Senin, 25 Februari 2013

Pengantar Cinta



Baru ingat ternyata bulan ini saya belum mendongengkan sesuatu, malah beberapa bulan belakangan. Bulan ini sudah di identikkan dengan budaya modern yang menjadi kegandrungan orang muda kita. 

Kebetulan saya membuat tulisan seiring berjalannya pengalaman, di mulai dari ini, kemudian menyasar ini, sampai ke ini, dan yang terakhir adalah ini. Keseluruhan cerita tersebut memiliki benang merah dari awal penulisannya.


Kemarin saya mendapat pandangan, yang cukup membuat kita berpikir cerdas, dari timeline Twitter yang bernama Alissa Wahid, beridentitas @AlissaWahid tertanggal 16 Februari 2013 disini. Dari tulisan saya sebelumnya yang berbelit-belit karena memang sengaja membelitkan, saya coba paparkan ulang tulisan beliau yang sepertinya penting. Mampu mencakup keseluruhan tentang hal yang tidak akan ada habisnya, karena banyak dari kita mengeksploitasi tema ini dengan berbagai macam kreatifitas.

"Jatuh cinta berjuta rasanya..." Masih ingat kutipan tersebut? Kalimat itu merupakan lirik dari lagu lama, hingga detik ini saya pun belum mengetahui siapa yang menyanyikannya, tetapi cukup familiar di telinga. Pembawaannya yang riang mampu mengaburkan makna sesungguhnya yang memiliki rasa sejuta tersebut.

Tentang pembawaan ini menjadi begitu penting, karena sebagai respon yang nampak secara langsung. Sebagai contoh jika bicara tentang pencapaian seseorang, ketika digambarkan menyesal dan tidak semangat. Jika pencapaian yang sama digambarkan dengan gembira dan semangat tentu akan berbeda penilaiannya, sehingga pembawaan seseorang menjadi hal yang penting di dalam berperilaku, terutama perilaku dari "dalam" orang tersebut.

Kembali lagi, umumnya hal yang demikian (Jatuh Cinta) memberi kesan perasaan riang gembira, semua yang baik baik baik dan baik. Mungkin sejuta rasa yang dipercayai itu nikmat rasanya dengan baik yang tidak berkesudahan. Sebetulnya tidak demikian, berjuta rasa yang dimaksud mungkin artinya tidak dapat digambarkan, oleh karena memang rasa yang dirasakan sangat beragam, kita dapat menerima yang baik bahkan buruk sekalipun secara ideal.

Tentang kata baik yang berulang tersebut coba di kupas @AlissaWahid dalam satu kuliah singkatnya, bertemakan "hubungan".  Beliau mengatakan bahwa saat seseorang jatuh cinta, mungkin ada yang mengalami perasaan bahagia dengan kadar lebih. Hal tersebut disebut sebagai fase "Mabuk Kepayang" yang seolah-olah disebut Cinta, tetapi sesungguhnya itu dikatakan sebagai "Limerence". Jika mengutip riset Tenov dalam penggambarannya, "Limerence" memiliki ciri perasaan orang yang euforia (bahagia tingkat tinggi), berjalan di awan, hingga kembali menginjak bumi.

Setelah menginjak bumi kembali? Dikatakan Cinta yang sesungguhnya mulai muncul.  Mengutip perkataan Andrew Marshall maka ada 6 fase yang akan dilalui ketika masa "Limerence" yang membuat mabuk itu selesai. Fase tersebut dengan penjelasan singkatnya itu kita tengok dibawah ini:

1. Blending, jika melihat artinya pasti sudah mengerti yaitu pencampuran yang menyatukan kebiasaan dan kepribadian yang berbeda, umumnya dikatakan masih lancar, rela berkorban demi cinta katanya.

2. Nesting, yaitu perasaan komitmen yang tinggi, mencoba mendahulukan kebersamaan ketimbang kebutuhan pribadi, dalamnya cukup ikhlas sudah cukup, kan cinta.

3. Self-Affirming, fase dimana akhirnya kebutuhan pribadi kembali datang, mungkin rasa egois yang sempat dipendam sudah tidak bisa ditahan. Kemerdekaan hobi sendiri coba diraih kembali. Cinta bukan berarti harus atur2 donk.

Kalau salah satu pihak mengalah saja yah artinya sedang berkorban, demi cinta katanya. Tapi siakp itu idealnya ada batasnya juga. Yang coba tetap merdeka akhirnya butuh ruang yang namanya privasi. Umumnya kalau sudah melewati fase ini artinya hampir lulus, jika tidak yah putus atau bubar (cerai). 

Nah kuliah Twitter-nya dari Alissa Wahid selesai sampai di point ketiga saja, lanjutannya sudah cukup mudah dipahami, apalagi sudah dipastikan hampir lulus jika melewati 3 fase pertama, lanjutannya sudah berpedoman bahwa cinta itu adalah komitmen. Tengok ekor sisanya dibawah ini :

4. Collaborating, jika melihat kedua penyanyi dengan label berkolaborasi tentu keduanya tidak bisa satu suara, tetapi kedua suara penyanyi bersenandung secara bersamaan membentuk harmoni nada. Cinta juga sama sepertinya, dua orang dengan kepribadian yang tidak mungkin sama persis menerima kebiasaan dan kemerdekaan melakukan kehendaknya, bisa hobi dll, berjalan beriringan.

5. Adapting, sangat mudah di pahami yaitu adaptasi, menyesuaikan keadaan. Cinta kan menerima yang apa adanya itu termasuk kepribadian, jadi yah membiasakan diri saja.

6. Renewing, Nah disini mungkin kita sudah menjadi orang yang baru, mungkin istilah dua kepribadian menjadi satu mulai berlaku disini. :)

Pemetaannya cukup baik, ketimbang kalimat persuasif harus ini dan itu, menjual perintah begini dan begitu. Karena cukup baik yah coba saya paparkan, jadi kita bisa belajar supaya cerdas menyikapinya. Mungkin ini menjadi puncak yang mencakup keseluruhan dari yang namanya Cinta yang identik dengan hubungan.

Ah itu kan cuma teori? Memang dan berlaku pada umumnya. Apalagi umumnya tanda suara sepakat sudah banyak diikrarkan terlebih dahulu, bagi mereka yang saling suka seiya sekata di awal, pada saat masih merasakan masa bahagia kuadrat "Limerence" tersebut.

Cinta yang berjuta rasa tersebut, yang dapat dipetakan dalam 6 fase bagi peneliti, mungkin saja kita akan mengalami hal yang tidak menyenangkan, misalnya patah hati. Kalau diizinkan mengalaminya tentu adalah anugerah, kita dapat merasakan rasa yang tidak menyenangkan, sehingga mengetahui untuk membuat yang menyenangkan, tinggal bagaimana pembawaan kita seperti pada awalnya.

Jadi sebetulnya mencintai itu sebuah kata kerja, kita dapat berkembang dalam pengalaman cinta tersebut dengan banyak orang, bukan hanya kepada satu orang saja. Idealnya kita akan menemukan tambatan hati sebagai tujuan, yang disebut jodoh. :)

Jadi tentang cinta mencintai ini, bagaimana semua itu bermula? Kembali lagi ke awal, di mana kita memiliki kehendak bebas untuk tertarik pada siapa saja, hingga siap untuk "komitmen" dalam tahap sebuah hubungan.

Analogi yang pernah saya dengar terdengar cukup kuat, mengatakan seorang Raja berwenang mengangkat tidaknya orang lain menjadi Ratunya. Apakah hanya itu saja? Cerita pada umumnya memang seperti itu, padahal kuat saja tidak cukup. Jika bisa memulai tanpa menyelesaikan apa artinya? Pada akhirnya apakah Ratu itu bersedia menerima seseorang sebagai Rajanya.

Kita bisa intip potongan percakapan antara Ayah dan anak perempuannya, dalam film (Taken 2) yang cukup "menggambarkan" keadaan tersebut.
"Are you in love with him?"
"I guess I'm not sure yet."
"Have you ever been in love before?"
"Not the way that Mom talks about it."
"How does she describe it?"
"She said when you guys met... that it was super special."
"Super special? She said that?"
"I think the exact word she used was... magical."
"Magical, huh?""