Senin, 02 Agustus 2021

Nonton F1 Seru (Lagi)


Nonton seru lagi? Apa yang ditonton?
Baca saja dulu kalau ingin tahu.
:D

Saya pernah mengangkat satu tulisan, bertema tentang kita yang menggemari sesuatu, atau menjadi fans dalam tanda kutip di sini. Pada ilustrasi yang diangkat berbicara mengenai tim balap F1 dan MotoGP, serta ada juga tentang Sepak Bola. Untuk olah raga mengolah si kulit bundar sudah dikupas juga di sini, dengan tema Pendukung Setia, tema yang serupa juga berlaku di judul ini.

Sekarang giliran olah raga dari dunia sirkuit, lebih tepatnya dunia F1 yang juga saya gemari. Kenapa saya ingin bercerita sekarang? Karena baru saja saya mengalami kejadian yang unik. Mau tau? Lanjut di bawah. :D

Secara mendadak saya jadi betah untuk menyaksikan siaran langsungnya (kemarin) sampai selesai. Pastinya itu dipengaruhi dengan kejadian yang tidak biasa, hingga info tentang keadaan balapan itu membuat saya tertarik untuk nonton (lagi), setelah beberapa lama ditinggal dan hanya disaksikan sekedarnya saja.

Kalau yang pernah mengikuti kompetisi F1, pastinya tim besar yang terkenal sejak dulu itu antara Ferrari dan Mclaren. Tapi bagi saya bukan dua itu, melainkan ada tim ketiga yang saya gemari. Kala pertama kali menontonnya sedang ada di masa jaya, secara kebetulan jadi musim terakhir pula tim itu mendominasi dan juara di balapan.

Sudah bisa menebak nama timnya? Sudah tertera dengan jelas di video di atas, bernama tim Williams F1. Konon (masih) jadi salah satu tim tersukses di dunia F1,  dengan nilai sejarah yang tetap melekat, termasuk saya sendiri ketika menentukan pilihan untuk mendukung sebuah tim balap Formula-1.

Kesuksesan di musim terkahir itu tim Williams masih memakai tenaga mesin Renault, sebelum mengganti mesin dan kedodoran di tahun berikutnya. Berpadu pula dengan hengkangnya Adrian Newey, insinyur aerodinamika sasis mobil ke tim lain. Kemudian ada satu dua tim lain yang juga saya dukung sebagai sayap, tapi pastinya masih berhubungan dengan tim utama Williams tadi.

Misalnya tim BAR Racing atau kepanjangannya British American Racing, ikut serta sebagai tim debutan di musim 1999. Mereka membeli tim lain bernama Tyrrell Racing, hadir dengan sponsor ikonik dua sisi. Hubungan dengan Williams adalah, mereka merekrut pembalap juara dunia Jacques Villeneuve, sebagai alumni dari tim yang saya gemari. :D

Kemudian kondisi tim Williams yang menurun, ketika menggunakan mesin Mecachrome dan Supertec mulai berakhir. Mulai naik kembali ketika didukung mesin BMW sebagai pabrikan besar. Bahkan di musim kedua langsung bisa bersaing untuk jadi juara balap, hingga ketika saat menontonnya juga terasa dag dig dugnya. Ibaratnya memang seperti mendukung dengan maksimal, hingga emosi ikut tersulut. :P

Jika tim BAR saya dukung sebagai tim kedua, kemudian ada lagi tim ketiga yang saya dukung juga sebagai sayap lain. Namanya itu tim Renault, mereka hadir setelah membeli tim Benetton yang menggunakan jasa mereka sebagai penyuplai mesin di musim sebelumnya. Hubungan dengan tim utama Williams tentu karena nostalgia perpaduan keduanya, termasuk adanya pembalap alumni Williams lain bernama Jenson Button.

Jadi ketiga tim itulah yang saya dukung sebagai penggemar, tim Williams sebagai yang utama, serta kedua sayap tim BAR dan Renault. Termasuk kejadian jual beli tim yang terus berlangsung, hingga identitas tim berubah dengan nama baru.

Duet tersukses Williams bermesin BMW adalah pembalap Ralf Schumacher dan Juan Pablo Montoya, hingga digantikan dengan duet lain yang agak menurun. Termasuk politik mesin tentang harus ada satu pembalap yang berasal dari negara pemasok mesin (BMW-Jerman). Bahkan pabrikan BMW bernafsu untuk "melahap" tim Williams, tapi hal itu tidak sampai kejadian oleh pemilik tim Frank William, hingga mereka akhirnya pecah kongsi, membuat penampilan mereka menurun (lagi).

Beruntungnya tim sayap Renault sedang berjaya, dengan pembalap Fernando Alonso yang jadi juara dunia dua kali. 

Tim BAR juga mulai menuai sukses, ketika menggunakan mesin Honda. Hingga akhirnya penyuplai mesin membeli tim tersebut, menjadi Honda Racing dan sering mejeng di podium.

Setelah Williams pisah dengan BMW, mereka menggunakan mesin Cosworth yang konon punya tenaga besar. Tapi mesin itu tidak memiliki ketahanan (reliability) yang baik, karena sering jebol di tengah lomba. Salah satu pembalapnya adalah Nico Rosberg, sebagai salah satu alumni sukses dari tim Williams. :D

Williams akhirnya menggunakan mesin Toyota di musim berikutnya, tapi hanya sesekali saja dapat mejeng di podium. Alasannya? Tenaga mesin mereka sepertinya masih kurang kencang, jika dibandingkan tim pesaing lain. Plus politik mesin masih berlaku, salah satu pembalap harus dari negara pemasok mesin (Toyota-Jepang). Hingga kerjasama itu hanya bertahan beberapa musim saja, kemudian kembali lagi ke Cosworth, dengan resiko yang sudah diketahui bersama.

Kabar dari tim sayap juga tidak kalah meriah, karena penampilan tim Renault juga ikut menurun. Sementara tim Honda sebagai penerus BAR membuat keputusan berani, karena ingin keluar sejenak dari dunia F1. Hingga kisah dongeng semusim dalam sejarah F1 terjadi, ketika Ross Brawn membeli tim tersebut, kemudian mengganti namanya jadi Brawn GP di musim 2009.

Brawn GP langsung tancap gas meraih kemenangan di musim 2009, karena salah satu pembalap alumni Williams meraih sukses. Bahkan setengah musim awal didominasi tim tersebut, hingga mengantarkan Jenson Button sebagai pemimpin kelasmen sementara. Bahkan bisa menjadi juara dunia di musim tersebut, setelah berhasil menahan gempuran tim lain yang bangkit di pertengahan musim.

Kisah dongeng semusin tim Brawn GP itu cukup sampai di sana, karena tim mereka dibeli oleh pabrikan Mercedes-Benz. Langsung mengganti duet pembalapnya dengan Nico Rosberg yang pindah dari tim utama Williams, serta kembalinya legenda Michael Schumacher. Tahun-tahun awalnya tidak langsung bersaing untuk perebutan juara, karena masih berada di baris kedua bersama tim Renault, sedangkan tim Williams baru saja balik ke Cosworth setelah pisah dengan Toyota.

Musim 2011 jadi musim yang banyak pergantian lagi, karena tim Williams akhirnya mengganti mesin Cosworth dengan Renault, mengingatkan nostalgia sukses mereka di masa lalu. Tapi adaptasi di musim pertama tidak berjalan mulus, karena masih bersaing di baris kedua. Sementara kabar dari tim Renault sendiri, mereka kerja sama dengan sebuah brand, hingga berganti identitas (lagi) menjadi Lotus Renault.

Kemenangan tim Williams Renault versi baru akhirnya terjadi di musim 2012, setelah pembalap Pastor Maldonado memenangi balapan di sirkuit Catalunya Spanyol. Menjadi pelepas dahaga yang baik untuk tim, serta menimbulkan optimistis yang tinggi untuk meraih kesuksesan (lagi). Meski hal itu jadi agak sulit, karena ternyata mobil tim Williams belum cukup kencang, untuk bersaing jadi juara.


Tim Williams akhirnya mengganti mesin Renault dengan Mercedes-Benz di musim 2014, sekaligus bekerjasama dengan brand ikonik di dunia F1 bernama Martini, sebagai produsen minuman terkenal. Sekaligus mulai bisa bersaing (lagi), untuk beberapa kali mejeng di podium, sebelum akhirnya menurun (lagi). Duet pertamanya kala itu adalah pembalap Felipe Massa dan Valtteri Bottas.

Tim sayap Mercedes GP mulai mendominasi (hingga sekarang), termasuk persaingan keras kedua pembalapnya antara Lewis Hamilton dan Nico Rosberg di satu musim, hingga Nico sempat jadi juara dan langsung pensiun dini kala itu. Penggantinya? Mengambil pembalap Valtteri Bottas dari Williams, sekaligus tetap mempertahankan ritme penggemar ala saya sendiri. :P

Nasib tim sayap lain yang bernama Renault juga serupa, karena mulai mengalami musim yang turun, hingga gaungnya tidak terdengar kembali. Mungkin sedang menyiapkan strategi, untuk kembali bersaing dalam perebutan gelar juara. Hingga saya sendiri mulai kurang antusias, karena hanya sekadar nonton sekilas, serta melihat hasil balapnya saja.

Tim Renault melakukan perubahan identitas menjadi Alpine F1 di musim 2021 ini, dengan alasan membawa semangat baru. Mengganti nama tim bukan dalam rangka dijual kepada pihak lain, tapi memang ingin mempromosikan brand lain dari grup yang sama.

Tim Williams sendiri sempat mengalami kesulitan keuangan di musim pandemi 2020, bahkan bisa saja bangkrut jika tidak ada penyuntik dana besar. Untung saja atas bantuan bos F1 zaman dulu, Bernie Ecclestone mencarikan investor yang berniat membeli, dengan alasan tidak ingin salah satu tim tersukses di dunia F1 hilang dari lintasan sirkuit.

Frank Williams dan keluarga sebagai pendiri tim akhirnya mundur dari jajaran tim, tidak beberapa lama setelah "diselamatkan" oleh penyokong dana. Menyerahkan tongkat estafet kepada professional di bidangnya masing-masing. Bersiap mengangkat tim dari barisan belakang, menjadi maju selangkah demi selangkah, untuk kembali bersaing merebut juara.

Tim Williams akhirnya selamat dari kebangkrutan, siap bersaing lagi di masa nanti. Penjualan ke grup besar bahkan menimbulkan optimisme, untuk mengembalikan kejayaan tim di masa depan. Dengan nama Williams yang tetap dipertahankan sebagai brand. Mungkin serupa dengan kondisi tim McLaren, yang sudah menjadi tim industri berisikan professional sejak lama, bukan lagi tim keluarga dengan Bruce McLaren sebagai pendirinya.

Saya juga masih menunggu saat nama tim ini kembali ke depan. Baik secara ilmiah yang memang butuh waktu pengembangan, atau secara alamiah mendadak tiba-tiba mendapat keberuntungan. Ternyata yang alamiah itu baru saja terjadi kemarin (banyak tabrakan), jadinya saya langsung menyimak dan nonton (lagi) setelah sekian lama, sampai habis.


Menjadi point penting yang didapatkan tim Williams, setelah cukup lama menyentuh garis finish di barisan belakang, tanpa mendapatkan point sama sekali.



Tim Williams tetap menjadi tim utama yang saya dukung. Demikian pula dengan dua tim sayap lain, tim Mercedes GP sebagai jelmaan BAR pada awalnya, (sekarang) masih cukup oke untuk bersaing dalam perebutan gelar juara. Sedangkan tim Renault akhirnya mengubah nama jadi Alpine F1, secara kebetulan memenangkan balapan, pada siaran yang saya simak sampai selesai itu. :D