Senin, 23 Oktober 2023

Wisata Transportasi


Untuk cerita kali ini, tema yang sejenis sudah lebih dulu dituliskan di sini dan sini, kemudian ada juga tentang alat modanya di sini. Pada utamanya membahas keseruan dari salah satu jenis transportasi, misalnya saja kendaraan roda karet dan roda besi. Kali ini bahasan yang kurang lebih mirip angkat diangkat, tentunya dengan arah tema yang sedikit beda.

Wisata transportasi? Wisata apaan tuh? Jawabannya adalah kita menikmati "liburan" hanya dengan jalan-jalan, tidak selalu harus singgah di satu tempat. Artinya kita  menikmati fasilitas transportasi yang tersedia, sebagian dari kita sudah sering melakukannya. Meski awalnya juga terdengar "aneh" di telinga, tapi pada akhirnya saya juga ikutan untuk berlibur dengan cara yang demikian. :P

Ingatan tentang transportasi terbang ke hari kemarin, saat melakukan liburan di luar negeri tetangga. Di sana salah satu keunggulannya adalah fasilitas transportasi. Hingga baru menyadari, bahwa selama berada di Kuala Lumpur dan Singapura, jenis transportasi kereta menjadi andalan utama, untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Secara kebetulan infomasi dan tempat pemberhentiannya juga lengkap, hingga mendongkrak pula kunjungan wisatawan di sana.

Untuk wisata transportasi ini, artinya kita memang tidak punya tujuan untuk singgah. Melainkan niat utamanya itu hanya sekadar menikmati fasilitas transportasi. Atau dengan bahasa sejenis hanya jalan-jalan saja, di dalam alat angkutan umum yang bergerak tersebut. Menikmati suasana sepanjang perjalanan, tentu akan menyenangkan juga, beriringan dengan niat mengejar sampai tujuan.

Seperti yang sempat diangkat tadi, kegiatan jenis ini pernah dilakukan di Singapura, ketika pertama kali datang ke sana. Menggunakan tiket yang dijual khusus untuk turis, hingga bebas keluar masuk stasiun tanpa batas seharian penuh. Kala itu saya berhenti di semua stasiun, serta melihat bagaimana suasana di luarnya, andai ada yang menarik tentu diabadikan. Tapi memang titik-titik yang menarik itu adanya di sekitar tempat wisata.

Sementara di kesempatan kedua kali ke sana, kemudian selama di Kuala Lumpur tidak lagi sempat berputar-putar. Hanya sekadar menikmati jalan satu arah ke tujuan, andai bolak-balik karena tujuan utamanya sudah selesai di luar stasiun. Hingga cukup menarik juga, selama saya berlibur di ibu kota kedua negara tersebut (Singapura & Kuala Lumpur), serta Bangkok yang sekilas saja, andalan untuk bergerak adalah kereta.

Kemudian pandangan mulai diarahkan ke dalam negeri, karena fasilitas transportasi juga sedang dibenahi oleh pihak yang berwenang. Hingga sekarang ini cukup lengkap dan ada beberapa pilihan alternatif. Awalnya masih punya tujuan utama singgah di tempat tertentu, seperti pada saat pertama kali menjajal KRL di kota Jakarta.

"Wah kog error nih, memang Mas masuk dari mana tadi?" ujar petugas stasiun. Membantu saya untuk menempelkan kartu uang elektronik, tapi mesin tiketnya tidak merespon dan tidak membuka pintu.

"Saya tadi masuknya dari stasiun ini juga Pak" jawab saya dengan percaya diri. Membeberkan sedikit rute perjalanan ke sana dan sana, tapi tidak keluar di stasiun tujuan. Hingga akhirnya kembali ke stasiun awal sebagai titik mula kegiatan berwisata ini.

"Oh kaga bisa begitu harusnya, lewat sini saja Mas" ujar petugas, membukakan pintu darurat di sebelah ujung. Menjelaskan bahwa kala itu sistem tiket belum bisa demikian, untuk masuk dan keluar di stasiun yang sama.

Kala itu niat saya cukup sederhana. Berangkat dari stasiun KRL Sudirman, untuk menuju stasiun Grogol dan transit di Duri. Tujuan utamanya adalah mengabadikan momentum, saat kereta melewati palang pintu yang ditutup, hingga kendaraan harus menunggu di sana. Sebuah adegan yang cukup menarik bagi saya sendiri.

Untuk sekarang ini, konon cara ini mulai ditemukan penyelesaiannya. Karena tidak semua penumpang punya niat seperti saya, yang sekadar jalan berputar-putar saja mengelilingi rute perjalanan, hingga baru keluar di stasiun awal. Ada juga penumpang yang sudah terlanjur masuk stasiun, tapi ingin membatalkan perjalanan dan lain-lain. Andai masuk dan keluar di stasiun yang sama, akan dikenakan tarif jarak terdekat saja sekarang. 

Ketentuan ini baru saya ketahui belakangan, ketika pulang dari Bandung, dan kereta berhenti di Jatinegara, oleh karena tidak bisa melintas di Manggarai ke tujuan akhir Gambir. Kala itu di peron yang sama tersedia KRL tujuan Kampung Bandan, hingga saya naiki dan berganti kereta di sana. Melaju sampai Kota dan ganti kereta (lagi) ke arah Bogor, untuk keluar di stasiun Juanda.

"Pak ini saya belum tap-in, tadi naik di Jatinegara dari peron langsung, kereta dari Bandung berhenti di sana. Jadi bagaimana nih Pak?" tanya saya kepada petugas. Karena jika langsung tempel untuk keluar, dipastikan mesin akan menolak.

"Kalau begitu tap-in di pintu masuk saja Pak, tunggu semenit baru bisa lagi" jawabnya dengan lugas. Memberi informasi dengan lengkap sebagai layanan jasa tempatnya bekerja.

Kemarin ini juga secara kebetulan saya berwisata di fasilitas transportasi. Bedanya tidak lagi berputar-putar saja, melainkan berganti moda transportasi, hingga kembali ke titik mulainya. Menitipkan kendaraan di salah satu tempat parkir, di kawasan Sarinah yang sedang ada acara car free day di pagi hari minggu.

Menggunakan layanan bis Transjakarta koridor pertama, kemudian turun di halte Kejaksaan Agung, untuk berpindah jalur bis. Dari sana bisa jalan menuju halte CSW, yang punya kepanjangan kata Cakra Selaras Wahana, sebuah kata magis yang menarik dalam benak saya sendiri. Di sini pertemuan tiga jalur, dua untuk bisa Transjakarta, serta satunya adalah jalur kereta MRT.

Saya langsung naik di lantai paling atas, sebagai halte untuk bisa naik Transjakarta koridor 13. Pertama kalinya juga menjajal rute bis ini, yang punya jalur layang khusus, membentang dari Pertukangan hingga Kapten Tendean. Meski ada juga alasan lainnya sebagai simulasi, untuk memetakan jarak andai naik dari jalur tersebut. Xp

Dari sana naik bis ke arah Tendean, kemudian berganti ke stasiun LRT Pancoran, yang ternyata jaraknya lumayan juga dengan berjalan kaki. Tapi jauhnya masih manusiawi, sebagai waktu untuk kita menggerakan tubuh. Dari sana menuju Dukuh Atas dan berjalan menyeberangi sungai Ciliwung dengan akses langsung ke stasiun KRL Sudirman.

Numpang lewat di sana, khusus untuk stasiun Sudirman, andai keluar masuk di sana hanya dikenakan biaya 1 rupiah saja. Alasannya sebagai stasiun transit, posisinya ada di tengah antara stasiun LRT dan MRT. Berjalan kaki dan terik matahari semakin tinggi, hingga lanjut menaiki MRT untuk menuju bundaran HI, serta keluar di pintu yang mengarah ke Sarinah.
Klik di sini.

Wisata transportasi yang cukup menyenangkan, mengambil waktu kurang lebih tiga jam untuk menyegarkan pikiran. Mencoba sesuatu yang baru tentu akan mendapat pandangan yang baru pula. Melihat gelagat penumpang lain, serta bagaimana kondisi selama menggunakan fasilitas umum yang tersedia.

Hal ini juga berlaku pada fasilitas transportasi baru, berjenis kereta cepat KCIC, dengan rute Jakarta Halim sampai Tegalluar Bandung. Meski banyak diprotes sana sini, oleh karena biaya yang membengkak, tapi karena pemangku kepentingan tidak ingin proyek itu gagal, jadinya berhasil sampai selesai. Tentu hal itu pastinya juga harus dimanfaatkan pula oleh rakyat. B)

Ada yang bilang bahwa layanan transportasi massal ini bukan sebuah investasi, karena akan memakan waktu yang panjang untuk balik modal. Memang benar, tugas pemerintah adalah sebagai pengabdian kepada masyarakat. Dana yang dipakai asalnya memang dari pajak rakyat, untuk diberikan kepada rakyat (lagi). Alias haram hukumnya pemerintah berbisnis dengan rakyat. B)

Berwisata alat transportasi? Kenapa tidak? Cakra (Melingkar) Selaras (Searah) Wahana (Panggung)