya sudah bisa mengatur keempat perangkat saya, seperti gambar di atas. Beda dengan dulu di tulisan Sayap Gadget ini, ketika itu saya merasa pusing sendiri, karena banyaknya hape yang digunakan. Hingga status kuartet gadget hanya bertahan sebentar, berkurang menjadi trio saja, sebelum sekarang status kuartet kembali lagi.

Gadget itu penting? Memang Penting
Tapi jangan sampai kita terikat dengan gadget
Tapi kita yang mengikat gadget.
:D